Title: Belajar Jadi Juru Masak yang Baik
1Belajar Jadi Juru Masak yang Baik
2 Rubrik resensi buku di media massa kini menjadi
lahan yang banyak digarap para penulis. Pasalnya,
selain banyak media cetak menyediakan rubrik
resensi buku, ruangan itu amat terbuka untuk
diperebutkan. Maka, tak mengherankan bila media
yang memberikan ruangannya pada kegiatan
apresiasi buku ini selalu dibanjiri kiriman
tulisan resensi dari berbagai penjuru daerah.
Apalagi, imbalan (honorarium) yang disediakan
untuk peresensi cukup untuk menyambung hidup
atau membiayai kuliah. Memang, tulisan resensi
semula hanya didominasi para penulis dari
kota-kota tertentu. Terutama dari Jogja, Jakarta,
Bandung, Surabaya, dan Malang. Tapi, belakangan,
kegiatan ulas-mengulas buku ini sudah merambah
penulis di pelosok-pelosok daerah. Dan, yang
menarik, salah satu kantong penulis resensi di
daerah-daerah itu ternyata ada di
pesantren-pesantren.
3- Mencermati perkembangan dunia resensi dalam
lima tahun terakhir memang menggembirakan. Selain
secara kuantitatif lebih banyak ruang yang
disediakan media dan lebih banyak penulis lahir,
secara kualitatif juga lebih baik. Gambaran itu
membuktikan bahwa rubrik resensi di koran atau
majalah bukan lagi ruang baca yang asal ada atau
sekadar untuk mengisi halaman saja. Tapi, bisa
jadi, sudah menjadi sebuah kebutuhan media
untuk mengadakannya. - Namun, apakah gambaran itu juga menunjukkan
bahwa dunia perbukuan kita semakin maju? Apakah
minat baca masyarakatt kita semakin baik? -
4- Dari sisi jumlah buku yang terbit dan beredar,
memang semakin banyak. Jumlah masyarakat pembaca
kita juga meningkat. Tapi, dibandingkan dengan
jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah
hingga menembus 200 juta jiwa, tentu jumlah buku
dan jumlah pembaca buku itu belum seberapa. - Karena itu, seorang penulis resensi punya tugas
memberi gambaran kepada pembaca tentang isi
sebuah buku, sekaligus memberi pertimbangan
tentang baik-buruknya buku tersebut kepada
masyarakat yang belum sempat atau belum tertarik
membaca buku. Dengan demikian, sebuah resensi
diasumsikan bisa menjadi guiding bagi pembaca
ketika memilih sebuah buku. -
5- Meresensi buku, boleh dibilang kegiatan
gampang-gampang sulit. Bagi yang sudah tahu cara
dan strateginya, tentu merupakan pekerjaan yang
mudah. Tapi, bagi mereka yang masih pemula,
soalnya jadi lain. Resensi akan menjadi aktivitas
yang menyulitkan, menguras tenaga, waktu, dan
pikiran. Itu pun belum tentu hasilnya memuaskan. - Karena itu, sangat penting mengetahui kiat-kiat
menulis resensi yang baik. Buku apa saja yang
layak diresensi? Bagaimana cara menembus
media? - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
edisi kedua terbitan Balai Pustaka dan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1991), kata
resensi berarti pertimbangan atau pembicaraan
buku, atau ulasan buku yang baru terbit. Dari
definisi itu sebenarnya sudah terkuak tiga elemen
dasar kegiatan resensi. Yakni, adanya teks buku,
adanya unsur waktu baru, dan adanya pertimbangan
atau penilaian. Artinya, tanpa tiga elemen itu,
aktivitas kita melakukan ulasan buku, jadi kurang
bermakna.
6- Kalau tiga elemen itu sudah terwakili, maka
tahap berikutnya adalah proses menimbang/memilih
buku yang layak diresensi. Memang, tidak
setiap buku baru otomatis layak mendapat
apresiasi yang setimpal di media massa.
Diutamakan adalah buku-buku yang berbobot,
yang punya nilai pembelajaran hidup bagi
masyarakat. Tapi, buku yang berbobot tidak
ada artinya kalau unsur kebaruannya sudah hilang.
Banyak kasus, sebuah tulisan resensi yang bagus
akhirnya masuk keranjang sampah redaktur
gara-gara buku yang diulas sudah kedaluwarsa. - Lalu apa yang dimaksud buku baru itu?
Memang relatif. Dalam kasus buku resensi adalah
buku-buku yang terbit maksimal 3-4 bulan
terakhir. Artinya, jika buku itu terbit sebelum
bulan-bulan itu, kecil kemungkinan untuk bisa
dimuat. Sang redaktur akan dengan gampang
menyeleksi kiriman penulis yang terlambat
sampai di mejanya. Bahkan, di beberapa media,
unsur kebaruan buku itu lebih ketat lagi.
Hitungannya bisa mingguan atau bahkan harian.
Semakin baru sebuah buku semakin punya nilai
lebih.
7- Format fisik buku juga termasuk menjadi
pertimbangan layak-tidaknya resensi itu tampil di
halaman koran atau majalah. Buku yang kemasannya
amburadul, apa adanya, tentu tidak mengundang
daya tarik bagi calon pembacanya. Sebaliknya,
buku yang mulai sampul depan didesain dengan
cantik gambar, jenis huruf, maupun tata
letaknya tentu punya magnet kuat bagi calon
pembacanya. Dalam berbagai kasus, penulis sering
mengabaikan format buku ini. Pokoknya, asal buku
baru diresensi. Dia tidak begitu memperhatikan
unsur kemasan tersebut. - Ibarat orang memilih buah, kalau kulit luarnya
sudah busuk, hampir pasti calon pembeli akan
melewatkannya. Sebaliknya, bila buah yang dipilih
kulitnya halus, segar, dan enak dipandang, pasti
akan menjadi incaran pembeli.
8- Selain itu, unsur ketokohan penulis buku
juga turut menentukan nilai sebuah resensi. Buku
yang ditulis Umar Kayam atau Romo Mangun secara
ketokohan tentu lebih menarik dibaca dan
diresensi dibandingkan karya Pak Guru atau Arief
Santosa, misalnya. Kalau toh isi buku Pak Guru
ternyata lebih baik dibandingkan buku Umar Kayam,
itu soal lain. Yang jelas, pertimbangan orang
memilih sebuah buku, di antaranya karena
ketokohan penulis bukunya. - Dalam proses pertimbangan baik buruk buku
inilah seorang penulis resensi dituntut memiliki
tingkat pemahaman yang lebih baik dalam membaca
teks buku. Sebab, proses pembacaan-pemahaman ini
akan menentukan hasil resensi. Sebuah resensi
bukan merupakan ringkasan atau sinopsis isi buku,
lho atau tulisan yang terdiri atas rangkaian
kutipan-kutipan buku. Banyak kasus, penulis
pemula mengartikan resensi seperti itu.
9- Itu sebabnya, sebuah resensi akan semakin
berisi bila penulisnya mempunyai referensi lain
sebagai bumbu tulisan. Tanpa bumbu,
jelas, resensi akan terasa hambar. Tetapi, jika
bumbu-nya terlalu banyak, rasanya juga jadi
tidak keruan. Jadi, dalam hal ini, juru
masak-lah yang harus pandai-pandai menentukan
seberapa garamnya, seberapa gulanya, seberapa
lomboknya, dan seterusnya, agar masakan itu
jadi lezat dan bergizi. - Seperti seorang kritikus sastra atau seni rupa,
peresensi adalah seorang kritikus buku. Ulasan
atas buku yang diresensi diharapkan tidak hanya
menampilkan sisi-sisi yang baik saja. Menampilkan
kelemahan atau kekurangan buku termasuk bagian
dari kerja resensi. Hanya, proses penampilannya
hendaknya tidak dipahami sebagai sesuatu yang
harus diadakan. Kalau buku itu di mata
peresensi memang perfect, mengapa harus
mencari-cari celah kelemahannya.
10- Memang, sulit mencari buku yang sempurna. Ada
saja sisi kekurangannya. Karena itu, cukup
beralasan bila peresensi punya kewajiban
moral untuk mengkritisi sisi-sisi lemah buku itu.
Yang selama ini terjadi paling tidak resensi
yang dikirim ke Jawa Pos penulis hanya
menyodorkan puji-pujian atas buku yang diresensi.
Cukup jarang ada resensi yang dengan tegas
mengkritisi substansi buku. Umumnya tulisan
resensi akan diakhiri dengan kalimat, Buku ini
layak dibaca Jarang ada yang berani
mengatakan, Buku ini perlu direvisi karena
atau Buku ini tak layak dikoleksi - Dengan penilaian seperti itu diharapkan pembaca
mendapat panduan yang pas ketika akan memilih
sebuah buku. Jangan sampai pembaca terkecoh oleh
madu puji-pujian peresensi, sementara bukunya
sendiri tak seindah warna aslinya. Banyak
kasus, pembaca kecewa membeli sebuah buku
gara-gara terkecoh tulisan resensi di media. -
11- Resensi buku mempunyai imbas positif bagi
pihak-pihak terkait. Bagi peresensi, banyak
manfaat akan diperoleh. Dia bakal mendapatkan
banyak ilmu dari buku-buku yang dibaca, akan
menjadi bagian dari pergaulan komunitas buku, dan
tidak sedikit yang bisa hidup dari profesi
sambilan itu. Sebab, setiap resensi yang dimuat
di media, ada honorarium yang lumayan. Sedangkan
bagi pembaca akan mendapatkan panduan praktis
tentang buku yang diresensi. Apa isinya, apa
kelebihan dan kekurangannya, dan sebagainya. - Jangan lupa, resensi juga punya dampak terhadap
pemasaran buku tersebut, sekaligus mendongkrak
atau mematikan nama si penulis buku. Sekali lagi,
semua bergantung bagaimana sang juru masak
menyajikannya. () - ) Makalah ini diolah dari pengantar buku Kiat
Sukses Meresensi Buku di Media Massa karya
Nurudin (Cespur Malang, 2003) - ) Redaktur budaya-buku Jawa Pos