Title: HUKUM PERS
1HUKUM PERS
25 Juni 1998awal babakan baru hubungan pers dan
pemerintah di era reformasi.
- Menteri Penerangan (Menpen) Kabinet Reformasi,
Muhammad Yunus Yosfiah mengumumkan kebebasan pers
, dengan pencabutan lima Peraturan Menteri
Penerangan (Permenpen) Republik Indonesia, al
tentang
3- pembatalan surat izin perusahaan penerbitan pers
(SIUPP) - Pengakuan terhadap Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) sebagai wadah tunggal - Dan Pengurangan waktu relay siaran berita
nasional dari 14 kali menjadi tiga kali sehari. - Permen Nomor 01/Per/ Menpen/1984 Tentang
Pencabutan SIUPP yang semula dilakukan Deppen,
akhirnya diganti dengan Permen Nomor 01/
Per/Menpen /1998, di mana Deppen tidak akan
membatalkan SIUPP serta Pengurusan SIUPP yang
menggunakan 16 persyaratan menjadi tiga
persyaratan saja.
4- Deppen tidak akan mencabut SIUPP apabila terjadi
pelanggaran terhadap Undang-Undang Pokok Pers dan
kode etik jurnalistik. Pencabutan SIUPP dilakukan
Departemen Kehakiman melalui proses pengadilan.
5- Pada tanggal 23 September 1999 Pemerintah
mengeluarkan UndangUndang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers (UndangUndang Pers). - Harapan insan Pers terhadap UndangUndang No. 40
tahun 1999 tentang Pers (UndangUndang Pers). - bahwa UndangUndang Pers ini dapat menjadi
sarana perlindungan bagi mereka dalam menjalankan
profesinya
6- Namun.
- munculnya sejumlah sengketa antara wartawan dan
perusahaan massa di satu sisi dengan masyarakat
di sisi lain, dalam bentuk gugatan perdata dan
tuntutan pidana oleh mereka yang merasa dirugikan
oleh pemberitaan di media massa, telah mengubah
harapan hampir sebagian insan pers.
7- Satu per satu insan pers yang digugat dan
dituntut kalah dan justru di sini dasar hukum
yang digunakan adalah perbuatan melawan hukum
serta pencemaran nama baik, yang diatur dalam
Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPer) dan
Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
8- UndangUndang Pers tidak menjadi dasar yang kuat
bagi insan pers tersebut untuk membela diri
mereka. Kasus Tommy Winata melawan Koran Tempo
yang paling populer, di samping kasuskasus
lainnya.
9- Sementara itu
- Rumusan delik pers tidak pernah muncul dan
bahkan tidak pernah digunakan dalam sidangsidang
kasus tersebut. - Karena.
- Hingga saat ini memang masih belum satupun
rumusan KUHP yang mengatur delik pers secara
tegas, apalagi bentuk sanksi hukumnya
10- Jadi..
- Hal tsb menimbulkan masalah bagi kepastian
hukum di bidang fungsi pers, khususnya menyangkut
perbuatan apa yang dilarang oleh hukum pidana
beserta mekanisme penegakannya agar selaras
dengan adanya UndangUndang Pers.
11Pers adalah
- lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik,
dan segala jenis saluran yang tersedia. (Pasal 1
angka 1 UU PERS)
12 fungsi fungsi yang dimainkan oleh pers
- FUNGSI INFORMASI adalah fungsi pers yang paling
standar. Munculnya jurnalistik adalah karena
adanya informasi yang hendak disampaikan oleh
pihak tertentu kepada khalayak masyarakat. - FUNGSI HIBURAN juga cukup penting, karena manusia
membutuhkan hiburan di sela-sela kehidupannya
yang serba serius.
13- FUNGSI PENDIDIKAN dari pers tak kalah penting,
karena pada dasarnya manusia membutuhkan berbagai
tuntunan dan pelajaran dalam hidupnya. Pers
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik
bagi pengembangan kepribadian manusia. - FUNGSI KONTROL SOSIAL merupakan fungsi yang
paling banyak disinggung dalam setiap
perbincangan mengenai pers. Hal ini disebabkan
kehidupan manusia tak pernah mencapai kondisi
ideal seperti yang dicita-citakan setiap agama
maupun ideologi. Hidup kita dikelilingi oleh
ketidakadilan, penyimpangan nilai-nilai moral,
kejahatan yang makin brutal, penindasan, dan
sebagainya. Di sinilah pers ikut menjalankan
peran untuk saling mengingatkan sesama manusia.
14Perusahaan pers
- Badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha
pers meliputi perusahaan media cetak, media
elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus
menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi. (Pasal 1 angka 2, UU PERS)
15- Bahwa sebagai suatu lembaga, pers dinyatakan
sebagai lembaga sosial, - Namun.
- tidak dinyatakan dengan tegas bahwa pers adalah
suatu badan hukum sosial. Hal ini nampak
tersurat dalam ketentuan tentang perusahaan
pers.
16- Yayasan dan koperasi adalah badan hukum untuk
kegiatan sosial, sedangkan Perseroan Terbatas
adalah badan hukum untuk kepentingan komersial. - Pada prakteknya, ketidaktegasan fungsi ini juga
akan berpengaruh terhadap arah pemberitaan dari
pers, jika bobot komersial dari suatu pemberitaan
lebih tinggi dari bobot sosialnya, maka proporsi
sensasi dalam suatu berita jelas akan
mendominasi. Dan berita yang mengutamakan sensasi
serta daya jual, biasanya rawan pelanggaran
hukum.
17- Fungsi pers adalah melakukan komunikasi massa
melalui kegiatan jurnalistik.
18Komunikasi
- sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari
satu pihak ke pihak lainnya, yang pada awalnya
berlangsung sangat sederhana dimulai dengan
sejumlah ide-ide yang abstrak atau pikiran dalam
otak seseorang untuk mencari data atau
menyampaikan informasi yang kemudian dikemas
menjadi sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan
secara langsung maupun tidak langsung menggunakan
bahasa berbentuk kode visual, kode suara, atau
kode tulisan.
19Bentuk Komunikasi
- A. Komunikasi Interpersonal (Two-way
communication) - Komunikasi yang terjadi antara dua orang
atau lebih yang melakukan interaksi, dimana umpan
balik dapat segera diketahui, kegiatan komunikasi
ini dilakukan secara tatap muka maupun dengan
tidak tatap muka, contoh ngobrol, diskusi, rapat,
wawancara
20- B. Komunikasi Antarpersonal (One-way
communication) - Komunikasi yang terjadi antara dua orang
atau lebih tanpa melakukan interaksi, lalu umpan
balik dapat tidak ada, kegiatan komunkasi ini
dilakukan secara tatap muka maupun dengan tidak
tatap muka, contoh briefing, khotbah, kuliah
jarak jauh.
21Komunikasi Massa (Mass Communication)
- Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang
ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melalui media cetak atau
elektronis sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat. Contohnya
Pers, atau TV.
22- Pada hakikatnya materi komunikasi massa adalah
berita dan bukan lain lain bentuk materi. - Hal ini tidak terlepas obyek dari komunikasi
massa itu sendiri yaitu, informasi yang bersifat
satu /sama, bagi subyek yang berbeda beda.
23berita
- suatu informasi tentang kejadian pada waktu
tertentu. - Perbedaan hanya pada cara penyampaian, jenis
media massa dan jumlah, isi dan jenis berita.
24jurnalistik
- kegiatan untuk melakukan pengumpulan, penulisan,
pengolahan, penyuntingan dan pemuatan sejumlah
data yang akan dipublikasikan melalui jenis media
massa tertentu. - Media massa adalah media yang dipergunakan untuk
melakukan komunikasi massa.
25Ketentuan Dasar Delik Pers sebagai Delik
PidanaPers sebagai Obyek Hukum Pidana
- Delik pers disebut juga sebagai Tindak Pidana
Pers, yaitu suatu tindak pidana yang berkaitan
dengan fungsi pers.
26 Unsur Perbuatan (peristiwa pidana).
- Niat
- Perbuatan
- Perbuatan telah selesai dilakukan
-
- Jadi.. sebagai suatu perbuatan / tindak
pidana, maka pers dirumuskan sebagai salah satu
obyek Hukum Pidana.
27Pers sebagai Subyek Hukum Pidana
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenal subjek
hukum yaitu orang (Pribadi Kodrati). Timbul
pemahaman baru mengenai subjek hukum pidana ini
yang diawali dengan pemikiran terhadap suatu
perkumpulan orang yang melakukan kegiatan hukum.
Subjek hukum ini dikenal sebagai Badan Hukum
(Pribadi Hukum),
28- sehingga dengan demikian muncul permasalahan
apakah bisa suatu badan hukum diajukan sebagai
pelaku tindak pidana ? Hal ini menyangkut doktrin
dalam hukum pidana, yaitu "actus non facit reum,
nisi mens sit rea" alias "an act does not make a
person guilty, unless his mind is guilty"
(seseorang tidak dianggap bersalah karena
niatnya).
29- yang memiliki niat adalah orang dan bukan badan
hukum, - namun.
- doktrin ini kini dikalahkan oleh dapat
dipidananya korporasi.Pandangan hukum pidana yang
tidak menghendaki bahwa badan hukum dapat menjadi
subjek hukum pidana tidak lagi digunakan.
30- Pada Undang-undang tentang Kegiatan Subversif
(UU.No.11/PNPS/Tahun 1963) badan hukum dapat
dijadikan sebagai subjek hukum pidana. Akan
tetapi dalam hal menerima sanksi pidana, sanksi
pidana yang dapat dijatuhkan padanya hanya berupa
denda sedangkan bila terdapat juga sanksi
kurungan atau penjara maka yang menerimanya
adalah orang yang menjadi pengurus yang mewakili
badan hukum tersebut dalam bertindak hukum.
31subyek hukum pers
- Wartawan yaitu orang yang secara teratur
melaksanakan kegiatan jurnalistik. - Perusahaan pers
- Organisasi Pers
32Ruang Lingkup Delik Pers dalam Hukum Pidana
- Hukum pidana Indonesia dibagi menjadi 2 bidang
yaitu - a. Hukum Pidana Materiil
- Hukum pidana materiil berisi tentang
ketentuan-ketentuan pidana berupa sanksi-sanksi
pidananya. - b. Hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana
- Hukum pidana formil merupakan
ketentuan-ketentuan bagaimana pelaksanaan proses
pemeriksaan terhadap suatu tindak pidana. Proses
itu dimulai dari Penyelidikan, Penyidikan dan
Pemeriksaan di Pengadilan.
33- Dengan demikian ruang lingkup delik pers dalam
hukum pidana adalah termasuk dalam hukum pidana
materiil.
34- Dalam pembahasan penerapan hukum pidana dikaitkan
dengan tindak pidana di bidang pers, perlu untuk
diketahui terlebih dahulu bahwa di dalam doktrin
hukum pidana Indonesia, untuk dapat digolongkan
sebagai suatu perbuatan pidana maka suatu
perbuatan itu haruslah masuk ke dalam ruang
lingkup pidana.
35- Hukum pidana materiil mempunyai ruang lingkup
pada apa yang disebut PERISTIWA PIDANA
("STRAFBAARHEID").
36Peristiwa Pidana ini mempunyai unsur-unsur
- 1. Sikap tindak atau perikelakuan manusia.
- Peristiwa pidana merupakan suatu sikap
tindak atau perikelakuan manusia. Hal ini
dikaitkan dengan pengertian bahwa yang menjadi
subjek hukum pidana adalah manusia sebagai
pribadi kodrati.
37- 2. Masuk lingkup laku perumusan kaedah hukum
pidana, yang dikaitkan dengan Asas Legalitas
(Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)) yang pengertiannya - "Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana
selain telah ada kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang mendahuluinya".
38- 3. Melanggar hukum kecuali bila ada dasar
pembenar. - 4. Didasarkan pada kesalahan kecuali bila ada
dasar peniadaan kesalahan.
39Asas Legalitas (Pasal 1 ayat 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana)
- Asas legalitas tercantum di dalam Pasal 1 ayat 1
KUHP yang dirumuskan dalam bahasa latin berbunyi
"Nullum delictum nulla poena sine praevia legi
poenali", bila diartikan ke dalam bahasa
Indonesia adalah "Tidak ada delik, tidak ada
pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluiya",
atau dengan kalimat sederhana "Tiada suatu
perbuatan yang dapat dipidana selain telah ada
kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang
mendahuluinya".
40- Dengan demikian kita tidak dapat menjatuhkan
suatu pidana terhadap suatu perbuatan yang belum
ditetapkan suatu peraturan perundang-undangan
sebagai suatu tindak pidana. - Oleh karena rumusan delik pers dalam hukum pidana
merupakan hal yang baru dan belum diatur secara
khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan
tentang hal ini, apalagi Undang Undang Pers. - Dan apabila hal itu dinyatakan begitu saja
sebagai delik pers, maka hal ini dapat
menimbulkan keraguan di dalam penggunaannya.
41- tetapi untuk adanya kepastian hukum dan
perlindungan hukum jenis jenis penyalahgunaan
fungsi pers, maka dapat dilakukan suatu usaha
Interpretasi Ekstentif yang merupakan pemikiran
secara meluas serta terbatas dari peraturan
perundang-undang yang berlaku positif yang dapat
dikaitkan dengan penyalahgunaan fungsi pers serta
usaha analogi terhadap hukum positif yang ada
untuk digunakan norma-norma hukumnya bagi
penerapan delik pers.
42- Usaha interpretasi ekstentif yang dilakukan tidak
hanya sebatas pada peraturan-peraturan yang ada
di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana saja
akan tetapi juga terhadap hukum-hukum positif
yang berlaku di Indonesia yang mempunyai aspek
pidana.
43Ketentuan Hukum Pidana Yang berhubungan dengan
Media Massa
- Mengingat hingga saat ini, rumusan yang baku dan
tepat mengenai delik pers belum ada, maka dalam
kaitannya dengan delik pidana yang diatur dalam
KUHP akan dicari hubungan yang sesuai dengan
delik ini, khususnya pasal pasal mengenai
komunikasi, penyebaran informasi dan media massa,
yang terdiri dari jenis - jenis
44- Delik Kebencian (Haatzaai Arikelen)
- Delik Penghinaan (Pencemaran Nama Baik)
- Delik Penyebaran Kabar Bohong
- Delik Kesusilaan
- Pertanggungjawaban Penerbitan
45Sedangkan jenis jenis ketentuan tindak pidana
yang berhubungan dengan media massa tersebut,
dapat disebutkan sebagai berikut
- I. Pembocoran Rahasia Negara
- Pasal 112
- Barang siapa dengan sengaja mengumumkan
surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa
harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau
dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya
kepada negara asing, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
46- II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara
- Pasal 113
- Barang siapa dengan sengaja, untuk
seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau
memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang
yang tidak berwenang mengetahui, surat-surat,
peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar, atau
benda-benda yang bersifat rahasia dan
bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan
Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada
padanya atau yang isinya, bentuknya atau
susunannya benda-benda itu diketahui olehnya
diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
47- Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang
bersalah atau pengetahuannya tentang itu karena
pencariannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
48- III. Penghinaan Terhadap Presiden dan Wakil
Presiden. (putusan MK nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Berdasarkan putusan tersebut delik penghinaan
terhadap kepala negara yaitu pasal 134, 136 bis,
dan 137 KUHP telah dinyatakan bertentangan dengan
UUD Negara RI Tahun 1945 dan dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat). - a. Pasal 134
- Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden
dan Wakil Presiden diancam dengan pidana paling
lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. -
49- b. Pasal 136 bis
- Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan
dalam pasal 135, jika hal itu dilakukan diluar
kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku
di muka umum, maupun tidak di muka umum dengan
lisan atau tulisan, namun dihadapan lebih dari
empat orang atau dihadapan orang ketiga,
bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena
itu merasa tersinggung.
50- c. Pasal 137
- (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan,
atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi
penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden,
dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui
atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
51- (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada
waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu
belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu
juga, maka terhadapnya dapat dilarang menjalankan
pencarian tersebut.
52- IV. Penghinaan Terhadap Raja atau Kepala Negara
Sahabat - Pasal 142
- Penghinaan dengan sengaja terhadap raja yang
memerintahkan atau kepala negara sahabat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
53- V. Penghinaan Terhadap Wakil Negara Asing
- a. Pasal 143
- Penghinaan dengan sengaja terhadap wakil
negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
54- b. Pasal 144
- (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
atau menempelkan di muka umum tulisan atau
lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang
memerintah, atau kepala negara sahabat, atau
wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya,
dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui
oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
55- (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu
pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada
saat itu belum lewat dua tahun sejak ada
pemidanaan yang tetap karena kejahatan semacam
itu juga, ia dapat dilarang menjalankan pencarian
tersebut.
56- VI. Permusuhan, Kebencian atau penghinaan
terhadap Pemerintah - a. Pasal 154
- Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
57- b. Pasal 155
- (1) Barang siapa di muka umum mempertunjukkan
atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka
umum yang mengandung pernyataan perasaan
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya
diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun
enam bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. -
58- (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
pemidanaannya menjadi tetap karena melakukan
kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan
dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
59- VII. Pernyataan perasaan permusuhan, kebencian
atau penghinaan golongan - a. Pasal 156
- Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
60- b. Pasal 157
- (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka
umum, yang isinya mengandung pernyataan
permusuhan, kebencian atau penghinaan diantara
atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia,
dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. -
61- (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan yang
semacam itu juga, yang bersangkutan dapat
dilarang menjalankan pencarian tersebut.
62- VIII. Perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau
penodaan agama - Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka
umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan - (a) Yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia. - (b) Dengan maksud agar orang tidak menganut
agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan
Yang Maha Esa. (Pasal 156a)
63- IX. Penghasutan
- a. Barang siapa di muka umum lisan atau
tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan
pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa
umum atau tidak menuruti baik ketentuan
undang-undang maupun perintah jabatan yang
diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam
tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (pasal 160) -
64- b. (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
atau menempelkan di muka umum tulisan yang
menghasut supaya melakukan perbuatan pidana,
menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau
menentang sesuatu hal lain seperti tersebut dalam
pasal diatas, dengan maksud supaya isi yang
menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh
umum, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. -
65- (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
pemidanaanya menjadi tetap karena melakukan
kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan
dilarang menjalankan pencarian tersebut. (Pasal
161)
66- X. Penawaran tindak pidana
- a. Barang siapa di muka umum dengan lisan atau
tulisan menawarkan untuk memberi keterangan,
kesempatan atau sarana guna melakukan tindak
pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. (pasal 162) -
67- b. (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi
penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan
atau sarana guna melakukan tindak pidana dengan
maksud supaya penawaran itu diketahui atau lebih
diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. - (2) Jika merasa bersalah melakukan kejahatan
tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan
semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang
menjalankan pencarian tersebut. (pasal 163)
68- XI. Penghinaan terhadap penguasa atau badan umum
-
- Barang siapa dengan sengaja di muka umum
dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa
atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.(pasal 207)
69- Catatan khusus MK tentang Pasal 207 KUHP dalam
putusannya No 013-022/PUU-IV/2006 bahwa dalam hal
pemberlakuan Pasal 207 KUHP, Mahkamah Konstitusi
berpendapat bahwa penuntutan terhadapnya hanya
dilakukan atas dasar pengaduan. Dengan kata lain,
Mahkamah Konstitusi menempatkan Pasal 207 ini
sebagai delik aduan. Aparat penegak hukum baru
bisa memproses pelanggaran atas Pasal 207 ini
setelah ada pengaduan dari penguasa.
70- (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum suatu tulisan atau
lukisan yang memuat penghinaan terhadap penguasa
atau badan umum yang ada di Indonesia dengan
maksud supaya isi yang menghina itu diketahui
atau lebih diketahui umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. - (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut dalam pencariannya ketika itu belum
lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang
menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga
maka yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan
pencarian tersebut. (Pasal 208)
71- XII. Pelanggaran kesusilaan
- (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran
atau benda yang telah diketahui isinya melanggar
kesusilaan, barang siapa dengan maksud untuk
disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di
muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda
tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya mengeluarkannya dari negeri, atau
memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara
terang-terangan atau dengan mengedarkan surat
tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya
sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
72- (2) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau
benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang
siapa dengan maksud untuk disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan
mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki
persediaan, atau barang siapa secara
terang-terangan atau dengan mengedarkan surat
tanpa diminta, menawarkan atau menunjuk sebagai
bisa diperoleh, diancam jika ada alasan kuat
baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran,
atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan
pidana paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
73- (3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian
atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atas pidana
denda paling banyak tujuh puluh lima ribu
rupiah.. (Pasal 282)
74- XIII. Penyerangan/ pencemaran kehormatan atau
nama baik seseorang - a. (1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan
nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu
hal, yang maksudnya terang supaya hal itu
diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. - (2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan
atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempel di muka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau pidana denda
paling lama empat ribu lima ratus rupiah. - (3) Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas
dilakukan demi kepentingan umum atau karena
terpaksa untuk membela diri. (Pasal 310)
75- b. (1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran
atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk
membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak
membuktikannya, dan tuduhan dilakukan
bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia
diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara
paling lama empat tahun. - (2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35
No. 1-3 dapat dijatuhkan. (Pasal 311)
76- c. Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak
bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang
dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum
dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang
itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
dengan surat yang dikirim atau diterimakan
kepadanya, diancam karena penghinaan ringan
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (Pasal 315) - d. Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal
sebelumnya dalam bab ini, ditambah dengan
sepertiga jika yang dihina adalah seorang pejabat
pada waktu atau karena menjalankan tugasnya yang
sah. (Pasal 316)
77- XIV. Pemberitaan Palsu
- (1). Barang siapa dengan sengaja mengajukan
pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada
penguasa, baik secara tertulis maupun untuk
dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan
atau nama baiknya terserang, diancam karena
melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun. - (2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No.
1-3 dapat dijatuhkan. (Pasal 317)
78- XV. Penghinaan atau pencemaran orang mati
- (1) Barang siapa terhadap seseorang yang
sudah mati melakukan perbuatan yang kalau orang
itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. - (2) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak
ada pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah
maupun semenda dalam garis lurus atau menyimpang
sampai derajat kedua orang yang mati itu, atau
atas pengaduan suami (istrinya). - (3) Jika karena lembaga matriarkhal kekuasaan
bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak,
maka kejahatan juga dapat dituntut atas pengaduan
orang itu. (Pasal 320)
79- (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan atau gambaran
yang isinya menghina bagi orang yang sudah mati
mencemarkan namanya, dengan maksud supaya isi
surat atau gambar itu diketahui atau lebih
diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. - (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut dalam menjalankan pencariannya,
sedangkan ketika itu belum lampau dua tahun sejak
adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena
kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut
haknya untuk menjalankan pencarian tersebut. - (3) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada
pengaduan dari orang yang ditunjuk dalam pasal
319 dan pasal 320, ayat kedua dan ketiga. (Pasal
321)
80- XVI. Pelanggaran hak ingkar
- (1) Barang siapa dengan sengaja membuka
rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah. - (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap
seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dituntut atas pengaduan orang itu. (Pasal 322)
81- XVII. Penadahan Penerbitan dan Percetakan
- a. Barang siapa menerbitkan sesuatu tulisan atau
sesuatu gambar yang karena sifatnya dapat diancam
dengan pidana, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika
- 1. Si pelaku tidak diketahui namanya dan juga
tidak diberitahukan namanya oleh penerbit pada
peringatan pertama sesudah penuntutan berjalan
terhadapnya. - 2. Penerbit sudah mengetahui atau patut menduga
bahwa pada waktu tulisan atau gambar itu
diterbitkan, Si pelaku itu tak dapat dituntut
atau akan menetap di luar Indonesia. (Pasal 483)
82- b. Barang siapa mencetak tulisan atau gambar yang
merupakan perbuatan pidana, diancam dengan pidana
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika
- Orang yang menyuruh mencetak barang tidak
diketahui, dan setelah ditentukan penuntutan,
pada teguran pertama tidak diberitahukan olehnya - 2. Pencetak mengetahui atau seharusnya menduga
bahwa orang yang menyuruh mencetak pada saat
penerbitan, tidak dapat dituntut atau menetap di
luar Indonesia. (Pasal 484)
83- XVIII. Penanggulangan kejahatan
- Pidana yang ditentukan dalam pasal 134-138,
142-144, 207, 208, 310-321, 483 dan 484 dapat
ditambah sepertiga, jika yang bersalah ketika
melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak
menjalani untuk seluruhnya atau sebagian pidana
penjara yang dijatuhkan kepadanya karena salah
satu kejahatan yang diterangkan pada pasal itu,
atau sejak pidana tersebut baginya sama sekali
telah dihapuskan atau jika pada waktu melakukan
kejahatan kewenangan menjalankan pidana tersebut
daluwarsa. (Pasal 488)
84- XIX. Pelanggaran Ketertiban Umum
- Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
bulan, dan atau pidana paling banyak lima belas
ribu rupiah. - Barang siapa mengumumkan isi apa yang ditangkap
lewat pesawat radio yang dipakai olehnya atau
yang ada dibawah pengurusnya, yang sepatutnya
harus diduganya bahwa itu tidak untuk dia atau
untuk diumumkan, maupun diberitahukannya kepada
orang lain jika sepatutnya harus diduganya bahwa
itu akan diumumkan dan memang lalu disusul dengan
pengumuman. - 2. Barang siapa mengumumkan berita yang ditangkap
lewat pesawat penerima radio, jika ia sendiri,
maupun orang dari mana berita itu diterimanya,
tidak berwenang untuk itu. (Pasal 519 bis)
85- b. Diancam dengan pidana kurungan paling lama dua
bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu
rupiah. - 1. Barang siapa ditempat untuk lalu lintas umum
dengan terang-terangan mempertunjukkan atau
menempelkan tulisan dengan judul kulit, atau isi
yang dibikin terbaca maupun gambar atau benda
yang mampu membangkitkan nafsu birahi remaja. - 2. Barang siapa ditempat untuk lalu lintas umum
dengan terang-terangan memperdengarkan isi
tulisan yang mampu membangkitkan nafsu birahi
para remaja.
86- 3. Barang siapa secara terang-terangan atau
diminta menawarkan suatu tulisan, gambar atau
barang yang dapat merangsang nafsu birahi para
remaja maupun secara terang-terang atau dengan
menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk
sebagai bisa didapat, tulisan atau gambar yang
dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja. - 4. Barang siapa menawarkan, memberikan untuk
terus atau sementara waktu, menyerahkan atau
memperlihatkan gambar atau benda yang demikian,
pada seorang yang belum dewasa dan dibawah umur
tujuh belas tahun. Barang siapa memperdengarkan
isi tulisan yang demikian dimuka seseorang yang
belum dewasa dan dibawah umur tujuh belas tahun.
(Pasal 533)
87- c. Barang siapa terang-terangan mempertunjukkan
sesuatu sarana untuk menggugurkan kandungan
maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau
dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk
sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan
yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
88Persoalan Lex Specialis dari Undang Undang Pers
terhadap Hukum Pidana
- Perdebatan apakah Undang - Undang Pers dapat
digunakan sebagai lex specialis dari Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam kasus
pencemaran nama baik, penghinaan dan fitnah,
masih terus berlangsung dan belum menemukan titik
temu.
89- Sementara, jumlah jurnalis yang terkena jerat
pasal itu kian bertambah. Jurnalis dari beberapa
media memang dijerat dengan pasal-pasal pidana
dalam KUHP, khususnya pasal pencemaran nama baik
dan penghinaan akibat berita yang ditulisnya. Hal
itu, ditambah dengan derasnya gugatan perdata
pada media massa.
90- Pendapat bahwa UU Pers merupakan merupakan lex
specialis dari KUH Pidana, dilontarkan oleh Hinca
IP Panjaitan dan Amir Effendi Siregar. Kedua
anggota Dewan Pers yang menjadi pembicara dalam
acara itu secara tegas menyatakan UU Pers
merupakan lex specialis dari KUHP. Artinya,
mereka yang menjalankan tugas jurnalistik, tidak
bisa dijerat dengan pasal-pasal pencemaran nama
baik dalam KUHP.
91- Secara hukum, mereka mendasarkan pandangannya
pada pasal 50 KUHP. Pasal tersebut menyebutkan
bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak
dipidana. Sementara pasal 3 UU Pers menyatakan
salah satu fungsi pers nasional adalah melakukan
kontrol sosial. Karena tugas jurnalistik yang
dilakukan oleh insan pers dianggap sebagai
perintah Undang-undang Pers, maka jurnalis yang
menjalankan tugas jurnalistik itu tidak bisa
dipidana.
92- Argumen lain adalah pasal 310 KUHP yang
menyatakan bahwa pencemaran nama baik bukan
pencemaran nama baik bila dilakukan untuk
kepentingan umum. Berdasarkan pasal 6 UU Pers,
pers nasional melakukan pengawasan, kritik,
koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
93- Bila UU Pers digunakan, menurut Hinca, jika ada
masyarakat yang merasa dirugikan atau dicemarkan
nama baiknya oleh pemberitaan pers, ia harus
menggunakan hak jawabnya dan pers wajib melayani
hak jawab itu. Kalau pers tidak mau memuat hak
jawab tersebut, UU Pers mencantumkan ancaman
denda Rp500 juta. Kalau hak jawab sudah dilayani
utuh, maka problem selesai.Ia mengatakan, setelah
hak jawab digunakan, pihak yang dirugikan tidak
dapat lagi mengajukan gugatan perdata terhadap
pers.
94- Nono Anwar Makarim, Ketua Yayasan Aksara,
penggagas sekaligus pembicara di Law Colloquium,
berbeda pendapat dengan Hinca dan Amir. Ia
menyatakan, sebuah perbuatan, baik direstui oleh
hukum, disuruh oleh hukum, atau tidak dilarang
oleh hukum, harus dilakukan sesuai dengan
peraturan-peraturan yang ada, sesuai dengan
kepatutan dan tidak boleh melanggar hak orang
lain.
95- "Kalau seorang polisi menindak seseorang, itu
sesuai dengan hukum, memang tugas dia untuk
menindak seseorang. Tetapi jika ia pukuli orang
itu sampai pingsan, itu adalah melakukan sesuatu
dengan dukungan UU untuk merugikan orang lain.
Jadi, tidak bisa kita mengatakan ada pasal yang
menyuruh kita melakukan pekerjaan ini, titik.
Tidak bisa, mesti melakukannya sesuai kehendak
hukum juga."
96- Menurut Nono, karena saat ini pasal-pasal
pencemaran nama baik dan penghinaan dalam KUHP
masih berlaku, maka yang seharusnya dilakukan
adalah mengubah KUHP. Apalagi Nono berprinsip,
mengubah KUHP akan membawa kemaslahatan pada
seluruh bangsa Indonesia, ketimbang menyatakan UU
pers sebagai lex specialis, yang hanya bermanfaat
bagi kalangan pers saja. - "Alangkah tidak simpatiknya kalau seandainya pers
hanya memikirkan diri sendiri. sehingga
seandainya anggota pers melakukan sesuatu
perbuatan yang bisa dihukum, ia kemudian boleh
menggunakan hak jawab tapi kalau warga negara
Indonesia yang lain melakukan, ia masuk penjara,"
ujar Nono.
97- Menurutnya, yang mesti dilakukan oleh kalangan
pers, adalah seperti apa yang telah mereka
lakukan selama ini, yaitu membela masyarakat.
Dengan menghapus ketentuan-ketentuan pidana yang
mengkriminalisasi kebebasan berekspresi, termasuk
pasal-pasal pencemaran nama baik, maka peraturan
di Indonesia akan mengarah pada perangkat
peraturan masyarakat beradab.Dikatakan Nono,
kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi
masyarakat merupakan tindakan masyarakat yang
tidak beradab.
98- Namun, Hinca tetap tidak sependapat dengan Nono.
Ia menegaskan,meski melakukan pekerjaan dalam
rangka menjalankan peraturan perundang-undangan--s
eperti dinyatakan dalam pasal 50 KUHP--tidak
berarti jurnalis dapat semena-mena menabrak
peraturan perundang-undangan yang lain. - Hinca menambahkan, sewaktu menjalankan tugas
jurnalistik, wartawan terikat pada UU Pers dan
Kode Etik Jurnalistik. Ini sesuai dengan pasal 7
ayat 2 UU Pers yang menyatakan bahwa wartawan
harus memiliki dan menaati kode etik. Kode etik
menyatakan bahwa wartawan tidak boleh membuat
berita yang memfitnah dan tidak berimbang. "Apa
yang diatur dalam kode etik adalah bagian utuh
dari UU Pers. UU Pers satu paket dengan Kode
Etik.
99- Dalam pandangan Hinca, pengaturan terhadap pers
memang harus eksklusif dan berbeda dengan aturan
bagi masyarat umum. Pasalnya, pekerjaan
jurnalistik adalah bersifat self regulatory,
sehingga untuk menjalankan tugasnya ia harus
dilindungi dengan ketentuan khusus. - Di mata Hinca, berbeda dengan KUHP, paradigma UU
Pers adalah tidak memenjarakan wartawan. "Kalau
pakai KUHP itu sudah aturan publik, padahal
kerja-kerja jurnalistik adalah self regulatory.
Wartawan nyolong, sikat dengan KUHP, tapi waktu
ia menjalankan tugas jurnalistik, harus
diselesaikan dengan cara-cara jurnalistik,
cetus Hinca.
100- Masalahnya, selama ini dalam beberapa tafsir
KUHP, ketentuan pasal 50 itu ditafsirkan hanya
untuk pegawai negeri, khususnya polisi atau
jaksa. Dalam buku Komentar KUHP oleh R. Soesilo
misalnya. Soesilo menafsirkan bahwa yang dimaksud
menjalankan perintah undang-undang dalam pasal 50
KUHP itu adalah pegawai negeri. "Pegawai negeri
yaitu orang yang diangkat oleh negara atau bagian
dari negara untuk melakukan jabatan umum dari
negara atau bagian dari negara itu.
101- Selain perdebatan mengenai pasal 50 KUHP, ada
pula yang berpendapat materi dalam UU Pers
dianggap tidak lengkap, sehingga tidak bisa
dijadikan sebagai lex specialis dari KUHP. - Ketua MA Bagir Manan misalnya, secara tegas
menyatakan UU Pers tidak bisa menjadi lex
specialis bagi KUHP. Alasannya, dalam UU Pers
tidak diatur soal pemidanaan.
102- Pendapat Bagir Dengan menyatakan UU Pers
sebagai lex specialis dari KUHP dalam sebuah
Perma, padahal UU Pers tidak mengatur soal
pidana, di mata Bagir itu seperti menciptakan
sebuah hukum baru. "Dalam UU Pers tidak ada
ketentuan pidananya, lalu apa yang di (lex)
specialiskan.
103- ketiadaan ketentuan pidana itu pula yang membuat
hakim tidak bisa menolak ketika diminta mengadili
jurnalis dengan pasal-pasal KUHP. Bagir
berpendapat, yang harus didorong adalah pembaruan
undang-undang, entah KUHP atau UU Pers. - "Kalau sepakat bahwa pers perlu mendapat
pelayanan khusus dalam pemidanaan, maka diatur
saja, bisa mengubah pasal KUHP atau dimuat dalam
UU Pers".
104- Klaim Bagir bahwa tidak ada ketentuan pidana
dalam UU Pers juga dibantah oleh Hinca.
Menurutnya, tidak betul jika dikatakan dalam UU
Pers tidak ada ketentuan pidana. "Banyak. Yang
saya catat ada sembilan pasal, ucapnya. Ia
menunjuk pasal 5 ayat (1) dan (2), pasal 4 pasal
9, pasal 12 jo pasal 18 UU Pers. Namun, lanjut
Hinca, berbeda dengan KUHP, dalam UU Pers ancaman
hukuman bagi pers yang melakukan kesalahan adalah
pidana denda, bukan penjara. Adapun pidana
penjara ditujukan bagi orang yang
menghalang-halangi kerja jurnalis.
105- Bahwa saat ini UU Pers tidak digunakan oleh
penegak hukum, dikatakan Hinca, itu disebabkan
karena kurangnya sosialisasi UU Pers, selain
karena usianya yang masih muda. Ia mengemukakan,
saat ini tidak ada yang peduli terhadap UU Pers
dan kode etik, termasuk wartawan sendiri. Hinca
berkeyakinan, masalah yang ada saat ini bukanlah
masalah benturan Undang-undang melainkan
pemahaman dan implementasi.
106- Toby Mendel, Direktur Article 19 juga menyuarakan
pendapatnya mengenai lex specialis UU Pers dari
KUHP Dalam makalahnya, menyatakan bahwa
menjadikan UU Pers sebagai lex specialis KUHP
adalah sesuatu yang sulit diterima secara hukum
berdasarkan beberapa alasan.
107- Alasan pertama, dan yang paling utama, UU Pers
tidak menyebutkan soal pencemaran nama baik, dan
sama sekali tidak membahas soal hukum yang sangat
kompleks itu. Seorang hakim, yang diharuskan
mengadili kasus pencemaran nama baik dengan UU
Pers, dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, ia
harus membuat peraturan lagi dari nol, sesuatu
yang sangat sulit legitimasinya dan
pertanggungjawabannya. Atau, ia dapat mengacu
pada ketentuan pencemaran nama baik yang sudah
ada, yang berarti bertentangan dengan ide awal
penggunaan UU Pers.
108- Alasan kedua, kalau UU Pers menjadi lex specialis
bagi media, maka hal yang sama akan terjadi pada
hal lain yang membatasi kebebasan berpendapat.
Misalnya untuk persoalan penyebaran kebencian,
perlindungan terhadap privacy, proteksi terhadap
keamanan nasional dan lain-lain. Implikasi hukum
yang terjadi akan sangat luas. Beberapa bidang
hukum akan terhapus dan digantikan dengan
ketidakpastian hukum.
109- Ketiga, tidak terlihat sedikitpun indikasi, baik
dari UU Pers maupun dari catatan-catatan selama
penyusunan undang-undang tersebut yang
mengindikasikan bahwa UU Pers memang ditujukan
sebagai lex specialis. Menurutnya, sangat sulit
untuk menyatakan bahwa UU Pers sebagai lex
specialis, sementara UU Pers sendiri tidak
mengindikasikan hal tersebut.
110- Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Tempo yang
dituntut dua tahun penjara karena pasal
pencemaran nama baik, perubahan KUHP adalah
sebuah solusi jangka panjang. Padahal saat ini,
korban dari pihak pers terus berjatuhan sehingga
diperlukan penyelesaian cepat yang mujarab.
Penetapan UU Pers sebagai lex specialis KUHP
mungkin merupakan solusi yang cepat dan cespleng.
111- Prof. Muladi berpendapat, bahwa delik pers perlu
diatur dalam RUU ini. Menurut Muladi, selama ini
kalau (suatu perbuatan,red) bukan dilakukan oleh
pers menjadi tindak pidana dan kalau dilakukan
oleh pers menjadi bukan tindak pidana.
Seolah-oleh pers kebal hukum. Padahal pers sama
dengan masyarakat umum, sesuai azas equality
before the law, kata mantan Menteri Kehakiman di
era Presiden Habibie ini. - Menurut Muladi, dalam Undang-Undang No.40/1999
tentang Pers, tidak diatur mengenai delik pers.
Undang-Undang tersebut hanya mengatur
administrasi, bukan pidana. Tapi, menurut Muladi,
sebelum sampai ke delik pers harus sudah ditempuh
hak jawab dan koreksi terlebih dahulu.
112- Praktisi hukum Adnan Buyung Nasution sependapat
dengan Muladi. Menurut Buyung, tidak bisa pers
tidak punya tanggung jawab pidana. Menurutnya,
Undang-Undang No.40/1999 terlalu sempit untuk
menjangkau delik pers. Pers bukan Superman yang
tidak bisa dijangkau hukum. Undang-Undang Pers
hanya mengatur hak jawab, sementara hal lain
belum diatur dan belum dijangkau.
113- Seharusnya sebagai konsekuensi dari berlakunya
asas lex specialis derogat lex generalis (hukum
yang lebih khusus mengalahkan hukum yang lebih
umum), maka terdapat beberapa ketentuan dalam
KUHP yang diatur secara khusus pada peraturan
undang undang terkait, semisal dalam Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang - Undang
No. 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi, yaitu ketentuan mengenai
114- Pasal 209 dan 210 KUHP, Bab VIII mengenai
Kejahatan terhadap Penguasa Umum - Pasal 387 atau 388 KUHP, Bab XXV mengenai
Penipuan - Pasal 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan
435 KUHP, Bab XXVIII mengenai Kejahatan Jabatan.
115- Dengan telah diaturnya secara khusus ketentuan
KUHP dimaksud didalam UU No. 31/1999 juncto UU
No. 21/2001 maka sebagai akibat hukumnya adalah
dicabutnya keberlakuan dari pasal-pasal KUHP di
atas. - Hal ini jelas berbeda dengan ketentuan Undang
Undang Pers yang sama sekali tidak memiliki
kaitan khusus dengan KUHP terutama mengenai Delik
Pers.
116THE END