Title: CACAT VS NORMAL; ANTARA STIGMA DAN PARADIGMA
1CACAT VS NORMAL ANTARA STIGMA DAN PARADIGMA
- Disusun Oleh
- M Joni Yulianto M.A
- Dipresentasikan pada
- Seminar Sosialisasi Aksesibilitas Sarana Publik
- KARINA
- Klaten
- 26 Februari 2009
2Pengantar
- Sebuah tatanan sosial masyarakat yang sehat
adalah tatanan sosial yang mampu mengakomodasi
dan menghargai setiap bentuk keberbedaan. - Namun, kenyataan tidaklah demikian. Keberbedaan
seperti kaya dan miskin, perbedaan agama,
perbedaan ras, suku dan berbagai keragaman
lainnya masih menjadi instrumen pembeda yang pada
gilirannya mengkotak-kotakkan manusia yang
semestinya bersama dalam sebuah tatanan sosial
yang adil dan setara, ke dalam sekat-sekat sosial
yang dibuat oleh arogansi mereka yang kuat. - Salah satu arogansi sosial yang sampai sekarang
ini masih sangat kuat, namun kadang tak disadari
dan dibahas adalah standar normal atau faham
normalisme yang kemudian melahirkan sekelompok
masyarakat kecil yang berbeda (tidak sesuai
dengan standar normalisme tersebut) yang kemudian
disebut penderita/penyandang cacat.
3Penting Untuk Didiskusikan
- Sudah tepatkah pengistilahan cacat dan
normal? - Adakah pengistilahan lain yang lebih manusiawi?
- Bagaimanakah semestinya mereka dipandang dan
diperlakukan dalam kehidupan sosial?
4Apakah Normalisme
- Faham yang mengakui adanya standar-standar
kewajaran dengan menggunakan pendekatan
generalisasi, sehingga seseorang akan dikatakan
tidak normal/tidak wajar apa bila tidak memenuhi
standar yang diakui dan dianut tersebut. - Mula-mula diperkenalkan oleh para psikolog dan
ahli-ahli medis untuk diterapkan kepada manusia. - Menjadi meluas dan dianut oleh masyarakat secara
umum.
5Ciri-ciri Normalisme
- Diukur berdasarkan standarisasi medis dan
psikologis - Bermuara pada pelabelan bagi mereka yang tidak
sesuai dengan standar tersebut. - Treatment/rehabilitasi bertujuan menormalkan.
- Yang tidak bisa dinormalkan kemudian disebut
cacat. - Berujung pada stigma yang merugikan subyek yang
dicacatkan.
6APA YANG SALAH DENGAN NORMALISME?
- Tidak mengakui aspek unsur keberbedaan antar
individu. - Mengabaikan aspek-aspek kausalitas diluar standar
yang diakui. - Bias terhadap dimensi budaya.
- Gagal menempatkan interaksi dan lingkungan sosial
sebagai unsur yang interaktif, adjustable dan
adabtive. - Selalu menempatkan individu sebagai masalah.
- Tidak pernah mempertimbangkan respon lingkungan
sosial dan masyarakat sebagai masalah. - Berujung pada stigma yang akan menyertai
orang-orang yang dilabeli tidak normal/cacat.
7Mengapa ISTILAH CACAT ditolak?
- Cacat berarti tidak sempurna atau produk gagal
- Cacat berarti tak berharga, murah, dibuang
- Cacat juga berarti tak mampu
- Padahal, mereka sebenarnya juga punya kapabilitas
kalau diberi kesempatan - Menyebut orang cacat berarti mengingkari firman
Tuhan bahwa manusia adalah makhluk yang paling
sempurna - Menyebut orang cacat juga berarti menganggap
Tuhan lalai dalam menciptakan manusia sehingga
gagal produksi
8DIFABEL ISTILAH PENGGANTI PENYANDANG CACAT
- Merupakan akronem dari differently abled people
(orang dengan kemampuan berbeda) atau diffable - Diindonesiakan menjadi DIFABEL untuk menggantikan
PENYANDANG CACAT. - Merupakan istilah perjuangan untuk kampanye
mengubah/menghapus cara pandang yang negatif
terhadap difabel - Belum jadi istilah resmi dan inilah tantangan
bagi kita untuk mempopulerkannya! - Atau ada istilah lain yang lebih tepat?
9Mengapa kita pilih DIFABEL?
- Meskipun secara fisik/mental ada perbedaan,
tetapi pada dasarnya mereka mempunyai kapabilitas
bila diberi kesempatan - Menggunakan kata difabel berarti mengakui firman
Tuhan bahwa manusia adalah makhluk yang paling
sempurna - Menggunakan kata difabel berarti menghormati hak
asasi manusia - Semua manusia punya harkat, martabat, dan hak
yang sama
10Tiga Pandangan Dominan terhadap Difabel
- Kesadaran Magis
- Kesadaran Naif
- Kesadaran Kritis
11Kesadaran Magis
- Melihat difabilitas berdasarkan hukum alam.
- Difabilitas dianggap sebagai karma, hukuman, atau
kutukan Tuhan akibat dosa pada masa lalu - Difabilitas merupakan hasil kutukan dari roh
jahat ketika ibu hamil, salah satu orang tuanya
melakukan pelanggaran hukum adat. - Difabilitas dianggap penyakit.
- Akibatnya difabilitas dianggap aib dan keluarga
yang mempunyai warga difabel berusaha
menyembunyikan bahkan menelantarkannya. - Berakibat pada perbedaan data difabel antara
Depsos, Depkes, maupun PBB.
12Kesadaran Naif
- Melihat aspek manusia sebagai akar masalah.
- Cenderung menyalahkan subjeknya, yaitu difabel.
- Difabel dianggap sebagai sosok yang malas, tidak
mau melakukan apa-apa, minta dikasihani, pembawa
sial, menutup rejeki, tdk terampil, bodoh, dst. - Difabilitas dianggap penyakit (tdk sehat jasmani
dan rohani). - Menganggap masalah difabilitas adalah masalah
yang sifatnya individu dan menyelesaikan dengan
menolong orang yang bersangkutan. - Kewajiban untuk menolong adalah tanggung jawab
keluarga. - Struktur dan sistem yang ada dianggap sudah
mendukung pemberdayaan difabel. Kalau difabel
masih terbelakang, itu salahnya difabel sendiri. - Difabel harus mengikuti paket-paket pendidikan
dan pelatihan yang telah disediakan dan harus
menerima sistem yang ada. - Pandangan pertama dan kedua ini disebut juga
dengan individual model dimana poin masalahnya
ada pada individu yang menjadi difabel.
13 Kesadaran Kritis
- Difabilitas dipandang sebagai korban dari
struktur sosial budaya. - Perbedaan fisik dan/atau mental bukan berarti
tidak sehat jasmani dan rohani. - Ketidakberdayaan difabel disebabkan adanya
hambatan yang ada di luar dirinya. - Hambatan tersebut meliputi 3 hal tidak adanya
rehabilitasi dan penyediaan alat bantu, tidak
adanya aksesibilitas fisik, dan sikap negatif
terhadap difabel yang berkembang di masyarakat. - Pemberdayaan difabel menjadi tanggung jawab
negara, didukung oleh keluarga dan masyarakat. - Mendukung kehidupan yang inklusif dalam segala
hal - Kesadaran ini juga disebut sebagai korelasional
model.
14 Kesadaran Cara Penanganan Dampak
Magis Disarankan menerima kenyataan Disarankan bertobat, siapa tahu bisa sembuh Masalah terletak pada individu. Disantuni Difabel selalu tergantung pada pihak lain Ngamen atau mengemis supaya dikasihani orang lain
Naif Pusat masalah ada pada individu. Upaya-upaya rehabilitasi diarahkan pada harapan menormalkan. Diberi pendidikan dan pelatihan secara segregasi Harus berkompetisi mengikuti sistem yang sudah ada Difabel terdiskriminasi dan tersubordinasi dalam berbagai aspek kehidupan Akhirnya difabel menjadi subkultur sendiri
Kritis Melihat permasalahan bukan terletak pada individu, tetapi lingkungan sosial yang tidak memenuhi kebutuhan difabel. Disediakan rehabilitasi dan alat bantu yang bertujuan bukan menormalkan tetapi mengembangkan potensi untuk beraktualisasi Diupayakan aksesibilitas fisik dan non fisik. Pendidikan dan pelatihan secara inklusif. Diupayakan penghilangan stereotipe negatif terhadap difabel. Terwujudnya kehidupan yang inklusif difabel mempunyai kapabilitas tertentu, masyarakat dapat menerima difabel, didukung dengan ruang publik yang aksesibel dan kebijakan yang berbasis HAM
15KESIMPULAN
- Dimanakah kita?
- Sudahkah kita menyadari betapa lingkungan kitalah
yang selama ini telah menidak mampukan difabel? - Atau masihkah kita beranggapan bahwa memang
difabel itu sosok yang tidak mampu dan lemah? - Jika demikian, lalu siapakah sebenarnya yang
cacat?
16PENGERTIAN STIGMA
- Stigma dari bahasa Yunani
- (st??µa "tanda" or "bercak" plural stigmata,
st??µata) mengandung beberapa arti. Istilah ini
berasal dari tanda-tanda yang dimiliki seseorang
pada tubuhnya - (bekas bakaran atau torehan) yang antara lain
menandakan bahwa orang itu adalah - budak
- , penjahat, atau pengkhianat.
- Ia adalah orang yang catat moralnya dan karena
itu harus dihindari, khususnya di tempat umum. Di
dalam sejarah gereja Kristen istilah ini kemudian
bisa mengandung dua arti, yaitu tanda-tanda fisik
yang diyakini berasal dari Tuhan (misalnya
tonjolan pada kulit), dan acuan medis kepada
tanda-tanda keagamaan ini sebagai petunjuk adanya
cacat fisik. Contohnya, - St. Fransiskus dari Asisi dipercayai mempunyai
stigmata, tanda-tanda pada tubuhnya yang sama
seperti tanda-tanda bekas luka karenapenyaliban
pada diri - Yesus . Kata "stigma" juga dipergunakan dalam
istilah "stigma sosial", yaitu tanda bahwa
seseorang dianggap ternoda dan karenanya
mempunyai watak yang tercela,misalnya seorang
bekas narapidana yang dianggap tidak layak
dipercayai. - Sumber http//id.wikipedia.org/wiki/Stigma,
diakses 16 Feb 2009, 7.55 PM.