HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS - PowerPoint PPT Presentation

About This Presentation
Title:

HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS

Description:

Terserah pada praktek & hanya dapat ... Kriminalistik Ilmu Forensik/kedokteran kehakiman Psikiatri ... UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ... – PowerPoint PPT presentation

Number of Views:853
Avg rating:3.0/5.0
Slides: 150
Provided by: Topo7
Category:
Tags: hpi | hukum | pidana | sks | undang

less

Transcript and Presenter's Notes

Title: HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS


1
HUKUM PIDANAHPI 101023 SKS
  • TIM PENGAJAR HUKUM PIDANA
  • FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
  • Depok, 30 Januari 2009

2
KULIAH 1
  • Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
  • Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia

3
SIFAT DAN TEMPAT HUKUM PIDANA
  • HUKUM PIDANA ADALAH HUKUM SANKSI ISTIMEWA
  • HUKUM PIDANA SEBAGAI HUKUM PUBLIK (privat ke
    publik)
  • Mengatur hubungan antara individu dengan
    masyarakatnya sebagai masyarakat

4
  • Hukum pidana dijalankan untuk kepentingan
    masyarakat
  • Dan hanya dijalankan dalam hal kepentingan
    masyarakat benar-benar memerlukan (ultimum
    remedium)
  • Penuntutan tidak diserahkan kepada si korban
  • Hubungan hukum bukan koordinasi tetapi adalah
    subordinasi antara pelaku dengan pemerintah

5
Pengertian Hukum Pidana Prof. Moeljatno
  • Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum
    yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan
    dasar-dasar dan aturan untuk
  • 1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak
    boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman
    atau sanksi berupa pidana tertentu bagi
    barangsiapa melanggar larangan tsb ? Criminal
    Act
  • 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
    mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu
    dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana
    yg telah diancamkan ? Criminal Liability/
    Criminal Responsibility

6
  • 1) dan 2) Substantive Criminal Law / Hukum
    Pidana Materiil
  • 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
    pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
    yang disangka telah melanggar larangan tsb. ?
    Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
  • 4) menentukan bagaimana cara hukuman sanksi
    dilaksanakan eksekusi/penintensier

7
Pengertian Hukum Pidana Prof. Pompe
  • Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum
    yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa
    yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
    macamnya pidana/sanksi itu

8
Pengertian Hukum Pidana Prof. Simons
  • Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah
    dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara
    dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana)
    barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya
    aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi
    akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan
    untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan
    pidana tersebut.

9
Pengertian Hukum Pidana Prof. Van Hamel
  • Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan
    aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
    menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde)
    yaitu dengan melarang apa yang bertentangan
    dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa/derita
    hukuman /sanksi kepada yang melanggar
    larangan-larangan tersebut

10
Ilmu Hukum Pidana Ilmu-ilmu bantu lainnya
  • Kriminologi
  • Kriminalistik
  • Ilmu Forensik/kedokteran kehakiman
  • Psikiatri Kehakiman
  • Sosiologi Hukum
  • Psikologi hukum

11
KUHP dan Sejarahnya
  • Andi Hamzah
  • - Jaman VOC
  • - Jaman Hindia Belanda
  • - Jaman Jepang
  • - Jaman Kemerdekaan
  • Utrecht
  • -Jaman VOC
  • -Jaman Daendels
  • -Jaman Raffles
  • -Jaman Komisaris Jenderal
  • -Tahun 1848-1918
  • -KUHP tahun 1915 -sekarang

12
Jaman VOC
  • Hukum kapal (hukum disiplin)
  • Statuten van Batavia 1650
  • Hk. Belanda kuno
  • Asas2 Hk. Romawi
  • Asas konkordansi Psl. 131 Ayat (2) sub a IS
  • Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat
  • mis. Pepakem Cirebon

13
Jaman Daendels
  • Tahun 1798 VOC dibubarkan
  • Tahun 1810 Peraturan mengenai hukum dan peradilan
    Zemenstel hukum adat mendapat lebih perhatian.
  • GolongaN Eropa berlaku STATUTA BETAWI BARU
  • Golongan hukum Indonesia berlaku hukum adat
  • Perlakuan hukum adat yang terbatas

14
Muncul hukuman yang ganas
  • Plakat 22 April 1808
  • dibakar hidup terikat pada suatu tiang
  • dimatikan dengan mempergunakan keris
  • di cap bakar
  • Dipukul dengan rantai
  • Dimasukkan dalam penjara
  • Bekerja paksa

15
Jaman Raffles
  • Dalam banyak hal terjadi peringanan hukuman
  • Perhatian besar terhadap hukum adat
  • Perlakuan hukum adat yang terbatas
  • Hukum adat hukum Islam

16
Jaman Hindia Belanda
  • Dualisme dalam H. Pidana
  • 1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55)
    --gt Orang Eropa
  • 2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --gt Orang
    Indonesia Timur Asing
  • kodifikasi
  • Unifikasi
  • Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie
    (kopi dari Ned Straftwetboek)
  • - Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku
    1/1/1918 disertai
  • - Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497)
    mengatur peralihan dari H. Pidana lama --gt H.
    Pidana baru.

17
Jaman Jepang
  • WvSI masih berlaku
  • Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku
    7/3/1942
  • H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan

18
Jaman Kemerdekaan
  • UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan
  • Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih
    berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
    UUD ini

19
Jaman Kemerdekaan
  • UU No. 1 Tahun 1946 Penegasan tentang Hukum
    Pidana yang berlaku di Indonesia
  • Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
  • PP No. 8 Tahun 1946 Berlaku di Sumatera
  • UU No. 73 Tahun 1958 Undang-undang tentang
    menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang
    Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI
    dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana

20
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
  • KUHP (beserta UU yang merubah menambahnya)
  • UU Pidana di luar KUHP
  • Ketentuan Pidana dalam Peraturan
    perundang-undangan non-pidana

21
KUHP
  • Buku I Ketentuan Umum (Pasal 1 Pasal 103)
  • Pasal 103 ? Ketentuan-ketentuan dalam Bab I
    sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi
    perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
    perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana,
    kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain
  • Buku II Kejahatan (Pasal 104 488)
  • Buku III Pelanggaran (Pasal 489 569)

22
SUMBER HUKUM PIDANA MATERIILDI INDONESIA
  • MELAWAN HUKUM FORMIL DAN MATERIIL
  • HUKUM PIDANA FORMIL (TERTULIS)
  • PERUNDANG-UNDANG
  • HUKUM PIDANA MATERIIL (TIDAK TERTULIS)
  • HUKUM PIDANA YANG HIDUP DAN BERKEMBANG DI
    MASYARAKAT (HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA
    ADAT)

23
SUMBER HUKUM HUKUM PIDANA FORMIL (TERTULIS)DI
INDONESIA
  1. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
  2. UNDANG-UNDANG YANG MERUBAH/MENAMBAH KUHP
  3. UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA KHUSUS
  4. ATURAN-ATURAN PIDANA YANG TERDAPAT DI DALAM
    UNDANG-UNDANG YANG BUKAN UNDANG-UNDANG HUKUM
    PIDANA

24
UNDANG-UNDANG YANG MERUBAH/MENAMBAH KUHP
  1. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG
    PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA BAGI INDONESIA
  2. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1946 PENAMBAHAN
    JENIS PIDANA BARU PIDANA TUTUPAN
  3. UNDANG-UNDANG NOMOR 73 TAHUN 1958 MEMBERLAKUKAN
    UU NOMOR 1 TAHUN 1946 BAGI SELURUH WILAYAH
    INDONESIA JUGA PENAMBAHAN PASAL 52A, PASAL 142A
    DAN PASAL 154A

25
4. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1960, MERUBAH
SANKSI PIDANA THD PASAL 188359 DAN 360 KUHP
(DELIK CULPA) MENJADI SETINGGI-TINGGINYA 5
TAHUN5. PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1960 TENTANG
PENYESUAIAN NILAI MATA UANG KELIPATAN 15 DAN
MENGGANTI GULDEN MENJADI RUPIAH6. UNDANG-UNDANG
NOMOR 2 PNPS TAHUN 1964 TENTANG PELAKSANA HUKUMAN
MATI DENGAN CARA DITEMBAK TIDAK LAGI DIGANTUNG
26
7. UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PASAL
542 MENJADI DELIK KEJAHATAN DAN PENAMBAHAN SANKSI
PASAL 303 KUHP MENJADI PIDANA PENJARA MAKSIMAL 10
TAHUN8. UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1976
TENTANG PENAMBAHAN KEJAHATAN DALAM
PENERBANGAN9. UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 1999
TENTANG PERUBAHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PIDANA YANGBERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP
KEAMANAN NEGARA
27
UU Pidana di luar KUHP
  • UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah
    dihapus)
  • UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo
    UU No. 31/1999
  • UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955
  • Perpu 1/2002 ? UU 15/2003 Anti Terorisme
  • UU Money Laundering (TIPPU) UU 15/2002 UU
    25/2003

28
Contoh UU non pidana yang memuat sanksi pidana
  • UU Lingkungan
  • UU Pers
  • UU Pendidikan Nasional
  • UU Perbankan
  • UU Pajak
  • UU Partai Politik
  • UU pemilu
  • UU Merek
  • UU Kepabeanan
  • UU Pasar Modal

29
Hukum Pidana Umum Khusus
  • H. Pidana Umum
  • 1. H.Pidana sipil
  • 2. KUHP UU yg merubah menambahnya
  • 3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP, TPE,TPK,
    TPS, dll)
  • H. Pidana Khusus
  • 1. H. Pidana militer
  • 2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer,
  • 3. UU non pidana yg. Bersanksi pidana

30
KULIAH 2
  • Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu
  • Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

31
Pasal 1 KUHP
  • (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali
    berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
    pidana yang telah ada sebelumnya.
  • (2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan
    sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
    terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
    menguntungkan .

32
ASAS YG TERCAKUP DLM PASAL 1 (1) KUHP
  • Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege
    poenali
  • Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan
    yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang
    bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat
    suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu

33
Asas-asas dalamPasal 1 ayat (1 ) KUHP
  • 1. Asas Legalitas
  • 2. Asas Larangan berlaku surut
  • 3. Asas Larangan
  • penggunaan Analogi

34
ASAS LARANGAN BERLAKU SURUT
  • Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak
    ke belakang
  • X ?--------- UU Pidana -------------?

35
Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan
  • Nasional
  • Ps 28i UUD 1945
  • Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
  • Internasional
  • Ps 15 (1) hukum tidak berlaku surut
  • dan (2) ?pengecualian dalam kejahatan menurut
    hukum kebiasaan international ICCPR
  • Ps 22, 23, dan 24 ICC

36
Pengecualian Larangan Berlaku Surut
  • Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000
  • Perpu 1/2002 2/2002 ? UU 15/2003 UU 16/2003

37
Ps 28i UUD 1945
  • hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
    berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
    dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

38
UU No. 39/ 1999 ttg HAM
  • Ps 18 (2)
  • Setiap orang tidak boleh dituntut untuk
    dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan
    suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada
    sebelum tindak pidana itu dilakukan
  • Ps 18 (3)
  • Setiap ada perubahan dalam peraturan
    perundang-undangan maka berlaku ketentuan yang
    paling menguntungkan bagi tersangka

39
UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku
surut ?)
  • (1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg.
    Terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa
    dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc.
  • (2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud
    dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia
    berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan
    presiden.
  • Penjelasan Ps 43 (2)
  • Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya
    Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan
    pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang
    berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti
    tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya
    undang-undang ini.

40
UU Anti Terorisme dan Putusan MK
  • MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU
    Anti Terorisme krn bertentangan dengan UUD 1945
  • Kenapa UU Pengadilan HAM berlaku surut? Dan
    Perppu Terorisme dinyatakan berlaku surut?
    (mengacu pada putusan MK)

41
PENAFSIRAN ANALOGI
  • Penafsiran
  • Otentik
  • Sistematis
  • Gramatikal
  • Historis
  • Sosiologis
  • Teleologis
  • Ekstensif
  • Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?
  • Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik
    di Gravenhage)
  • Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919
    (pencurian sapi)
  • Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van
    Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel)

42
Pendapat Scholten (dan juga Utrecht)
  • Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara
    penafsiran ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal
    itu hakim membuat konstruksi , yaitu membuat
    (mencari) suatu pengertian hukum yang lebih
    tinggi. Hakim membuat suatu kaidah yang lebih
    tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa
    ketentuan yang mempunyai kesamaan.
  • Mis.
  • Mengambil mengadakan suatu perbuatan yang
    bermaksud memindahkan sesuatu benda dari tangan
    yang satu ke tangan yang lain

43
Pendapat Scholten (dan Utrecht)
  • PENAFSIRAN EKSTENSIF
  • Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih
    tinggi sehingga perkara yang bersangkutan
    termasuk juga di dalamnya
  • ANALOGI
  • Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke
    dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi

44
Pasal 1 ayat (2) KUHP
  • -------------------------------gt
  • UU Perbuatan Perubahan UU
  • Perubahan UU ? .
  • Teori (1) Teori formil (2) Teori materiil
    terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas
  • Paling menguntungkan ? ..
  • Terserah pada praktek hanya dapat ditentukan
    untuk masing2 perkara sendiri (in concreto). Hal
    ini tidak dapat ditentukan sec. Umum (in
    abstracto)
  • Periksa Utrecht h.228

45
Perubahan UU yg dimaksud Pasal 1 (2) KUHP
  • Teori Formil Ada perubahan undang-undang kalau
    redaksi undang-undang pidana berubah (simons)
  • ? ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps
    295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23 ? 21 tahun dlm BW
  • Teori Materiil Terbatas Tiap perubahan sesuai
    dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum
    pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh
    diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)
  • Teori Materiil tidak Terbatas tiap perubahan
    baik dalam perasaan hukum dari pembuat
    undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu
    boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam
    undang-undang
  • ? Sesuai HR 5 Des 1921

46
Perubahan kesadaran/perasaan hukum
  • Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu perbuatan
  • Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan
  • Diperberat/diperingan pidana atas suatu
    perbuatan.
  • (Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan
    MA, dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)

47
Tempus delicti penting diketahui dalam hal2
  • Kaitannya dg Ps 1 KUHP
  • Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
  • Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak
    pidana anak Ps 45,46,47 KUHP atau UU Pengadilan
    Anak

48
Teori2 Tempus Delicti
  • 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
    lichamelijke daad)
  • 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer
    van het instrumen)
  • 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
  • 4. Teori waktu yg jamak (de leer van de
    meervoudige tijd)

49
Teori2 Locus Delicti
  • 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
    lichamelijke daad)
  • 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer
    van het instrumen)
  • 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
  • 4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de
    meervoudige tijd)

50
Locus delicti penting diketahui dalam hal2
  • Hukum pidana mana yang akan diberlakukan
  • - H. Indonesia atau H. negara lain
  • Kompetensi relatif suatu pengadilan
  • - contoh PN Jakarta Selatan atau PN Bogor

51
Teori mana yg dipilih ?
  • Van Hamel, Simons
  • Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang
    hendak diselesaikan
  • Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer
  • Mempergunakan 3 teori sec teleologis
  • Periksa buku Utrecht hal 239

52
Surabaya Semarang Cirebon---- racun --gt
----diminum ---gt ----- mati A --gt B B
B
  • Meervoudige locus delicti
  • Hakim diberi kemerdekaan memilih diantara 3 locus
    delicti ini
  • Lihat --gt Keputusan Hoge Raad 2/1/1923 w.Nr.1108

53
Asas2 Berlakunya Hukum Pidana (1)
  • Asas Teritorialitas/ wilayah
  • Ps 2 --gt Ps 3 KUHP --gt Ps 95 KUHP , UU No
    4/1976
  • Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan Ps 4 1,2
    dan 4 --gt Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU
    No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999
  • Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif
  • Ps 5 KUHP --gt Ps 7 KUHP --gt Ps 92 KUHP
  • Asas Universalitas
  • Ps 4 2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
  • melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas
    negara atau uang kertas Bank

54
Asas2 berlakunya H. Pidana Beberapa masalah !
  • Wilayah Indonesia ?
  • Kapal
  • a) kapal Indonesia
  • b) kapal perang
  • c) kapal dagang
  • Asas Universalitas
  • - Kejahatan Terorisme ?
  • - Kejahatan HAM berat ?

55
UU No.43/2008
  • Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
    selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah
    salah satu unsur negara yang merupakan satu
    kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman,
    perairan kepulauan dan laut teritorial beserta
    dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang
    udara di atasnya, termasuk seluruh sumber
    kekayaan yang terkandung di dalamnya.

56
Batas Wilayah
  • Pasal 5
  • Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar
    laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di
    atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian
    bilateral dan/atau trilateral mengenai batas
    darat, batas laut, dan batas udara serta
    berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
    hukum internasional.
  • Pasal 6
  • (1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 5, meliputia. di darat berbatas
    dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini,
    dan Timor Leste
  • b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara
    Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor
    Leste dan
  • c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di
    darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa
    luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum
    internasional.
  • (2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), termasuk titik-titik koordinatnya
    ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral
    dan/atau trilateral.
  • (3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan
    dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas
    Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan
    peraturan perundang-undangan dan hukum
    internasional.

57
Asas2 Berlakunya H. Pidana Pengecualian (2)
  • Ps 9 KUHP Hukum publik internasional membatasi
    berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
  • Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana Sesuai
    perjanjian Wina 18/4/1961
  • Yg memiliki imunitas
  • 1) Kepala-kepala negara keluarganya (sec.
    resmi, bukan incognito/singgah)
  • 2) Duta negara asing keluarganya --gt konsul
    tergantung traktat antar negara.
  • 3) Anak buah kapal perang asing termasuk awak
    kapal terbang militer
  • 4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah
    negara atas persetujuan negara

58
  • Menurut perjanjian Wina 18/4/1961, maka keluarga
    termasuk memiliki imunitas (hak eksteritorial)
  • Untuk ketua organisasi internasional biasanya
    dilindungi (tergantung traktat antar negara).

59
KULIAH 3
  • Istilah
  • Definisi
  • Cara Merumuskan Tindak Pidana
  • Subjek Tindak Pidana
  • Unsur-Unsur Tindak Pidana

60
Tindak Pidana Istilah
  • Strafbaar feit
  • Perbuatan pidana
  • Peristiwa pidana
  • Tindak pidana
  • Delict / Delik
  • Criminal act
  • Jinayah

61
Tindak Pidana Definisi
  • Simons kelakuan yg diancam dg pidana, yg
    bersifat melawan hukum yg berhubungan dg
    kesalahan dilakukan oleh orang yg mampu
    bertanggung jawab
  • Van Hamel kelakuan manusia yg dirumuskan dalam
    UU, melawan hukum, yg patut dipidana dilakukan
    dg kesalahan
  • Vos suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an
    diberi pidana jadi suatu kelakuan manusia yg
    pada umumnya dilarang diancam dengan pidana

62
Aliran Monistis ...Aliran Dualistis ..
63
Aliran Monistis
  • Tidak memisahkan antara perbuatan dan
    pertanggungjawaban
  • Dalam rumusan tindak pidana sekaligus tercakup
    unsur perbuatan/akibat dan unsur
    kesalahan/pertanggungjawaban

64
Aliran Dualistis
  • Tindakan/perbuatan dari manusia
  • Memisahkan secara tegas antara perbuatan (pidana)
    dan pertanggungjawaban
  • Dalam rumusan tindak pidana hanya tercantum unsur
    perbuatan/akibat tanpa unsur kesalahan/pertanggu
    ngjawaban

65
Tindak Pidana Pada dasarnya ada 3 cara
merumuskan Tindak Pidana
  • Disebutkan unsur-unsurnya disebut
    kualifikasinya --gt mis, Ps 362 KUHP
  • disebutkan kualifikasinya tanpa disebut
    unsur-unsurnya --gt mis. Ps 297, Ps 351
  • disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut
    kualifikasinya --gt mis. Ps 106, Ps 167, Ps 209

66
(No Transcript)
67
(No Transcript)
68
(No Transcript)
69
Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana
  • Pasal 362 KUHP
  • barangsiapa
  • mengambil
  • barang
  • - yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain
  • dengan maksud memiliki
  • secara melawan hukum
  • Pasal 338 KUHP
  • barangsiapa
  • dengan sengaja
  • menghilangkan nyawa orang lain

70
Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana
  • Pasal 285
  • barangsiapa
  • dengan kekerasan atau
  • ancaman kekerasan
  • memaksa
  • seorang wanita
  • bersetubuh dengan dia
  • di luar perkawinan
  • Pasal 359
  • barangsiapa
  • karena kealpaannya
  • menyebabkan orang lain mati

71
KULIAH 4
  • Tentang Penggolongan Tindak Pidana

72
Tindak Pidana Pembagian Tindak Pidana (Jenis
Delik)
  • Delik Kejahatan Delik pelanggaran
  • Delik Materiil Delik Formil
  • Delik Komisi Delik Omisi
  • Delik Dolus Delik Culpa
  • Delik Biasa Delik Aduan
  • Delik yg Berdiri sendiri Delik Berlanjut
  • Delik Selesai Delik yg diteruskan
  • Delik Tunggal Delik Berangkai
  • Delik Sederhana Delik Berkualifikasi Delik
    Berprivilege
  • Delik Politik Delik Komun (umum)
  • Delik Propia Delik Komun (umum)
  • Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi
  • Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III
    KUHP

73
Jenis Delik
  • Kejahatan
  • (misdrijf)
  • dlm. MvT sebelum ada UU sudah dianggap tidak
    baik (recht-delicten)
  • Hazewinkel-Suringa tidak ada perbedaan
    kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif
  • a) Percobaan dipidana
  • b) Membantu dipidana
  • c) Daluwarsa lebih panjang
  • d) Delik aduan ada
  • e) Aturan ttg Gabungan berbeda
  • KUHP Buku II
  • Pelanggaran
  • (overtreding)
  • dlm MvT baru dianggap tidak baik setelah ada UU
    (wet delicten)
  • Perbedaan dg kejahatan
  • a) Percobaan tidak dipidana
  • b) Membantu tidak dipidana
  • c) Daluwarsa lebih pendek
  • d) Delik aduan tidak ada
  • e) Aturan ttg Gabungan berbeda
  • KUHP Buku III

74
Jenis Delik
  • D. Formil yang dirumuskan bentuk perbuatannya
    --gt Ps 362, Ps 263, dll
  • D. Omisi melakukan delik dg perbuatan pasif
  • a) D. Omisi murni melanggar perintah dg tidak
    berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP
  • b) D. Omisi tak murni melanggar larangan dg
    tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP
  • D. Culpa Delik dilakukan dg kealpaan, mis. Ps
    359, Ps 360
  • D. Materiil Yang dirumuskan akibatnya --gt Ps
    338, Ps 187, dll
  • D. Komisi melanggar larangan dg perbuatan aktif
  • D. Dolus delik dilakukan dg sengaja, mis. Ps
    338, Ps 351

75
  • Delik Biasa (bukan aduan)
  • Delik Aduan
  • penuntutannya tidak memerlukan pengaduan, mis. Ps
    340, Ps 285
  • Cukup dengan laporan dari setiap orang yang
    melihat/ mengetahui tindak pidana tsb., tidak
    harus dengan pengaduan dari korban atau orang2
    tertentu
  • penuntutannya memerlukan pengaduan, mis. Ps 310,
    Ps 284
  • Harus ada pengaduan dari korban atau orang
    tertentu

76
  • Delik Berlanjut
  • Delik Berdiri Sendiri
  • Terdiri atas dua atau lebih delik, yang karena
    kaitannya yang erat mengakibatkan dikenakan satu
    sanksi kepada terdakwa
  • Untuk pemidanaannya menggunakan ketentuan
    tentang gabungan TP, yaitu Pasal 64 KUHP
  • Terdiri atas satu delik yang berdiri sendiri
  • Untuk pemidanaannya tidak perlu menggunakan
    ketentuan tentang TP tinggal melihat berapa
    ancaman pidana dari Pasal yang dilanggar

77
Delik Berlanjut
  • Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut
    (voortgezette delict) sama dengan perbuatan
    berlanjut (voortgezette handeling)
  • Sebagian sarjana (termasuk Utrecht) menyamakan
    voortgezette delict dengan voortgezette
    handeling) dan untuk pemidanaannya memakai
    ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan syarat
  • Perbuatan perbuatan timbul dari 1 kehendak
  • Perbuatannya harus sejenis
  • Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan
    perbuatan yang lain, tidak terlalu lama

78
  • Delik Selesai
  • Delik Berlangsung terus
  • satu atau beberapa perbuatan yang melangsungkan
    suatu keadaan yang dilarang
  • Mis Pasal 221, Pasal 261, Pasal 333
  • Satu atau beberapa perbuatan tertentu yang
    selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat
  • Mis Pasal 362, Pasal 338

79
  • Delik Tunggal
  • Delik Berangkai
  • Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku
    maka ybs. cukup melakukan perbuatan tersebut
    sebanyak satu kali
  • Mis Pasal 362, Pasal 338
  • Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku
    maka ybs. harus melakukan perbuatan tersebut
    beberapa kali (berulang-ulang, berturut-turut)
  • Karena harus dilakukan berulang-ulang bisa
    berupa pencaharian atau kebiasaan (sebagai unsur
    yang menentukan untuk dipidananya pelaku)
  • Mis Pasal 296, Pasal 481

80
  • Delik Pokok/sederhana
  • Delik Berkualifikasi
  • Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang
    memperberat pemidanaan
  • mis Pasal 351 ayat (2), Pasal 363, Pasal 365
    ayat (4)
  • Delik Berprevilege
  • Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang
    meringan pemidanaan
  • Mis Pasal 308. Pasal 364
  • Delik yang dalam perumusannya mencantumkan unsur2
    pokok yang menentukan pemidanaannya
  • Pasal 362, Pasal 351 ayat (1)

81
  • Delik Komuna (bukan delik politik)
  • Delik Politik
  • Delik yang mengandung unsur politik
  • Mis Makar untuk menggulingkan pemerintah
    (Pasal 107), makar untuk membunuh kepala negara
    (Pasal 104)
  • Delik yang tidak mengandung unsur politik
  • Mis pembunuhan orang biasa (Pasal 338),
    Pencurian mobil (Pasal 362)

82
  • Delik Propria
  • Delik Komuna
  • Delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang2
    tertentu (subjeknya adalah orang-orang tertentu)
  • Mis Pasal 308, Pasal 346, Pasal 449
  • Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang
  • Cirinya Subjeknya adalah barang siapa
  • Mis Delik Pencurian (Pasal 362), Delik
    Pembunuhan (Pasal 338)

83
KULIAH 5
  • Tentang Ajaran Kausalitas
  • Sifat Melawan Hukum

84
KAUSALITAS
  • 1. Pengertian ?
  • 2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
  • 3. Ajaran Kausalitas ?
  • Ilustrasi
  • B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B,
    maka A terlambat karena terlambat A mengendarai
    mobil dengan kecepatan tinggi A menubruk C
    sehingga luka-luka C dibawa ke RS dan dioperasi
    oleh dokter D D meminta E merawat dengan
    suntikan tertentu E salah memberikan obat pada
    C C mati.

85
Pengertian Kausalitas
  • Hal sebab-akibat
  • Hubungan logis antara sebab dan akibat
  • Persoalan filsafat yang penting
  • Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
    sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
  • Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
    suatu masa lalu
  • Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana
    (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat
    dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka
    dapat menjawab persoalan siapa yang dapat
    dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat
    tertentu

86
Pengertian Ajaran Kausalitas
  • Ajaran yang berupaya untuk mencari sebab dari
    timbulnya akibat
  • Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah
    suatu perbuatan
  • Dengan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan
    siapa yang dapat dipersalahkan dan diminta
    pertanggungjawabannya

87
Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas/ Jenis
delik apa yang memerlukan ajaran kausalitas?
  • Delik Materiil Delik yang perumusannya melarang
    timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika akibat
    timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360
  • Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva
    per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten)
    Delik yang terjadi dengan dilanggarnya suatu
    larangan yang menimbulkan akibat yang dilakukan
    dengan perbuatan pasif.
  • Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir Delik
    yang terkwalifisir dengan timbulnya akibat.
  • (pengkualifikasian delik juga dapat dilakukan
    atas dasar akibat yang muncul setelah delik
    tertentu dilakukan, mis. Ps 351 (1) ? Ps 351 (2)/
    ? Ps 351 (3)

88
Ajaran Kausalitas
  • Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
  • Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
    Birkmeyer , Mulder
  • Teori-teori menggeneralisasi teori Adekuat (Von
    Kries, Simons, Pompe, Rumelin)
  • Teori Relevansi Langemeijer

89
Ajaran Conditio Sine Qua Non
  • Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta
    menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat
    dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs.
    Harus dianggap causa (sebab) akibat itu.
  • Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
  • Ada beberapa sebab
  • Syarat sebab

90
Pembatasan Ajaran Von Buri
  • Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel
    dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)
  • Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar
    dolus atau culpa dalam banyak kejahatan dolus
    atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.

91
Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
  • Birkmeyer
  • Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine
    Qua Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang
    tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat,
    lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan
    tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk
    terjadinya akibat.
  • G.E Mulder
  • Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak
    dapat dilepaskan dari akibat.

92
Teori-teori menggeneralisasi
  • Von Bar teori ini tidak menyoal tindakan mana
    atau kejadian mana yang in concreto memberikan
    pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang
    dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang
    secara umum dapat dipandang mengakibatkan
    terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan
    mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang
    ada

93
Teori-teori menggeneralisasi
  • Von Kries (Teori Adequat Subjectif) Sebab
    adalah keseluruhan faktor positif negatif yang
    tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus
    meniadakan akibat. Namun pembatasan demi
    kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana
    tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif
    atau berat/ringannya faktor dalam situasi
    konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu
    secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor
    tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.
    Sebab syarat-syarat yang dalam situasi dan
    kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk
    memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan
    akibat itu, atau secara objectif memperbesar
    kemungkinan munculnya akibat tersebut.
  • Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan
    memunculkan akibat tertentu hanya dapat
    diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk
    pengetahuan
  • (a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg
    terjadi / pengetahuan Nomologis yg memadai
  • (b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg
    terjadi/ pengetahuan Ontologis/ pemahaman fakta
    (empirik)

94
Teori-teori menggeneralisasi
  • Rumelin (Teori Adequat Objectif)
  • Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus
    (perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal
    probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang
    diketahui atau mungkin diketahui pada waktu
    melakukan tindakannya, melainkan pada fakta yang
    objektif pada waktu itu ada, entah diketahuinya
    atau tidak jadi pada apa yang kemudian terbukti
    merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi
    peristiwa tersebut.
  • Simons
  • Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut
    garis-garis umum pengalaman manusia dapat
    menimbulkan akibat
  • Pompe
  • Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk
    dapat menimbulkan akibat

95
Teori Relevansi
  • Langemeijer
  • Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
    dengan memilih satu atau lebih sebab dari sekian
    yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang
    relevan saja , yakni yang kiranya dimaksudkan
    sebagai sebab oleh pembuat undang-undang.

96
Sifat Melawan Hukum
  • Arti
  • - tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
  • - bertentangan dg hak orang lain (tegen eens
    anders recht)
  • tanpa alasan yg wajar
  • Bertentangan dengan hukum positif
  • Melawan hukum formil materiil
  • - aliran formil melawan hukum melawan UU,
    sebab hukum adalah UU.
  • -aliran materiil melawan hukum adalah perbuatan
    yg oleh masyarakat tidak dibolehkan.

97
Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil
  • Materiil
  • mengakui adanya pengecualian / penghapusan dari
    sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum
    yang tertulis dan yang tidak tertulis
  • Formil
  • hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam
    undang-undang saja/ mis, Ps. 49.
  • Materiil
  • sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari
    tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam
    rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut
  • Formil
  • sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik,
    hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan
    nyata-nyata barulah menjadi unsur delik

98
Pembuktian Melawan Hukum
  • Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu
    menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa
    karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur
    tersebut oleh penuntut umum
  • Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah
    tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam
    rumusan unsur tersebut disebutkan nyata-nyata,
    jika tidak dinyatakan maka tidak perlu
    dibuktikan.

99
(No Transcript)
100
(No Transcript)
101
(No Transcript)
102
(No Transcript)
103
(No Transcript)
104
(No Transcript)
105
Dolus/ opzet/ sengaja istilah2 dalam rumusan
tindak pidana
  • Dengan sengaja Ps 338 KUHP
  • Mengetahui bahwa Ps 220 KUHP
  • tahu tentang Ps 164 KUHP
  • dengan maksud Ps 362, 378, 263 KUHP
  • niat Ps 53 KUHP
  • dengan rencana lebih dahulu Ps 340, 355 KUHP
  • - dengan rencana (a) saat pemikiran dg tenang
    (b) berpikir dg tenang ( c ) direnungkan lebih
    dahulu.
  • - ada tenggang waktu antara timbulnya niat
    dengan pelaksanaan delik

106
Kesalahan sebagai Unsur Delik
  • Dolus
  • Culpa

107
Bentuk-Bentuk Dolus
  • 1. Dolus sebagai maksud tujuan
  • 2. Dolus dengan kesadaran akan keniscayaan
    akibat/sengaja dengan keinsyafan kepastian (sadar
    kepastian noodzakelijkheidsbewustzijn)
  • 3. Dolus dengan kesadaran akan besarnya
    kemungkinan/ kesengajaan dengan keinsyafan
    kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids
    bewustzijn/ awareness of probability)
  • 4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat opzet
    met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk
    opzet/awareness of possibility)
  • Kesengajaan bersyarat dengan mengetahui dan
    menghendaki menerima risiko yang besar

108
Bentuk-bentuk Kesengajaan/dolus
  • Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk dolus
    menjadi 3 macam,yaitu sebagai maksud,
    berkeinsyafan kepastian dan berkeinsyafan
    kemungkinan (misalnya PAF Lamintang, Tresna,
    Moeljatno)
  • Mereka menyamakan dolus eventualis dengan
    kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
  • Dolus eventualis merupakan perkembangan dalam
    hukum pidana, khususnya dalam hal bentuk-bentuk
    kesengajaan dan HR Belanda baru menerima
    kesengajaan bentuk ini setelah PD II

109
Bentuk-bentuk kesengajaan
  • Sengaja sebagai maksud/ tujuan
  • - apabila pembuat menghendaki perbuatan
    dan/akibat perbuatannya
  • tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu
    akibat perbuatannya tidak terjadi
  • Tidak harus berupa tindak pidana
  • Sengaja sebagai keinsyafan kepastian
  • - pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya
    tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg
    tidak dimaksud
  • Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan
  • pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak
    dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg
    dimaksudnya
  • Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan
    kemungkinan tidak dapat berdiri sendiri. Selalu
    bersifat accesoir terhadap kesengajaan sebagai
    maksud

110
Dolus eventualis
  • Pelaku dengan kehendak dan kesadaran menerima
    kemungkinan munculnya akibat yang buruk.
  • Di Jerman disebut billigend in Kauf nehmen
  • menerima penuh risiko terwujudnya sesuatu
    kemungkinan

111
Culpa Istilah2
  • - culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
  • - teledor
  • istilah 2 yg digunakan dalam rumusan
  • - kelalaian
  • - kealpaan
  • - kesalahan
  • - seharusnya diketahuinya
  • - sepatutnya diketahuinya

112
Pengertian, Jenis, Syarat
  • KUHP tidak ada definisi
  • MvT kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg
    kesengajaan dan di pihak lain dengan hal yg
    kebetulan
  • Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada
    sedangkan unsur mengetahui sering tidak ada
  • Macam2 Culpa
  • (a) culpa levis culpa lata
  • (b) culpa yg disadari (bewuste) culpa yg tidak
    disadari (on bewuste)
  • Syarat adanya kealpaan
  • (a) Hazewinkel-Suringa 1) kekurangan
    menduga-duga 2) kekurangan berhati-hati
  • (b) van Hamel 1) tidak menduga-duga sebagaimana
    diharuskan hukum 2) tidak berhati-hati
    sebagaimana diharuskan hukum
  • ( c) Simons pada umumnya schuld (kealpaan)
    mempunyai 2 unsur 1) tidak berhati-hati 2)
    dapat diduganya akibat.

113
Culpa
  • Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada
    seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang
    normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang
    sama kemampuan dan kecerdasannya dengan pelaku).
  • Jadi culpa merupakan sesuatu yang bersifat
    normatif (.seharusnya..)
  • Apabila pada situasi dan kondisi yang sama dengan
    pelaku, orang yang sama kemampuan dan
    kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya tidak
    melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh
    pelaku berarti pelaku culpa---- disebut Culpa
    Lata (Kelalaian yang Besar)

114
Culpa
  • Culpa Levis (Kelalaian yang kecil)--- apabila
    tolok ukurnya adalah upaya dan kehati-hatian yang
    luar biasa
  • Culpa yang disadari Apabila pelaku sudah
    membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat
    yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah
    berupaya agar tidak timbul akibat tsb. (dia tidak
    menghendaki akibat), namun akibat tetap terjadi
  • Culpa yang tidak disadari Pelaku sama sekali
    tidak pernah membayangkan kemungkinan timbulnya
    akibat yang dilarang tetapi ternyata terjadi
    akibat
  • Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang
    disadari maupun tidak disadari

115
Asas penting dalam masalah pertanggungjawaban
  • Geen Straf zonderschuld
  • Tiada Pidana tanpa kesalahan
  • meskipun seseorang telah melakukan perbuatan
    yang melawan hukum namun tanpa adanya kesalahan
    maka dia tidak dapat dipidana

116
Dapat dipersalahkan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan
  • 3 syarat yang harus dipenuhi
  • Kemampuan bertanggungjawab
  • Ada hubungan psikis antara pelaku dan
    perbuatannya , dalam bentuk dolus atau culpa
  • Tidak ada dasar penghapus kesalahan

117
Arti dan diantara unsur dengan sengaja unsur
melawan hukum
  • Van Hamel, simons, pompe perbedaan itu
    mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP dengan sengaja
    dan melawan hukum Ps 333 KUHP dengan sengaja
    melawan hukum
  • Vos, zevenbergen, langemeijer
  • tiadanya kata dan tidak berarti apa2, semuanya
    mesti dibaca dengan sengaja dan melawan hukum
  • Remelink, van Bemmelen
  • kata penghubung dan tidak mempunyai arti, jadi
    istilah dengan sengaja meliputi pula melawan
    hukum.

118
Kemampuan Bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarhei
d)
  • Dengan menggunakan penafsiran acontrario dari
    MVT tentang tidak mapu bertanggungjawab maka
    mampu bertanggungjawab artinya
  • - pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas
    tanpa paksaan
  • - pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan
    hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya
  • Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu
    bertanggungjawab kecuali bila ada dugaan pelaku
    sakit jiwa atau tidak sempurna tumbuhnya

119
KULIAH 7
  • Percobaan Tindak Pidana

120
PERCOBAAN (POGING)
  • PASAL 53
  • (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika
    niat untuk itu telah ternyata dari adanya
    permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
    pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
    karena kehendaknya sendiri.
  • (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan,
    dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
  • (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati
    atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
    pidana penjara paling lama 15 tahun.
  • (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
    kejahatan selesai.
  • Pasal 54
  • Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana

121
Kasus 1
  • Seorang yang sedang berdiri di bordes KA, ketika
    akan diperiksa karcisnya oleh kondektur, ia telah
    menendang kaki petugas tersebut. Sehingga apabila
    kondektur tidak dengan cepat berpegang pada tiang
    besi KA, pasti ia jatuh keluar dan terlindas KA
    (Arrest HR Tgl 12 Maret 1942)

122
Kasus 2
  • Seorang POLANTAS memberi tanda agar sebuah
    kendaraan bermotor berhenti, karena tidak
    menyalakan lampu. Pengemudi tetap tancap gas,
    sehingga kalau petugas tidak menghindar dengan
    cara melompat ia akan tertabrak (Arrest HR 6
    Pebruari 1951)

123
Kasus 3Percobaan Pembunuhan Berencana
  • KASUS
  • A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan
    bom di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil
    dan mengakibatkan B luka-luka parah.
  • PASAL YG DIDAKWAKAN
  • Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan
    berencana)
  • ANCAMAN PIDANA
  • 15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)

124
  • Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yg merupakan
    percobaan tindak pidana yg dipidana sbg delik
    selesai. Hal ini terdapat juga dalam UU Pidana di
    luar KUHP.
  • Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg mirip dgn
    percobaan yaitu makar (ps. 87) dan permufakatan
    jahat (ps. 88), namun ada syarat dr Ps. 53 yg
    belum dipenuhi tapi sudah dapat dihukum

125
POGING (PERCOBAAN)
  • Permulaan kejahatan yang belum selesai
  • Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
    dan diancam hukuman oleh undang-undang
  • Poging adalah perluasan pengertian delik
  • Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
    hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu
    melanggar kepentingan hukum atau membahayakan
    kepentingan hukum
  • KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
  • Harus diketahui kapan suatu delik dianggap
    selesai
  • Delik selesai berbeda antara delik formil dan
    delik materiil
  • Pada delik formil delik selesai apabila
    perbuatan yang dilarang telah dilakukan
  • Pada delik materiil delik selesai apabila
    akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman
    oleh undang-undang telah timbul atau terjadi

126
Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer
  • seseorang yang melakukan percobaan untuk
    melakukan kejahatan itu pantas dihukum, oleh
    karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku
    yang tidak bermoral yang bersifat jahat ataupun
    yang bersifat berbahaya
  • Terdapat sikap batin atau watak yang berbahaya
    dari si pelaku

127
Teori Obyektif - objectieve pogingsleer
  • Seseorang yang melakukan percobaan untuk
    melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh
    karena tindakan-tindakannya telah bernilai
    membahayakan bagi kepentingan-kepentingan hukum

128
Pengklasifikasian Teori Objektif
  • Teori Obyektif Formil
  • Seseorang yang melakukan percobaan untuk
    melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh
    karena tindakan-tindakannya telah bernilai
    membahayakan bagi kepentingan-kepentingan hukum.
    Teori ini tidak membedakan antara percobaan pada
    delik formil dan delik materiil
  • Teori Obyektif Materiil membedakan percobaan pada
    jenis deliknya (delik formil atai delik materiil)

129
  • Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil
  • apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang
    disebut dalam rumusan delik
  • Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil
  • segera setelah tindakan yang dilakukan oleh
    pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung
    dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh UU
    tanpa pelakunya tersebut harus melakukan suatu
    tindakan yang lain

130
Teori Campuran
  • Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer
  • dan
  • Teori Obyektif - objectieve pogingsleer

131
Syarat Percobaan yg dapat dipidana
  • Niat
  • Permulaan Pelaksanaan
  • Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
    semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri

132
Syarat PertamaNIAT atau Voornemen
  • Menurut doktrin dan yurisprudensi voornemen
    harus ditafsirkan sebagai kehendak, willen atau
    opzet
  • Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu
    kehendak melakukan kejahatan
  • Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini
    harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet
    dalam arti pertama (sebagai ogmerk atau tujuan)
    ?

133
Syarat KeduaPermulaan Pelaksanaan
  • Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
    pelaksanaan ? een begin van uitvoering
  • Harus ada suatu perbuatan(handeling)
  • apa yang dimaksud perbuatan sebagai permulaan
    pelaksanaan ?
  • Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
    atauuitvoering dan bagaimana bentuknya
  • Perlu digunakan penafsiran

134
Pelaksanaan Kehendak atauPelaksanaan Kejahatan ?
  • Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata
    yang mendahuluinya yaitu voornemen/
    niat/kehendak ? Niat sudah terwujud dengan adanya
    permulaan pelaksanaan. Jadi pelaksanaan itu
    ditafsirkan sebagai pelaksanaan kehendak ?
    TEORI POGING SUBYEKTIF
  • Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat
    berikutnya tidak selesainya pelaksanaan itu,
    bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
    sendiri maka secara sistematis maka ditafsirkan
    sebagai pelaksanaan kejahatan ? TEORI POGING
    OBYEKTIF

135
CONTOH KASUS
  • A menghendaki untuk membunuh B , untuk
    melaksanakan maksudnya, A harus melakukan
    beberapa perbuatan, yaitu
  • a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
  • b. A membeli senjata api
  • c. A membawa senjata api ke rumahnya
  • d. A berlatih menembak
  • e. A menyiapkan sebjata apinya dengan
    membungkusnya rapat-rapat
  • f. A menuju rumah B
  • g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu
    dengan peluru
  • h. A mengarahkan senjata kepada B
  • i. A melepaskan tembakan ke arah B

136
MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ? APAKAH TIAP2
PERBUATAN DALAM KASUS TSB DAPAT DIHUKUM ?
  • 1. Menurut Teori Poging Subyektif perbuatan a
    sudah merupakan permulaan pelaksanaan karena
    telah menunjukkan kehendak yang jahat
  • 2. Menurut Teori Poging Obyektif perbuatan a ?
    f belum merupakan permulaan pelaksanaan karena
    semua perbuatan itu belum membahayakan
    kepentingan hukum si B

137
PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF
  • Perbuatan dibedakan
  • 1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat
    dihukum)
  • 2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah
    dapat dihukum)
  • Tetapi, pertanyaannya mana yang merupakan
    perbuatan persiapan dan mana yang merupakan
    perbuatan pelaksanaan ?

138
PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TERSEBUT
  • 1.Van Hamel apabila dari perbuatan itu telah
    terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk
    melaksanakan perbuatannya
  • 2.Simons melihat dari jenis deliknya delik
    materiil atau delik formil.
  • Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan
    perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
    hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan
    sebagian dari perbuatan yang dilarang jika ada
    beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah
    satu unsur
  • Pada delik materril apabila perbuatan itu
    dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya
    adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung
    dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan
    diancam dengan hukuman oleh UU
  • 3.Vos ada permulaan pelaksanaan apabila
    perbuatan itu mempunyai sifat terlarang terjadap
    suatu kepentingan hukum.
  • 4.Pompe ada permulaan pelaksanaan apabila
    suatu perbuatan yang bagi orang normal
    memungkinkan terjadinya suatu delik.

139
Pendapat Hoge Raad
  • Ada permulaan pelaksanaan apabila antara
    perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang
    dkehendaki oleh seseorang itu terdapat hubungan
    erat langsung yaitu apabila seorang melakukan
    sesuatu perbuatan untuk melaksanakan kejahatan ,
    perbuatan itu baru dianggap sebagai permulaan
    pelaksanaan apabila disamping perbuatan itu tidak
    dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan yang lain
    untuk menyelesaikan kejahatan.

140
Percobaan delik formil
  • apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang
    disebut dalam rumusan delik
  • Hoge Raad arrest tanggal 8 Maret 1920 N.J.1920
  • perbuatan menawarkan untuk dibeli dan perbuatan
    menghitung uang kertas yang telah dipalsukan di
    depan orang lain adalah tindakan permulaan dari
    tindakan pelaksanaan

141
Percobaan delik materiil
  • segera setelah tindakan yang dilakukan oleh
    pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung
    dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh
    undang-undang, tanpa pelakunya tersebut harus
    melakukan suatu tindakan yang lain
  • Hoge Raad Arrest 19 Maret 1934, N.J 1934
    Eindhovense Brandstichting - arrest

142
Syarat KetigaTidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri
  • Contoh Tertangkap tangan, korban memberikan
    perlawanan, korban tidak meninggal karena bantuan
    medis
  • Membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak
    sendiri vrijwillige terugterd (TIDAK ADA
    Percobaan yang dihukum)

143
Dalam Pasal 18 RUU KUHP
  • (1) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan
    dilakukan, pembuat tidak menyelesaikan
    perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara
    sukarela, maka pembuat tidak dipidana.
  • (2) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan
    dilakukan, pembuat dengan kehendaknya sendiri
    mencegah tercapainya tujuan atau akibat
    perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana.
  • (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) telah menimbulkan kerugian atau menurut
    peraturan perundang-undangan telah merupakan
    tindak pidana tersendiri, maka pembuat dapat
    dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana
    tersebut.(percobaan yang dikwalifisir)

144
Macam2 Percobaan (Doktrin)
  • Percobaan yg Sempurna Voleindigde Poging --gt
    apabila seseorang berkehendak melakukan
    kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg
    diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi
    kejahatan tidak selesai karena suatu hal
  • Percobaan yg Tertangguh Geschorte Poging --gt
    apabila seseorang berkehendak melakukan
    kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan
    yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi
    kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
  • Percobaan yg Tidak Sempurna (tidak wajar)
    Ondeugdelijke Poging --gt apabila seseorang
    berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia
    telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan
    bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil
    disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau
    obyek (sasaran) tidak sempurna.
  • Tidak sempurna mutlak atau relatif

145
Pasal 20 RUU KUHP
  • Dalam hal tidak selesai atau tidak mungkin
    terjadinya tindak pidana disebabkan
    ketidakmampuan alat yang digunakan atau
    ketidakmampuan objek yang dituju, maka pembuat
    tetap dianggap telah melakukan percobaan tindak
    pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 1/2
    (satu per dua) maksimum pidana yang diancamkan
    untuk tindak pidana yang dituju.

146
Melakukan percobaan kejahatan akan tetapi tidak
dihukum
  • Pasal 184 ayat 5 KUHP perkelahian tanding
  • Pasal 302 ayat 4 KUHP penganiayaan ringan
    terhadap binatang
  • Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2 KUHP
    penganiayaan biasa dan ringan

147
Mangel am tatbestand (gebrek aan feitelijk
tosdracht v/e zaak)
  • Kejadian-kejadian yang mirip dengan percobaan
    yang tidak sempurna/ tidak wajar di mana salah
    satu unsur dari kejahatan tertentu itu sebenarnya
    tidak mungkin ada atau tidak mungkin terjadi
  • Misal
  • menggugurkan kandungan seorang perempuan yang
    tidak pernah hamil
  • mencuri barang yang pencurinya tidak tahu bahwa
    barang tersebut sebelum dicuri telah
    diwariskan/diberikan padanya.

148
Putatif Delict
  • Seseorang mengira bahwa apa yang dilakukan
    merupakan suatu tindak pidana, padahal tindakan
    tersebut tidak dilarang
  • Contoh
  • Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa sejumlah
    uang kertas asing. Semula ia beranggapan telah
    mencoba atau melakukan suatu kejahatan. Namun
    ternyata uang yang ia bawa masih dalam batas
    ketentuan yang tidak dilarang

149
Percobaan dalam kealpaan
  • Pasal 287 KUHP
  • yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa
    wanita itu belum cukup umurnya
  • Pasal 480 KUHP
  • yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa
    barang itu diperoleh si penjual dari kejahatan
Write a Comment
User Comments (0)
About PowerShow.com