Title: AGRIBISNIS BERBASIS SAPI POTONG DAN PERAH DI INDONESIA
1 AGRIBISNIS BERBASIS SAPI POTONG DAN PERAH DI
INDONESIA
2 AGRIBISNIS SAPI POTONG
3Pokok bahasan
- Latar belakang agribisnis sapi potong
- Bisnis sapi potong sebagai suatu sistem
agribisnis - Kinerja agribisnis sapi potong di Indonesia
- Strategi pengembangan agribisnis sapi potong
- Bisnis sapi potong menghadapi globalisasi dan
perubahan pasar
4Latar belakang agribisnis sapi potong
- Pengembangan agribisnis sapi potong di Indonesia
masih sangat minim - Penyediaan daging sapi di Indonesia masih
dipenuhi oleh peternak rakyat skala kecil, hanya
sebagai usaha sambilan. - Investasi swasta baru muncul pada tahun 1990 pada
usaha penggemukan (fattening) dan perdagangan
sapi - Rendahnya efisiensi reproduksi, menyebabkan
pertumbuhan populasi sapi potong di Indonesia
rendah.
5Sistem agribisnis sapi potong
6Sistem agribisnis sapi potong
7Subsistem agribisnis hulu (Input)
- Pasokan pakan
- Berkembangnya kawasan peternakan sapi potong ?
pola pemeliharaan semakin intensif - Peningkatan kebutuhan pakan, kuantitas, kualitas
dan kontinuitas - Peningkatan lahan pangonan, penggembalaan, daerah
aliran sungai, perkebunan, kehutanan - Teknologi pengawetan hijauan, hay, silage,
fermentasi dll. - Diseminasi inovasi melalui pendekatan
tekno-sosio-ekonomi ? rekayasa social - Pasokan Sapi
- Ketergantungan impor sapi dan daging
- Perlu upaya pembibitan di Indonesia
- Pertumbuhan pembibitan harus lbh besar dr
pertumbuhan pemotongan - Pencegahan penjualan betina keturunan IB
- Pasokan bibit hasil IB
8Subsistem agribisnis hulu (Input)
- Straw semen
- Penyebaran melalui dinas peternakan
- Untuk lokasi terpencil/terisolir, kelancaran
terhambat, pengaturan pengadaan tidak efektif - Berkurangnya kemampuan pemerintah untuk, subsidi
straw semen -
- Penyediaan obat-obatan
- Kebutuhan obat cacing dan vitamin
- Vaksin disediakan pemerintah
9Subsistem agribisnis budidaya
- Peternak rakyat skala 2-5 ekor
- Semi intensif 5 10 ekor, Intensif gt 10 ekor
- Ekstensif /digembalakan ? perkawinan IB dan alam
? S/C rendah ? perlu pejantan unggul - Program IB terprogam untuk mencegah inbreeding
- Pendapatan peternak rakyat rendah, tidak
berorientasi komersil - Masalah
- Produktivitas rendah CI tinggi, pubertas lambat,
angka kematian pedet tinggi - PBB relative rendah (0,2-0,4 kg/ekor/hari) ?
bibit, pakan, penyakit, manajemen - Insentif ekonomi rendah (negative) ? minat
pembibitan jadi rendah - Sumberdaya yang tersedia belum dimanfaatkan
secara optimal
10Subsistem agribisnis hilir (Pengolahan dan
Pemasaran)
- Tergantung preferensi konsumen
- Hampir 60 prod daging diserap industri
pengalengan dan pengusaha baso - Kulit diserap oleh industri tas dan sepatu
- Kelembagaan peternak ? produsen, bandar, pemotong
(konsumen jagal) - Pasar cenderung monopsoni atau oligopsoni
- Subsistem Pendukung
- Infrastruktur jalan
- Infrastruktur komunikasi
- Kapasitas kelembagaan (teknologi, modal posisi
tawar di pasar) - Kelembagaan kelompok ? inovasi teknologi
- Tingkat penerapan teknologi ? IB, pakan
11Kinerja Agribisnis sapi potong di Indonesia
- Penyediaan daging sapi di sebagian besar
disediakan oleh peternakan rakyat. - Sampai saat ini masih sedikit sektor swasta yang
investasi di bisnis ini, kecuali impor daging dan
bakalan. - Penyediaan sarana dan prasarana pengembangan
masih disediakan pemerintah (Pembibitan oleh BIB,
RPH), belum ada swasta yang bergerak disini. - Pemerintah dihadapkan dilematis antara
kepentingan produsen dan konsumen (kalo
membebaskan impor akan menguntungkan konsumen
namun merugikan produsen/peternak, kalo membatasi
impor maka akan menguntungkan peternak namun
merugikan konsumen karena harga tidak bebas).
12Strategi pengembangan agribisnis sapi potong di
Indonesia
- Untuk mempercepat pengembangan agribisnis sapi
potong, tidak dapat mengandalkan peternak rakyat.
Peran serta pengusaha swasta sangat diperlukan. - Pengusaha dengan pola kemitraan dengan peternak
rakyat - Pada pola ini, usaha peternak rakyat diperbesar
skala pemeliharaannya sehingga menjadi usaha
pokok penghasil bakalan bahkan sampai
penggemukan. - Sementara usaha pemotongan, perdagangan daging
sapi dan industri makanan ditangani oleh
pengusaha. - Pengusahaan dengan pola integrasi vertikal
- Pada pola ini, pengusaha mengembangkan suatu
pembibitan (ranch) sebagai sumber bakalan, usaha
penggemukan, pemotongan, perdagangan yang
terintegrasi secara vertikal.
13Bisnis sapi potong menghadapi globalisasi dan
perubahan pasar
- Berbagai kebijakan proteksi perdagangan seperti
tarif, subsidi, kuota dan berbagai bentuk
hambatan non tarif lainnya yang popular membatasi
perdagangan internasional di masa lalu akan
dihapus atau diminimumkan. - Penghapusan bentuk-bentuk proteksi tersebut akan
membawa perubahan pada pasar daging sapi
internasional. - Perubahan pasar daging sapi juga terjadi akibat
perubahan fundamental dalam preferensi konsumen. - Adanya perubahan gaya hidup serta makin
terbatasnya waktu yang tersedia bagi ibu rumah
tangga telah menyebabkan pergeseran permintaan
bahan makanan dari yang siap untuk dimasak (ready
to cook) kepada yang siap untuk dikonsumsi (ready
to eat). - AKibatnya makin marak konsumen industri makanan
cepat saji seperti Pizza hut, McDonalds,
Hoka-hoka Bento, Wendys
14Bisnis sapi potong menghadapi globalisasi dan
perubahan pasar
- Perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam
jangka pendek - Pasar daging sapi dan produknya akan terbuka di
setiap negara dan dapat dimasuki dengan mudah
oleh setiap negara tanpa hambatan berarti. - Konsumsi daging sapi negara importir akan
meningkat, karena konsumsi daging yang masih
rendah perkapita/tahun. Hal ini karena
peningkatan daya belinya. Diperkirakan negara
Asia Timur dan Tenggara. - Dalam jangka panjang
- Peningkatan permintaan daging sapi menyebabkan
peningkatan harga. - Peningkatan ini akan menyebabkan peluang bisnis
baru bagi negara-negara yang memiliki potensi
untuk pengembangan sapi potong seperti
Indonesia, China.
15 AGRIBISNIS SAPI PERAH
16Pokok Bahasan
- Latar belakang agribisnis sapi perah
- Agribisnis sapi perah di Indonesia
- Sistem agribisnis sapi perah
- Pola pengembangan agribisnis sapi perah
- Potensi dan lokasi pengembangan agribisnis sapi
perah - Bisnis sapi perah menghadapi globalisasi dan
perubahan pasar
17Latar belakang agribisnis sapi perah
- Peternakan sapi perah di Indonesia sejak abad ke
19 oleh Belanda - Pada jaman penjajahan Jepang terbengkalai dan
akhirnya dipelihara oleh rakyat - Pada tahun 1949 tumbuh organisasi yang membina
peternak yaitu Gabungan Petani Peternak Sapi
Perah Pengalengan (GAPPSIP). - Sekarang dalam wadah Gabungan Koperasi Susu
Indonesia (GKSI) - Kondisi persusuan 2009 terjdi penurunan harga
susu mulai awal 2009 (Rp.500 -600/lt)
18Agribisnis sapi perah di Indonesia
- Produksi susu segar (90) dihasilkan oleh usaha
rakyat (2 3 ekor/peternak) dan umumnya menjalin
kerjasama kemitraan dalam bentuk koperasi susu - Bahan baku susu 70 lebih masih mengandalkan
impor - Jumlah 90.000 peternak dan menyerap tenaga kerja
cukup besar di atas 250.000 jiwa, sewajarnya
bila pemerintah melindungi peternak sapi perah. - Dukungan pemerintah dalam agribisnis persusuan
- (1) gerakan minum susu mulai tahun 1970-an
- (2) gerakan Koperasi Susu dalam wadah GKSI th
1979 - (3) memberi kesempatan investasi industri
pengolahan susu dan tahun 1979 tercatat 7 pabrik
besar yang mengolah susu segar.
19Agribisnis sapi perah di Indonesia
- Titik awal perkembangan pemasaran susu dimulai
dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama tiga
menteri tahun 1982 yang sekaligus menjadi entry
point dalam pengembangan koperasi persusuan di
Indonesia. (mewajibkan semua Industri Pengolah
Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak
rakyat). - Perkembangan persusuan hanya 5/tahun.
- Lambatnya perkembangan ini akibat kurang
mendukungnya kebijakan pemerintah yang berpihak
pada petani. Yaitu dengan dicabutnya kebijakan
wajib serap susu lokal oleh IPS membuat
terjadinya kehancuran persusuan nasional akibat
pemerintah menandatangi LOI dengan IMF,
sehingga IPS bebas menggunakan bahan baku melalui
impor susu (bea masuk bahan susu 0).
20Agribisnis sapi perah di Indonesia
- Jika asumsi tahun 2010 populasi penduduk
Indonesia mencapai 240 juta orang, laju
pertumbuhan penduduk 1,5 per tahun serta laju
pertumbuhan sapi perah 10 per tahun akan
dihasilkan susu 750.000800.000 ton per tahun - total konsumsi susu tahun 2010 akan mencapai
2.400.000 ton per tahun - untuk mencapai Indonesia Kolam Susu harus
diproduksi bibit sapi perah sebanyak 100 ribu
ekor, sehingga diperoleh angka ideal populasi
susu sapi perah sebanyak 500.000 600.000. - Orang Indonesia, rata-rata mengkonsumsi susu
hanya 4 kilogram/ perkapita/ tahun - Target tingkat konsumsi susu mencapai 12,5
kg/tahun, atau setara konsumsi gizi 1,0 gram per
kapita/tahun.
21Sistem agribisnis sapi perah
22Pola pengembangan agribisnis sapi perah
23Potensi pengembangan agribisnis perah di
Indonesia
-
- Produksi susu dalam negeri hanya mampu memasok
30 dari kebutuhan susu nasional (masyarakat dan
Industri Pengolahan Susu), sedangkan sisanya 70
diimpor dari luar negeri (net importir). - Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan
peningkatan pendapatan masyarakat, perkembangan
konsumsi susu pada periode yang sama mengalami
peningkatan sebesar 48,09 - Dilaksanakan kesepakatan bersama antara IPS
dengan Gabungan Kopersi Susu Indonesia (GKSI)
tahun 1988 tentang Pengembangan Usaha Persusuan
Nasional yang intinya pihak IPS dan pihak GKSI
24Lokasi potensial pengembangan sapi perah
- Lokasi yang potensial untuk pengembangan usaha
sapi perah yaitu - Provinsi Sumatera Utara (Tapanuli Utara dan
Karo), Sumatera Barat (Padang Panjang), Bengkulu
(Rejang Lebong), Jambi (kodya Jambi), Sumatera
Selatan (Muara Enim), Lampung (Tanggamus, Lampung
Barat), - Jawa Barat (Bandung, Garut, Kuningan, Bogor,
Sumedang, Majalengka, Cianjur, Sukabumi), Jawa
Tengah (Boyolali, Semarang, Salatiga, Klaten,
Ungaran, Banyumas, Wonosobo, Surakarta),
Yogyakarta (Sleman). - Kalimantan Selatan (Banjar), Kalimantan Timur (
Kutai) - Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat).
25Agribisnis sapi perah menghadapi globalisasi dan
perubahan pasar
- Adanya pengesahan Agreement Establishment The
World Trade Organization (WTO), maka Indonesia
harus mengikuti semua bentuk perdagangan dunia
menuju pasar global, sesuai dengan tahapan waktu
yang telah ditentukan. - Dengan terbentuknya WTO, maka di satu sisi segala
bentuk hambatan dalam perdagangan internasional
dihapuskan, sedangkan di sisi lain muncul
upaya-upaya proteksionisme oleh negara-negara
anggota WTO yang masih menginginkan perlindungan
tertentu bagi ekonomi nasionalnya dengan
menerapkan pengaturan yang ketat terhadap
perdagangannya. - Persetujuan di bidang pertanian-WTO meliputi
empat aspek pokok, yaitu - 1) ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah
akses pasar, 2) subsidi ekspor, dan 3) subsidi
domestik serta 4) ketentuan masalah kebijaksanaan
Sanitary and Phytosanitary (Perlindungan Terhadap
Kesehatan atau Kehidupan Manusia, Hewan, dan
Tumbuh-tumbuhan menurut Hukum WTO) .