Title: HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS
1HUKUM PIDANAHPI 101023 SKS
- TIM PENGAJAR HUKUM PIDANA
- FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
- Depok, 30 Januari 2009
2KULIAH 1
- Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
- Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia
3SIFAT DAN TEMPAT HUKUM PIDANA
- HUKUM PIDANA ADALAH HUKUM SANKSI ISTIMEWA
- HUKUM PIDANA SEBAGAI HUKUM PUBLIK (privat ke
publik) - Mengatur hubungan antara individu dengan
masyarakatnya sebagai masyarakat
4- Hukum pidana dijalankan untuk kepentingan
masyarakat - Dan hanya dijalankan dalam hal kepentingan
masyarakat benar-benar memerlukan (ultimum
remedium) - Penuntutan tidak diserahkan kepada si korban
- Hubungan hukum bukan koordinasi tetapi adalah
subordinasi antara pelaku dengan pemerintah
5Pengertian Hukum Pidana Prof. Moeljatno
- Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum
yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan
dasar-dasar dan aturan untuk - 1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak
boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman
atau sanksi berupa pidana tertentu bagi
barangsiapa melanggar larangan tsb ? Criminal
Act - 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana
yg telah diancamkan ? Criminal Liability/
Criminal Responsibility -
6- 1) dan 2) Substantive Criminal Law / Hukum
Pidana Materiil - 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang disangka telah melanggar larangan tsb. ?
Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana - 4) menentukan bagaimana cara hukuman sanksi
dilaksanakan eksekusi/penintensier
7Pengertian Hukum Pidana Prof. Pompe
- Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum
yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa
yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana/sanksi itu
8Pengertian Hukum Pidana Prof. Simons
- Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah
dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara
dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya
aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi
akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan
untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan
pidana tersebut.
9Pengertian Hukum Pidana Prof. Van Hamel
- Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan
aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde)
yaitu dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa/derita
hukuman /sanksi kepada yang melanggar
larangan-larangan tersebut
10Ilmu Hukum Pidana Ilmu-ilmu bantu lainnya
- Kriminologi
- Kriminalistik
- Ilmu Forensik/kedokteran kehakiman
- Psikiatri Kehakiman
- Sosiologi Hukum
- Psikologi hukum
11KUHP dan Sejarahnya
- Andi Hamzah
- - Jaman VOC
- - Jaman Hindia Belanda
- - Jaman Jepang
- - Jaman Kemerdekaan
- Utrecht
- -Jaman VOC
- -Jaman Daendels
- -Jaman Raffles
- -Jaman Komisaris Jenderal
- -Tahun 1848-1918
- -KUHP tahun 1915 -sekarang
12Jaman VOC
- Hukum kapal (hukum disiplin)
- Statuten van Batavia 1650
- Hk. Belanda kuno
- Asas2 Hk. Romawi
- Asas konkordansi Psl. 131 Ayat (2) sub a IS
- Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat
- mis. Pepakem Cirebon
13Jaman Daendels
- Tahun 1798 VOC dibubarkan
- Tahun 1810 Peraturan mengenai hukum dan peradilan
Zemenstel hukum adat mendapat lebih perhatian. - GolongaN Eropa berlaku STATUTA BETAWI BARU
- Golongan hukum Indonesia berlaku hukum adat
- Perlakuan hukum adat yang terbatas
14Muncul hukuman yang ganas
- Plakat 22 April 1808
- dibakar hidup terikat pada suatu tiang
- dimatikan dengan mempergunakan keris
- di cap bakar
- Dipukul dengan rantai
- Dimasukkan dalam penjara
- Bekerja paksa
15Jaman Raffles
- Dalam banyak hal terjadi peringanan hukuman
- Perhatian besar terhadap hukum adat
- Perlakuan hukum adat yang terbatas
- Hukum adat hukum Islam
16Jaman Hindia Belanda
- Dualisme dalam H. Pidana
- 1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55)
--gt Orang Eropa - 2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --gt Orang
Indonesia Timur Asing - kodifikasi
- Unifikasi
- Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie
(kopi dari Ned Straftwetboek) - - Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku
1/1/1918 disertai - - Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497)
mengatur peralihan dari H. Pidana lama --gt H.
Pidana baru.
17Jaman Jepang
- WvSI masih berlaku
- Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku
7/3/1942 - H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan
18Jaman Kemerdekaan
- UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan
- Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
UUD ini
19Jaman Kemerdekaan
- UU No. 1 Tahun 1946 Penegasan tentang Hukum
Pidana yang berlaku di Indonesia - Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
- PP No. 8 Tahun 1946 Berlaku di Sumatera
- UU No. 73 Tahun 1958 Undang-undang tentang
menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI
dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana
20SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
- KUHP (beserta UU yang merubah menambahnya)
- UU Pidana di luar KUHP
- Ketentuan Pidana dalam Peraturan
perundang-undangan non-pidana
21KUHP
- Buku I Ketentuan Umum (Pasal 1 Pasal 103)
- Pasal 103 ? Ketentuan-ketentuan dalam Bab I
sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi
perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana,
kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain -
- Buku II Kejahatan (Pasal 104 488)
- Buku III Pelanggaran (Pasal 489 569)
22SUMBER HUKUM PIDANA MATERIILDI INDONESIA
- MELAWAN HUKUM FORMIL DAN MATERIIL
- HUKUM PIDANA FORMIL (TERTULIS)
- PERUNDANG-UNDANG
- HUKUM PIDANA MATERIIL (TIDAK TERTULIS)
- HUKUM PIDANA YANG HIDUP DAN BERKEMBANG DI
MASYARAKAT (HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA
ADAT)
23SUMBER HUKUM HUKUM PIDANA FORMIL (TERTULIS)DI
INDONESIA
- KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
- UNDANG-UNDANG YANG MERUBAH/MENAMBAH KUHP
- UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA KHUSUS
- ATURAN-ATURAN PIDANA YANG TERDAPAT DI DALAM
UNDANG-UNDANG YANG BUKAN UNDANG-UNDANG HUKUM
PIDANA
24UNDANG-UNDANG YANG MERUBAH/MENAMBAH KUHP
- UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG
PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA BAGI INDONESIA - UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1946 PENAMBAHAN
JENIS PIDANA BARU PIDANA TUTUPAN - UNDANG-UNDANG NOMOR 73 TAHUN 1958 MEMBERLAKUKAN
UU NOMOR 1 TAHUN 1946 BAGI SELURUH WILAYAH
INDONESIA JUGA PENAMBAHAN PASAL 52A, PASAL 142A
DAN PASAL 154A
25 4. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1960, MERUBAH
SANKSI PIDANA THD PASAL 188359 DAN 360 KUHP
(DELIK CULPA) MENJADI SETINGGI-TINGGINYA 5
TAHUN5. PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1960 TENTANG
PENYESUAIAN NILAI MATA UANG KELIPATAN 15 DAN
MENGGANTI GULDEN MENJADI RUPIAH6. UNDANG-UNDANG
NOMOR 2 PNPS TAHUN 1964 TENTANG PELAKSANA HUKUMAN
MATI DENGAN CARA DITEMBAK TIDAK LAGI DIGANTUNG
267. UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PASAL
542 MENJADI DELIK KEJAHATAN DAN PENAMBAHAN SANKSI
PASAL 303 KUHP MENJADI PIDANA PENJARA MAKSIMAL 10
TAHUN8. UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1976
TENTANG PENAMBAHAN KEJAHATAN DALAM
PENERBANGAN9. UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 1999
TENTANG PERUBAHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PIDANA YANGBERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP
KEAMANAN NEGARA
27UU Pidana di luar KUHP
- UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah
dihapus) - UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo
UU No. 31/1999 - UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955
- Perpu 1/2002 ? UU 15/2003 Anti Terorisme
- UU Money Laundering (TIPPU) UU 15/2002 UU
25/2003
28Contoh UU non pidana yang memuat sanksi pidana
- UU Lingkungan
- UU Pers
- UU Pendidikan Nasional
- UU Perbankan
- UU Pajak
- UU Partai Politik
- UU pemilu
- UU Merek
- UU Kepabeanan
- UU Pasar Modal
29Hukum Pidana Umum Khusus
- H. Pidana Umum
- 1. H.Pidana sipil
- 2. KUHP UU yg merubah menambahnya
- 3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP, TPE,TPK,
TPS, dll)
- H. Pidana Khusus
- 1. H. Pidana militer
- 2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer,
- 3. UU non pidana yg. Bersanksi pidana
30KULIAH 2
- Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu
- Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat
31Pasal 1 KUHP
- (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
pidana yang telah ada sebelumnya. - (2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan
sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkan .
32ASAS YG TERCAKUP DLM PASAL 1 (1) KUHP
- Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege
poenali - Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan
yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang
bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat
suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
33Asas-asas dalamPasal 1 ayat (1 ) KUHP
- 1. Asas Legalitas
- 2. Asas Larangan berlaku surut
- 3. Asas Larangan
- penggunaan Analogi
34ASAS LARANGAN BERLAKU SURUT
- Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak
ke belakang - X ?--------- UU Pidana -------------?
35Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan
- Nasional
- Ps 28i UUD 1945
- Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
- Internasional
- Ps 15 (1) hukum tidak berlaku surut
- dan (2) ?pengecualian dalam kejahatan menurut
hukum kebiasaan international ICCPR - Ps 22, 23, dan 24 ICC
36Pengecualian Larangan Berlaku Surut
- Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000
- Perpu 1/2002 2/2002 ? UU 15/2003 UU 16/2003
37Ps 28i UUD 1945
- hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
38UU No. 39/ 1999 ttg HAM
- Ps 18 (2)
- Setiap orang tidak boleh dituntut untuk
dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan
suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada
sebelum tindak pidana itu dilakukan
- Ps 18 (3)
- Setiap ada perubahan dalam peraturan
perundang-undangan maka berlaku ketentuan yang
paling menguntungkan bagi tersangka
39UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku
surut ?)
- (1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg.
Terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa
dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc. - (2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia
berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan
presiden.
- Penjelasan Ps 43 (2)
- Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya
Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan
pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang
berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti
tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya
undang-undang ini.
40UU Anti Terorisme dan Putusan MK
- MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU
Anti Terorisme krn bertentangan dengan UUD 1945 - Kenapa UU Pengadilan HAM berlaku surut? Dan
Perppu Terorisme dinyatakan berlaku surut?
(mengacu pada putusan MK)
41PENAFSIRAN ANALOGI
- Penafsiran
- Otentik
- Sistematis
- Gramatikal
- Historis
- Sosiologis
- Teleologis
- Ekstensif
- Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?
- Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik
di Gravenhage) - Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919
(pencurian sapi) - Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van
Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel)
42Pendapat Scholten (dan juga Utrecht)
- Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara
penafsiran ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal
itu hakim membuat konstruksi , yaitu membuat
(mencari) suatu pengertian hukum yang lebih
tinggi. Hakim membuat suatu kaidah yang lebih
tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa
ketentuan yang mempunyai kesamaan. - Mis.
- Mengambil mengadakan suatu perbuatan yang
bermaksud memindahkan sesuatu benda dari tangan
yang satu ke tangan yang lain
43Pendapat Scholten (dan Utrecht)
- PENAFSIRAN EKSTENSIF
- Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih
tinggi sehingga perkara yang bersangkutan
termasuk juga di dalamnya
- ANALOGI
- Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke
dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi
44Pasal 1 ayat (2) KUHP
- -------------------------------gt
- UU Perbuatan Perubahan UU
- Perubahan UU ? .
- Teori (1) Teori formil (2) Teori materiil
terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas - Paling menguntungkan ? ..
- Terserah pada praktek hanya dapat ditentukan
untuk masing2 perkara sendiri (in concreto). Hal
ini tidak dapat ditentukan sec. Umum (in
abstracto) - Periksa Utrecht h.228
45Perubahan UU yg dimaksud Pasal 1 (2) KUHP
- Teori Formil Ada perubahan undang-undang kalau
redaksi undang-undang pidana berubah (simons) - ? ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps
295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23 ? 21 tahun dlm BW
- Teori Materiil Terbatas Tiap perubahan sesuai
dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum
pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh
diperhatikan perubahan keadaan karena waktu) - Teori Materiil tidak Terbatas tiap perubahan
baik dalam perasaan hukum dari pembuat
undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu
boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam
undang-undang - ? Sesuai HR 5 Des 1921
46Perubahan kesadaran/perasaan hukum
- Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu perbuatan
- Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan
- Diperberat/diperingan pidana atas suatu
perbuatan. - (Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan
MA, dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)
47Tempus delicti penting diketahui dalam hal2
- Kaitannya dg Ps 1 KUHP
- Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
- Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak
pidana anak Ps 45,46,47 KUHP atau UU Pengadilan
Anak
48Teori2 Tempus Delicti
- 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
lichamelijke daad) - 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer
van het instrumen) - 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
- 4. Teori waktu yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)
49Teori2 Locus Delicti
- 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
lichamelijke daad) - 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer
van het instrumen) - 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
- 4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)
50Locus delicti penting diketahui dalam hal2
- Hukum pidana mana yang akan diberlakukan
- - H. Indonesia atau H. negara lain
- Kompetensi relatif suatu pengadilan
- - contoh PN Jakarta Selatan atau PN Bogor
51Teori mana yg dipilih ?
- Van Hamel, Simons
- Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang
hendak diselesaikan - Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer
- Mempergunakan 3 teori sec teleologis
- Periksa buku Utrecht hal 239
52Surabaya Semarang Cirebon---- racun --gt
----diminum ---gt ----- mati A --gt B B
B
- Meervoudige locus delicti
- Hakim diberi kemerdekaan memilih diantara 3 locus
delicti ini - Lihat --gt Keputusan Hoge Raad 2/1/1923 w.Nr.1108
53Asas2 Berlakunya Hukum Pidana (1)
- Asas Teritorialitas/ wilayah
- Ps 2 --gt Ps 3 KUHP --gt Ps 95 KUHP , UU No
4/1976 - Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan Ps 4 1,2
dan 4 --gt Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU
No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999 - Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif
- Ps 5 KUHP --gt Ps 7 KUHP --gt Ps 92 KUHP
- Asas Universalitas
- Ps 4 2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
- melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas
negara atau uang kertas Bank
54Asas2 berlakunya H. Pidana Beberapa masalah !
- Wilayah Indonesia ?
- Kapal
- a) kapal Indonesia
- b) kapal perang
- c) kapal dagang
- Asas Universalitas
- - Kejahatan Terorisme ?
- - Kejahatan HAM berat ?
55UU No.43/2008
- Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah
salah satu unsur negara yang merupakan satu
kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman,
perairan kepulauan dan laut teritorial beserta
dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang
udara di atasnya, termasuk seluruh sumber
kekayaan yang terkandung di dalamnya.
56Batas Wilayah
- Pasal 5
- Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar
laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di
atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian
bilateral dan/atau trilateral mengenai batas
darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
hukum internasional. - Pasal 6
- (1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, meliputia. di darat berbatas
dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini,
dan Timor Leste - b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara
Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor
Leste dan - c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di
darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa
luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum
internasional. - (2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), termasuk titik-titik koordinatnya
ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral
dan/atau trilateral. - (3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan
dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas
Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional.
57Asas2 Berlakunya H. Pidana Pengecualian (2)
- Ps 9 KUHP Hukum publik internasional membatasi
berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP - Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana Sesuai
perjanjian Wina 18/4/1961 - Yg memiliki imunitas
- 1) Kepala-kepala negara keluarganya (sec.
resmi, bukan incognito/singgah) - 2) Duta negara asing keluarganya --gt konsul
tergantung traktat antar negara. - 3) Anak buah kapal perang asing termasuk awak
kapal terbang militer - 4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah
negara atas persetujuan negara
58- Menurut perjanjian Wina 18/4/1961, maka keluarga
termasuk memiliki imunitas (hak eksteritorial) - Untuk ketua organisasi internasional biasanya
dilindungi (tergantung traktat antar negara).
59KULIAH 3
- Istilah
- Definisi
- Cara Merumuskan Tindak Pidana
- Subjek Tindak Pidana
- Unsur-Unsur Tindak Pidana
60Tindak Pidana Istilah
- Strafbaar feit
- Perbuatan pidana
- Peristiwa pidana
- Tindak pidana
- Delict / Delik
- Criminal act
- Jinayah
61Tindak Pidana Definisi
- Simons kelakuan yg diancam dg pidana, yg
bersifat melawan hukum yg berhubungan dg
kesalahan dilakukan oleh orang yg mampu
bertanggung jawab - Van Hamel kelakuan manusia yg dirumuskan dalam
UU, melawan hukum, yg patut dipidana dilakukan
dg kesalahan - Vos suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an
diberi pidana jadi suatu kelakuan manusia yg
pada umumnya dilarang diancam dengan pidana
62Aliran Monistis ...Aliran Dualistis ..
63Aliran Monistis
- Tidak memisahkan antara perbuatan dan
pertanggungjawaban - Dalam rumusan tindak pidana sekaligus tercakup
unsur perbuatan/akibat dan unsur
kesalahan/pertanggungjawaban
64Aliran Dualistis
- Tindakan/perbuatan dari manusia
- Memisahkan secara tegas antara perbuatan (pidana)
dan pertanggungjawaban - Dalam rumusan tindak pidana hanya tercantum unsur
perbuatan/akibat tanpa unsur kesalahan/pertanggu
ngjawaban
65Tindak Pidana Pada dasarnya ada 3 cara
merumuskan Tindak Pidana
- Disebutkan unsur-unsurnya disebut
kualifikasinya --gt mis, Ps 362 KUHP - disebutkan kualifikasinya tanpa disebut
unsur-unsurnya --gt mis. Ps 297, Ps 351 - disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut
kualifikasinya --gt mis. Ps 106, Ps 167, Ps 209
66(No Transcript)
67(No Transcript)
68(No Transcript)
69Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana
- Pasal 362 KUHP
- barangsiapa
- mengambil
- barang
- - yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain
- dengan maksud memiliki
- secara melawan hukum
- Pasal 338 KUHP
- barangsiapa
- dengan sengaja
- menghilangkan nyawa orang lain
70Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana
- Pasal 285
- barangsiapa
- dengan kekerasan atau
- ancaman kekerasan
- memaksa
- seorang wanita
- bersetubuh dengan dia
- di luar perkawinan
- Pasal 359
- barangsiapa
- karena kealpaannya
- menyebabkan orang lain mati
71KULIAH 4
- Tentang Penggolongan Tindak Pidana
72Tindak Pidana Pembagian Tindak Pidana (Jenis
Delik)
- Delik Kejahatan Delik pelanggaran
- Delik Materiil Delik Formil
- Delik Komisi Delik Omisi
- Delik Dolus Delik Culpa
- Delik Biasa Delik Aduan
- Delik yg Berdiri sendiri Delik Berlanjut
- Delik Selesai Delik yg diteruskan
- Delik Tunggal Delik Berangkai
- Delik Sederhana Delik Berkualifikasi Delik
Berprivilege - Delik Politik Delik Komun (umum)
- Delik Propia Delik Komun (umum)
- Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi
- Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III
KUHP
73Jenis Delik
- Kejahatan
- (misdrijf)
- dlm. MvT sebelum ada UU sudah dianggap tidak
baik (recht-delicten) - Hazewinkel-Suringa tidak ada perbedaan
kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif - a) Percobaan dipidana
- b) Membantu dipidana
- c) Daluwarsa lebih panjang
- d) Delik aduan ada
- e) Aturan ttg Gabungan berbeda
- KUHP Buku II
- Pelanggaran
- (overtreding)
- dlm MvT baru dianggap tidak baik setelah ada UU
(wet delicten) - Perbedaan dg kejahatan
- a) Percobaan tidak dipidana
- b) Membantu tidak dipidana
- c) Daluwarsa lebih pendek
- d) Delik aduan tidak ada
- e) Aturan ttg Gabungan berbeda
- KUHP Buku III
74Jenis Delik
- D. Formil yang dirumuskan bentuk perbuatannya
--gt Ps 362, Ps 263, dll - D. Omisi melakukan delik dg perbuatan pasif
- a) D. Omisi murni melanggar perintah dg tidak
berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP - b) D. Omisi tak murni melanggar larangan dg
tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP - D. Culpa Delik dilakukan dg kealpaan, mis. Ps
359, Ps 360
- D. Materiil Yang dirumuskan akibatnya --gt Ps
338, Ps 187, dll - D. Komisi melanggar larangan dg perbuatan aktif
- D. Dolus delik dilakukan dg sengaja, mis. Ps
338, Ps 351
75- Delik Biasa (bukan aduan)
- penuntutannya tidak memerlukan pengaduan, mis. Ps
340, Ps 285 - Cukup dengan laporan dari setiap orang yang
melihat/ mengetahui tindak pidana tsb., tidak
harus dengan pengaduan dari korban atau orang2
tertentu
- penuntutannya memerlukan pengaduan, mis. Ps 310,
Ps 284 - Harus ada pengaduan dari korban atau orang
tertentu
76- Terdiri atas dua atau lebih delik, yang karena
kaitannya yang erat mengakibatkan dikenakan satu
sanksi kepada terdakwa - Untuk pemidanaannya menggunakan ketentuan
tentang gabungan TP, yaitu Pasal 64 KUHP
- Terdiri atas satu delik yang berdiri sendiri
- Untuk pemidanaannya tidak perlu menggunakan
ketentuan tentang TP tinggal melihat berapa
ancaman pidana dari Pasal yang dilanggar
77Delik Berlanjut
- Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut
(voortgezette delict) sama dengan perbuatan
berlanjut (voortgezette handeling) - Sebagian sarjana (termasuk Utrecht) menyamakan
voortgezette delict dengan voortgezette
handeling) dan untuk pemidanaannya memakai
ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan syarat - Perbuatan perbuatan timbul dari 1 kehendak
- Perbuatannya harus sejenis
- Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan
perbuatan yang lain, tidak terlalu lama
78- satu atau beberapa perbuatan yang melangsungkan
suatu keadaan yang dilarang -
- Mis Pasal 221, Pasal 261, Pasal 333
- Satu atau beberapa perbuatan tertentu yang
selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat - Mis Pasal 362, Pasal 338
79- Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku
maka ybs. cukup melakukan perbuatan tersebut
sebanyak satu kali - Mis Pasal 362, Pasal 338
- Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku
maka ybs. harus melakukan perbuatan tersebut
beberapa kali (berulang-ulang, berturut-turut) - Karena harus dilakukan berulang-ulang bisa
berupa pencaharian atau kebiasaan (sebagai unsur
yang menentukan untuk dipidananya pelaku) - Mis Pasal 296, Pasal 481
80- Delik Berkualifikasi
- Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang
memperberat pemidanaan - mis Pasal 351 ayat (2), Pasal 363, Pasal 365
ayat (4) - Delik Berprevilege
- Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang
meringan pemidanaan - Mis Pasal 308. Pasal 364
- Delik yang dalam perumusannya mencantumkan unsur2
pokok yang menentukan pemidanaannya - Pasal 362, Pasal 351 ayat (1)
81- Delik Komuna (bukan delik politik)
- Delik yang mengandung unsur politik
- Mis Makar untuk menggulingkan pemerintah
(Pasal 107), makar untuk membunuh kepala negara
(Pasal 104)
- Delik yang tidak mengandung unsur politik
- Mis pembunuhan orang biasa (Pasal 338),
Pencurian mobil (Pasal 362)
82- Delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang2
tertentu (subjeknya adalah orang-orang tertentu) - Mis Pasal 308, Pasal 346, Pasal 449
- Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang
- Cirinya Subjeknya adalah barang siapa
- Mis Delik Pencurian (Pasal 362), Delik
Pembunuhan (Pasal 338)
83KULIAH 5
- Tentang Ajaran Kausalitas
- Sifat Melawan Hukum
84KAUSALITAS
- 1. Pengertian ?
- 2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
- 3. Ajaran Kausalitas ?
- Ilustrasi
- B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B,
maka A terlambat karena terlambat A mengendarai
mobil dengan kecepatan tinggi A menubruk C
sehingga luka-luka C dibawa ke RS dan dioperasi
oleh dokter D D meminta E merawat dengan
suntikan tertentu E salah memberikan obat pada
C C mati.
85Pengertian Kausalitas
- Hal sebab-akibat
- Hubungan logis antara sebab dan akibat
- Persoalan filsafat yang penting
- Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain - Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
suatu masa lalu - Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana
(bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat
dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka
dapat menjawab persoalan siapa yang dapat
dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat
tertentu
86Pengertian Ajaran Kausalitas
- Ajaran yang berupaya untuk mencari sebab dari
timbulnya akibat - Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah
suatu perbuatan - Dengan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan
siapa yang dapat dipersalahkan dan diminta
pertanggungjawabannya
87Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas/ Jenis
delik apa yang memerlukan ajaran kausalitas?
- Delik Materiil Delik yang perumusannya melarang
timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika akibat
timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360 - Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva
per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten)
Delik yang terjadi dengan dilanggarnya suatu
larangan yang menimbulkan akibat yang dilakukan
dengan perbuatan pasif. - Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir Delik
yang terkwalifisir dengan timbulnya akibat. - (pengkualifikasian delik juga dapat dilakukan
atas dasar akibat yang muncul setelah delik
tertentu dilakukan, mis. Ps 351 (1) ? Ps 351 (2)/
? Ps 351 (3)
88Ajaran Kausalitas
- Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
- Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
Birkmeyer , Mulder - Teori-teori menggeneralisasi teori Adekuat (Von
Kries, Simons, Pompe, Rumelin) - Teori Relevansi Langemeijer
89Ajaran Conditio Sine Qua Non
- Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta
menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat
dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs.
Harus dianggap causa (sebab) akibat itu. - Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
- Ada beberapa sebab
- Syarat sebab
90Pembatasan Ajaran Von Buri
- Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel
dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa) - Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar
dolus atau culpa dalam banyak kejahatan dolus
atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.
91Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
- Birkmeyer
- Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine
Qua Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang
tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat,
lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk
terjadinya akibat. - G.E Mulder
- Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak
dapat dilepaskan dari akibat.
92Teori-teori menggeneralisasi
- Von Bar teori ini tidak menyoal tindakan mana
atau kejadian mana yang in concreto memberikan
pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang
dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang
secara umum dapat dipandang mengakibatkan
terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan
mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang
ada
93Teori-teori menggeneralisasi
- Von Kries (Teori Adequat Subjectif) Sebab
adalah keseluruhan faktor positif negatif yang
tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus
meniadakan akibat. Namun pembatasan demi
kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana
tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif
atau berat/ringannya faktor dalam situasi
konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu
secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor
tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.
Sebab syarat-syarat yang dalam situasi dan
kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk
memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan
akibat itu, atau secara objectif memperbesar
kemungkinan munculnya akibat tersebut. - Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan
memunculkan akibat tertentu hanya dapat
diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk
pengetahuan - (a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg
terjadi / pengetahuan Nomologis yg memadai - (b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg
terjadi/ pengetahuan Ontologis/ pemahaman fakta
(empirik)
94Teori-teori menggeneralisasi
- Rumelin (Teori Adequat Objectif)
- Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus
(perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal
probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang
diketahui atau mungkin diketahui pada waktu
melakukan tindakannya, melainkan pada fakta yang
objektif pada waktu itu ada, entah diketahuinya
atau tidak jadi pada apa yang kemudian terbukti
merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi
peristiwa tersebut. - Simons
- Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut
garis-garis umum pengalaman manusia dapat
menimbulkan akibat - Pompe
- Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk
dapat menimbulkan akibat
95Teori Relevansi
- Langemeijer
- Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
dengan memilih satu atau lebih sebab dari sekian
yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang
relevan saja , yakni yang kiranya dimaksudkan
sebagai sebab oleh pembuat undang-undang.
96Sifat Melawan Hukum
- Arti
- - tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- - bertentangan dg hak orang lain (tegen eens
anders recht) - tanpa alasan yg wajar
- Bertentangan dengan hukum positif
- Melawan hukum formil materiil
- - aliran formil melawan hukum melawan UU,
sebab hukum adalah UU. - -aliran materiil melawan hukum adalah perbuatan
yg oleh masyarakat tidak dibolehkan.
97Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil
- Materiil
- mengakui adanya pengecualian / penghapusan dari
sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum
yang tertulis dan yang tidak tertulis - Formil
- hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam
undang-undang saja/ mis, Ps. 49.
- Materiil
- sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari
tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam
rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut - Formil
- sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik,
hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan
nyata-nyata barulah menjadi unsur delik
98Pembuktian Melawan Hukum
- Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu
menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa
karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur
tersebut oleh penuntut umum - Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah
tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam
rumusan unsur tersebut disebutkan nyata-nyata,
jika tidak dinyatakan maka tidak perlu
dibuktikan.
99(No Transcript)
100(No Transcript)
101(No Transcript)
102(No Transcript)
103(No Transcript)
104(No Transcript)
105Dolus/ opzet/ sengaja istilah2 dalam rumusan
tindak pidana
- Dengan sengaja Ps 338 KUHP
- Mengetahui bahwa Ps 220 KUHP
- tahu tentang Ps 164 KUHP
- dengan maksud Ps 362, 378, 263 KUHP
- niat Ps 53 KUHP
- dengan rencana lebih dahulu Ps 340, 355 KUHP
- - dengan rencana (a) saat pemikiran dg tenang
(b) berpikir dg tenang ( c ) direnungkan lebih
dahulu. - - ada tenggang waktu antara timbulnya niat
dengan pelaksanaan delik
106Kesalahan sebagai Unsur Delik
107Bentuk-Bentuk Dolus
- 1. Dolus sebagai maksud tujuan
- 2. Dolus dengan kesadaran akan keniscayaan
akibat/sengaja dengan keinsyafan kepastian (sadar
kepastian noodzakelijkheidsbewustzijn) - 3. Dolus dengan kesadaran akan besarnya
kemungkinan/ kesengajaan dengan keinsyafan
kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids
bewustzijn/ awareness of probability) - 4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat opzet
met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk
opzet/awareness of possibility) - Kesengajaan bersyarat dengan mengetahui dan
menghendaki menerima risiko yang besar
108 Bentuk-bentuk Kesengajaan/dolus
- Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk dolus
menjadi 3 macam,yaitu sebagai maksud,
berkeinsyafan kepastian dan berkeinsyafan
kemungkinan (misalnya PAF Lamintang, Tresna,
Moeljatno) - Mereka menyamakan dolus eventualis dengan
kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan - Dolus eventualis merupakan perkembangan dalam
hukum pidana, khususnya dalam hal bentuk-bentuk
kesengajaan dan HR Belanda baru menerima
kesengajaan bentuk ini setelah PD II
109Bentuk-bentuk kesengajaan
- Sengaja sebagai maksud/ tujuan
- - apabila pembuat menghendaki perbuatan
dan/akibat perbuatannya - tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu
akibat perbuatannya tidak terjadi - Tidak harus berupa tindak pidana
- Sengaja sebagai keinsyafan kepastian
- - pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya
tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg
tidak dimaksud - Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan
- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak
dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg
dimaksudnya - Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan
kemungkinan tidak dapat berdiri sendiri. Selalu
bersifat accesoir terhadap kesengajaan sebagai
maksud
110Dolus eventualis
- Pelaku dengan kehendak dan kesadaran menerima
kemungkinan munculnya akibat yang buruk. - Di Jerman disebut billigend in Kauf nehmen
- menerima penuh risiko terwujudnya sesuatu
kemungkinan
111Culpa Istilah2
- - culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- - teledor
- istilah 2 yg digunakan dalam rumusan
- - kelalaian
- - kealpaan
- - kesalahan
- - seharusnya diketahuinya
- - sepatutnya diketahuinya
112Pengertian, Jenis, Syarat
- KUHP tidak ada definisi
- MvT kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg
kesengajaan dan di pihak lain dengan hal yg
kebetulan - Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada
sedangkan unsur mengetahui sering tidak ada - Macam2 Culpa
- (a) culpa levis culpa lata
- (b) culpa yg disadari (bewuste) culpa yg tidak
disadari (on bewuste) - Syarat adanya kealpaan
- (a) Hazewinkel-Suringa 1) kekurangan
menduga-duga 2) kekurangan berhati-hati - (b) van Hamel 1) tidak menduga-duga sebagaimana
diharuskan hukum 2) tidak berhati-hati
sebagaimana diharuskan hukum - ( c) Simons pada umumnya schuld (kealpaan)
mempunyai 2 unsur 1) tidak berhati-hati 2)
dapat diduganya akibat.
113Culpa
- Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada
seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang
normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang
sama kemampuan dan kecerdasannya dengan pelaku). - Jadi culpa merupakan sesuatu yang bersifat
normatif (.seharusnya..) - Apabila pada situasi dan kondisi yang sama dengan
pelaku, orang yang sama kemampuan dan
kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya tidak
melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh
pelaku berarti pelaku culpa---- disebut Culpa
Lata (Kelalaian yang Besar)
114Culpa
- Culpa Levis (Kelalaian yang kecil)--- apabila
tolok ukurnya adalah upaya dan kehati-hatian yang
luar biasa - Culpa yang disadari Apabila pelaku sudah
membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat
yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah
berupaya agar tidak timbul akibat tsb. (dia tidak
menghendaki akibat), namun akibat tetap terjadi - Culpa yang tidak disadari Pelaku sama sekali
tidak pernah membayangkan kemungkinan timbulnya
akibat yang dilarang tetapi ternyata terjadi
akibat - Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang
disadari maupun tidak disadari
115Asas penting dalam masalah pertanggungjawaban
- Geen Straf zonderschuld
- Tiada Pidana tanpa kesalahan
- meskipun seseorang telah melakukan perbuatan
yang melawan hukum namun tanpa adanya kesalahan
maka dia tidak dapat dipidana
116Dapat dipersalahkan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan
- 3 syarat yang harus dipenuhi
- Kemampuan bertanggungjawab
- Ada hubungan psikis antara pelaku dan
perbuatannya , dalam bentuk dolus atau culpa - Tidak ada dasar penghapus kesalahan
117Arti dan diantara unsur dengan sengaja unsur
melawan hukum
- Van Hamel, simons, pompe perbedaan itu
mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP dengan sengaja
dan melawan hukum Ps 333 KUHP dengan sengaja
melawan hukum - Vos, zevenbergen, langemeijer
- tiadanya kata dan tidak berarti apa2, semuanya
mesti dibaca dengan sengaja dan melawan hukum - Remelink, van Bemmelen
- kata penghubung dan tidak mempunyai arti, jadi
istilah dengan sengaja meliputi pula melawan
hukum.
118Kemampuan Bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarhei
d)
- Dengan menggunakan penafsiran acontrario dari
MVT tentang tidak mapu bertanggungjawab maka
mampu bertanggungjawab artinya - - pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas
tanpa paksaan - - pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan
hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya - Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu
bertanggungjawab kecuali bila ada dugaan pelaku
sakit jiwa atau tidak sempurna tumbuhnya
119KULIAH 7
120PERCOBAAN (POGING)
- PASAL 53
- (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika
niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri. - (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan,
dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. - (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama 15 tahun. - (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai. - Pasal 54
- Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
121Kasus 1
- Seorang yang sedang berdiri di bordes KA, ketika
akan diperiksa karcisnya oleh kondektur, ia telah
menendang kaki petugas tersebut. Sehingga apabila
kondektur tidak dengan cepat berpegang pada tiang
besi KA, pasti ia jatuh keluar dan terlindas KA
(Arrest HR Tgl 12 Maret 1942)
122Kasus 2
- Seorang POLANTAS memberi tanda agar sebuah
kendaraan bermotor berhenti, karena tidak
menyalakan lampu. Pengemudi tetap tancap gas,
sehingga kalau petugas tidak menghindar dengan
cara melompat ia akan tertabrak (Arrest HR 6
Pebruari 1951)
123Kasus 3Percobaan Pembunuhan Berencana
- KASUS
- A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan
bom di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil
dan mengakibatkan B luka-luka parah. - PASAL YG DIDAKWAKAN
- Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan
berencana) - ANCAMAN PIDANA
- 15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)
124- Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yg merupakan
percobaan tindak pidana yg dipidana sbg delik
selesai. Hal ini terdapat juga dalam UU Pidana di
luar KUHP. - Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg mirip dgn
percobaan yaitu makar (ps. 87) dan permufakatan
jahat (ps. 88), namun ada syarat dr Ps. 53 yg
belum dipenuhi tapi sudah dapat dihukum
125POGING (PERCOBAAN)
- Permulaan kejahatan yang belum selesai
- Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
dan diancam hukuman oleh undang-undang - Poging adalah perluasan pengertian delik
- Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu
melanggar kepentingan hukum atau membahayakan
kepentingan hukum - KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
- Harus diketahui kapan suatu delik dianggap
selesai - Delik selesai berbeda antara delik formil dan
delik materiil - Pada delik formil delik selesai apabila
perbuatan yang dilarang telah dilakukan - Pada delik materiil delik selesai apabila
akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang-undang telah timbul atau terjadi
126Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer
- seseorang yang melakukan percobaan untuk
melakukan kejahatan itu pantas dihukum, oleh
karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku
yang tidak bermoral yang bersifat jahat ataupun
yang bersifat berbahaya - Terdapat sikap batin atau watak yang berbahaya
dari si pelaku
127Teori Obyektif - objectieve pogingsleer
- Seseorang yang melakukan percobaan untuk
melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh
karena tindakan-tindakannya telah bernilai
membahayakan bagi kepentingan-kepentingan hukum
128Pengklasifikasian Teori Objektif
- Teori Obyektif Formil
- Seseorang yang melakukan percobaan untuk
melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh
karena tindakan-tindakannya telah bernilai
membahayakan bagi kepentingan-kepentingan hukum.
Teori ini tidak membedakan antara percobaan pada
delik formil dan delik materiil - Teori Obyektif Materiil membedakan percobaan pada
jenis deliknya (delik formil atai delik materiil)
129- Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil
- apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang
disebut dalam rumusan delik - Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil
- segera setelah tindakan yang dilakukan oleh
pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung
dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh UU
tanpa pelakunya tersebut harus melakukan suatu
tindakan yang lain
130Teori Campuran
- Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer
- dan
- Teori Obyektif - objectieve pogingsleer
131Syarat Percobaan yg dapat dipidana
- Niat
- Permulaan Pelaksanaan
- Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
-
132Syarat PertamaNIAT atau Voornemen
- Menurut doktrin dan yurisprudensi voornemen
harus ditafsirkan sebagai kehendak, willen atau
opzet - Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu
kehendak melakukan kejahatan - Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini
harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet
dalam arti pertama (sebagai ogmerk atau tujuan)
?
133Syarat KeduaPermulaan Pelaksanaan
- Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan ? een begin van uitvoering - Harus ada suatu perbuatan(handeling)
- apa yang dimaksud perbuatan sebagai permulaan
pelaksanaan ? - Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
atauuitvoering dan bagaimana bentuknya - Perlu digunakan penafsiran
134Pelaksanaan Kehendak atauPelaksanaan Kejahatan ?
- Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata
yang mendahuluinya yaitu voornemen/
niat/kehendak ? Niat sudah terwujud dengan adanya
permulaan pelaksanaan. Jadi pelaksanaan itu
ditafsirkan sebagai pelaksanaan kehendak ?
TEORI POGING SUBYEKTIF - Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat
berikutnya tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri maka secara sistematis maka ditafsirkan
sebagai pelaksanaan kejahatan ? TEORI POGING
OBYEKTIF
135CONTOH KASUS
- A menghendaki untuk membunuh B , untuk
melaksanakan maksudnya, A harus melakukan
beberapa perbuatan, yaitu - a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
- b. A membeli senjata api
- c. A membawa senjata api ke rumahnya
- d. A berlatih menembak
- e. A menyiapkan sebjata apinya dengan
membungkusnya rapat-rapat - f. A menuju rumah B
- g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu
dengan peluru - h. A mengarahkan senjata kepada B
- i. A melepaskan tembakan ke arah B
136MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ? APAKAH TIAP2
PERBUATAN DALAM KASUS TSB DAPAT DIHUKUM ?
- 1. Menurut Teori Poging Subyektif perbuatan a
sudah merupakan permulaan pelaksanaan karena
telah menunjukkan kehendak yang jahat - 2. Menurut Teori Poging Obyektif perbuatan a ?
f belum merupakan permulaan pelaksanaan karena
semua perbuatan itu belum membahayakan
kepentingan hukum si B
137PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF
- Perbuatan dibedakan
- 1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat
dihukum) - 2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah
dapat dihukum) - Tetapi, pertanyaannya mana yang merupakan
perbuatan persiapan dan mana yang merupakan
perbuatan pelaksanaan ?
138PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TERSEBUT
- 1.Van Hamel apabila dari perbuatan itu telah
terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk
melaksanakan perbuatannya - 2.Simons melihat dari jenis deliknya delik
materiil atau delik formil. - Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan
sebagian dari perbuatan yang dilarang jika ada
beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah
satu unsur - Pada delik materril apabila perbuatan itu
dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya
adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung
dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh UU - 3.Vos ada permulaan pelaksanaan apabila
perbuatan itu mempunyai sifat terlarang terjadap
suatu kepentingan hukum. - 4.Pompe ada permulaan pelaksanaan apabila
suatu perbuatan yang bagi orang normal
memungkinkan terjadinya suatu delik.
139Pendapat Hoge Raad
- Ada permulaan pelaksanaan apabila antara
perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang
dkehendaki oleh seseorang itu terdapat hubungan
erat langsung yaitu apabila seorang melakukan
sesuatu perbuatan untuk melaksanakan kejahatan ,
perbuatan itu baru dianggap sebagai permulaan
pelaksanaan apabila disamping perbuatan itu tidak
dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan yang lain
untuk menyelesaikan kejahatan.
140Percobaan delik formil
- apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang
disebut dalam rumusan delik - Hoge Raad arrest tanggal 8 Maret 1920 N.J.1920
- perbuatan menawarkan untuk dibeli dan perbuatan
menghitung uang kertas yang telah dipalsukan di
depan orang lain adalah tindakan permulaan dari
tindakan pelaksanaan
141Percobaan delik materiil
- segera setelah tindakan yang dilakukan oleh
pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung
dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh
undang-undang, tanpa pelakunya tersebut harus
melakukan suatu tindakan yang lain - Hoge Raad Arrest 19 Maret 1934, N.J 1934
Eindhovense Brandstichting - arrest
142Syarat KetigaTidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri
- Contoh Tertangkap tangan, korban memberikan
perlawanan, korban tidak meninggal karena bantuan
medis - Membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak
sendiri vrijwillige terugterd (TIDAK ADA
Percobaan yang dihukum)
143Dalam Pasal 18 RUU KUHP
- (1) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan
dilakukan, pembuat tidak menyelesaikan
perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara
sukarela, maka pembuat tidak dipidana. - (2) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan
dilakukan, pembuat dengan kehendaknya sendiri
mencegah tercapainya tujuan atau akibat
perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana. - (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) telah menimbulkan kerugian atau menurut
peraturan perundang-undangan telah merupakan
tindak pidana tersendiri, maka pembuat dapat
dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana
tersebut.(percobaan yang dikwalifisir)
144Macam2 Percobaan (Doktrin)
- Percobaan yg Sempurna Voleindigde Poging --gt
apabila seseorang berkehendak melakukan
kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg
diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi
kejahatan tidak selesai karena suatu hal - Percobaan yg Tertangguh Geschorte Poging --gt
apabila seseorang berkehendak melakukan
kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan
yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi
kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal - Percobaan yg Tidak Sempurna (tidak wajar)
Ondeugdelijke Poging --gt apabila seseorang
berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia
telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan
bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil
disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau
obyek (sasaran) tidak sempurna. - Tidak sempurna mutlak atau relatif
145Pasal 20 RUU KUHP
- Dalam hal tidak selesai atau tidak mungkin
terjadinya tindak pidana disebabkan
ketidakmampuan alat yang digunakan atau
ketidakmampuan objek yang dituju, maka pembuat
tetap dianggap telah melakukan percobaan tindak
pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 1/2
(satu per dua) maksimum pidana yang diancamkan
untuk tindak pidana yang dituju.
146Melakukan percobaan kejahatan akan tetapi tidak
dihukum
- Pasal 184 ayat 5 KUHP perkelahian tanding
- Pasal 302 ayat 4 KUHP penganiayaan ringan
terhadap binatang - Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2 KUHP
penganiayaan biasa dan ringan
147Mangel am tatbestand (gebrek aan feitelijk
tosdracht v/e zaak)
- Kejadian-kejadian yang mirip dengan percobaan
yang tidak sempurna/ tidak wajar di mana salah
satu unsur dari kejahatan tertentu itu sebenarnya
tidak mungkin ada atau tidak mungkin terjadi - Misal
- menggugurkan kandungan seorang perempuan yang
tidak pernah hamil - mencuri barang yang pencurinya tidak tahu bahwa
barang tersebut sebelum dicuri telah
diwariskan/diberikan padanya.
148Putatif Delict
- Seseorang mengira bahwa apa yang dilakukan
merupakan suatu tindak pidana, padahal tindakan
tersebut tidak dilarang - Contoh
- Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa sejumlah
uang kertas asing. Semula ia beranggapan telah
mencoba atau melakukan suatu kejahatan. Namun
ternyata uang yang ia bawa masih dalam batas
ketentuan yang tidak dilarang
149Percobaan dalam kealpaan
- Pasal 287 KUHP
- yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa
wanita itu belum cukup umurnya - Pasal 480 KUHP
- yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa
barang itu diperoleh si penjual dari kejahatan