KERANGKA PAPARAN - PowerPoint PPT Presentation

1 / 19
About This Presentation
Title:

KERANGKA PAPARAN

Description:

... Perlindungan Saksi yang berpartner dengan Kejaksaan Agung, US Marshal, FBI, Burau of Prison, pengadila dan kantor imigrasi. – PowerPoint PPT presentation

Number of Views:119
Avg rating:3.0/5.0
Slides: 20
Provided by: Seme152
Category:

less

Transcript and Presenter's Notes

Title: KERANGKA PAPARAN


1
KERANGKA PAPARAN
LPSK
  • PERLUNYA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
  • LANDASAN HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
  • PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI BERBAGAI NEGARA
  • PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA DAN
    PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
  • REKOMENDASI

2

LPSK
  I. LATAR BELAKANG PERLUNYA PERLINDUNGAN SAKSI
DAN KORBAN
  • Keberadaan Saksi dan Korban sangat penting dan
    menjadi kunci keberhasilan sistim peradilan
    pidana
  • Perkembangan kejahatan makin pesat dengan modus
    canggih dan berlintas Negara (Extra Ordinary and
    Trans National Crimes)
  • Banyak kejahatan yang tidak terbongkar karena
    ketiadaan Pelapor dan Saksi korban dalam proses
    peradilan
  • Tuntutan masyarakat untuk membongkar kajahatan
    dan mendorong perlindungan kepada Pelapor, Saksi,
    dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama

3

LPSK
  • Saksi dan Korban memiliki peran penting dan
    sebagai Warga Negara perlu mendapatkan jaminan
    terhadap hak-haknya namun belum cukup
    pengaturannya terutama dalam KUHAP
  • Perkembangan Sistem Peradilan yang bertujuan
    memenuhi keadilan Korban Retributif Justice
    System ke Restoratif Justice System
  •  
  • Perlu ada Lembaga yang kredibel untuk
    melaksanakan pemenuhan hak-hak Saksi Korban dan
    membangun kondisi yang nyaman sehingga masyarakat
    bersedia melapor dan bersaksi
  • Perlu kerjasama dan dukungan kuat dari Aparat
    Penegak Hukum dan Lembaga terkait dalam
    pemenuhan hak-hak Saksi dan Korban

4
LPSK
  • II. LANDASAN HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
  • A. KONVENSI DAN DEKLARASI INTERNASIONAL (UN
    CONVENTION DECLARATION)
  • United Nations Convention Against Corruption 2004
    (Konvensi PBB Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
    Tahun 2004 yang telah diratifikasi dalam
    Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006)
  • United Nations Convention Against Transnational
    Organized Crime (Konvensi PBB Menentang Kejahatan
    Transnasional Terorganisasi telah diratifikasi
    dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009)
  • UN Declaration of Basic Principles of Justice for
    Victims of Crime and Abuse of Power (Deklarasi
    PBB Tentang Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Untuk
    Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan)

5
  • II. LANDASAN HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
  • A. KONVENSI DAN DEKLARASI INTERNASIONAL (UN
    CONVENTION DECLARATION)
  • United Nations Convention Against Corruption 2004
    (Konvensi PBB Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
    Tahun 2004 yang telah diratifikasi dalam
    Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006)
  • United Nations Convention Against Transnational
    Organized Crime (Konvensi PBB Menentang Kejahatan
    Transnasional Terorganisasi telah diratifikasi
    dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009)
  • UN Declaration of Basic Principles of Justice for
    Victims of Crime and Abuse of Power (Deklarasi
    PBB Tentang Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Untuk
    Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan)

6
  • Hal-hal prinsip yang perlu mendapat perhatian
    dari ketentuan dalam konvensi tersebut adalah
  •  
  • Bahwa setiap Negara wajib melakukan upaya yang
    perlu dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
    adanya pembalasan dan intimidasi.yang
    mengakibatkan saksi dan atau Korban ketakutan
    sehingga tidak mempunyai keberanian bersaksi.
  • Negara wajib membangun kondisi yang kuat ditengah
    masyarakat sehingga orang mempunyai keberanian
    melapor dan yang terlibat kejahatan bersedia
    bekerjasama dengan aparat penegak hukum.
  • Korban diberikan kemudahan dalam mengakses ke
    peradilan pidana dan pelayanan untuk mendapatkan
    penggantian kerugian dan bantuan kesehatan medis
    psikhologis, oleh pelaku tindak pidana atau oleh
    Negara .

7
  • B. PERATURAN PERUNDANGAN
  •  
  • Dalam rangka perlindungan Saksi dan Korban telah
    dilahirkan sejumlah peraturan perundang-undangan
    yang memberikan dasar hukum dan mandat bagi
    pemberian perlindungan saksi dan korban, yaitu
  • TAP MPR VIII/2001 tentang Rekomendasi Arah
    Kebijakan Pemberantasan dan PencegahanKorupsi,
    Kolusi, dan Nepotisme,
  • - UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang
    diatur lebih lanjut di dalam PP No 2 Tahun 2002
    tentang Tatacara Perlindungan Saksi dan Korban,
  •  
  • - UU No 15 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
    Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
    Pencucian Uang (TPPU), serta PP No 57 Tahun 2003
    tentang perlindungan terhadap Saksi dan Pelapor,
  •  
  • - UU No 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
    Tindak Pidana Korupsi,
  •  
  • - UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan
    Terorisme yang diatur lebih lanjut dalam PP
    No 24 tahun 2003,

8
  • - UU No 23 tahun 2004 tentang PKDRT,
  •  
  • - UU No 9 Tahun 2008 tentang Tindak Pidana
    Perdagangan Orang (TPPO),
  • - dan secara khusus pengaturan perlindungan
    saksi dan korban didalam Undang-Undang Nomor 13
    Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
  •  
  • Kehadiran berbagai peraturan perundang-undangan
    tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran
    saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana
    yang selanjutnya untuk melaksanakan pemberian
    pelindungan dan bantuan telah dibentuk Lembaga
    Perlindungan Saksi dan Korban.

9
  • III. PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI BERBAGAI
    NEGARA
  • - Program Perlindungan Saksi dan Korban telah
    dilaksanakan oleh sebagian besar Negara-negara
  • - Perlindungan Saksi dan Korban menjadi
    Instrumen dalam sistim peradilan pidana pada
    setiap negara untuk mengungkap tindak pidana
  • - Pengaturan kelembagaan Perlindungan Saksi dan
    Korban di beberapa Negara bervariasi sesuai
    dengan kebutuhan dan system hukum di
    masing-masing Negara
  • Amerika Serikat membentuk program perlindungan
    saksi berdasarkan Witness Protection Act 1984.
    Pelaksanaan perlindungan Saksi di bawah naungan
    Departemen Kehakiman sebagai pelaksana UU
    Perlindungan Saksi dan Korban yang bernama Kantor
    Operasi Penegakan Unit Khusus Perlindungan Saksi
    yang berpartner dengan Kejaksaan Agung, US
    Marshal, FBI, Burau of Prison, pengadila dan
    kantor imigrasi.
  • Bentuk-bentuk perlindungan saksi di Amerika
  • Status saksi dalam perlindungan dan keberadaannya
    dirahasiakan
  • Perlindungan atas keselamatan diri dan keluarga,
  • Pengawasan melalui video
  • Perlindungan terhadap ekonomi saksi dan
    keluarganya.

10
  • IV. PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA
    DAN PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
  • PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
  • Sebelum adanya UU 13 tahun 2006 Perlindungan
    Saksi dan Korban masih dilakukan secara partsial
    oleh lembaga yang menangani tindak pidana
    tertentu berdasarkan peraturan perundangan
    khusus misal HAM, Korupsi, Pencucian Uang,
    Narkotika, Terorisme.
  • Pengaturan mengenai hak perlindungan masih
    terbatas pada perlindungan keamanan kepada Saksi
    dan Korban
  • KUHAP yang diundangkan pada tahun 1981 belum
    banyak memuat pengaturan perlindungan saksi dan
    korban oleh karena pada waktu tersebut masih
    belum dirasakan sebagai satu kebutuhan.
  • muncul tuntutan agar Saksi dan Korban lebih
    diakui dan diberikan proteksi serta dipenuhi
    hak-haknya dengan pertimbagan
  • Banyak perkara tidak terungkap
  • Korban tidak berani melapor dan menjadi saksi
  • Kekerasan terhadap korban dan saksi sering
    terjadi hak-hak korban terabaikan
  • Berdasarkan tuntutan kebutuhan perlindungan saksi
    dan korban maka dibuat Undang-undang Perlindungan
    Saksi dan Korban yang mengatur mengenai hak-hak
    saksi dan korban, tata cara dan lembaga yang
    menangani perlindungan saksi dan korban

11
  • 2. Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
  • LPSK merupakan lembaga mandiri dalam Sistem
    peradilan Pidana yang bertanggung jawab dalam
    menangani pemberian Perlindungan dan bantuan
    terhadap Saksi dan Korban Tindak Pidana.
  • LPSK Berfungsi
  • Mengkoordinasikan fungsi dan peran perlindungan
    saksi dan korban dalam Sistem Peradilan Hukum
    Pidana
  • Menerima permintaan, penyerahan, dan atau
    permohonan untuk dilakukan perlindungan terhadap
    saksi dan atau korban dalam kasus perkara pidana
    tertentu
  • Menentukan persyaratan dan wujud perlindungan
    kepada para saksi dan korban sesuai pertimbangan
    yang dilakukan
  • Melakukan koordinasi, kerjasama, dan kemitraan
    dengan berbagai pihak dalam proses maupun
    aktivitas perlindungan saksi dan korban
  • Melaksanakan pemberian perlindungan dalam bentuk
    pemenuhan hak-hak korban

12
Pasal 5 ayat (1) Hak-hak Saksi dan Korban a.
Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari
Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang
akan, sedang, atau telah diberikannya b. Ikut
serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan c.
Memberikan keterangan tanpa tekanan d. Mendapat
penerjemah e. Bebas dari pertanyaan yang
menjerat f. Mendapatkan informasi mengenai
perkembangan kasus g. Mendapatkan informasi
mengenai putusan pengadilan h. Mengetahui dalam
hal terpidana dibebaskan i. Mendapat identitas
baru j. Mendapatkan tempat kediaman baru k.
Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai
dengan kebutuhan l. Mendapat nasihat hukum
dan/atau m.Memperoleh bantuan biaya hidup
sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir.
13
  • PERLINDUNGAN HUKUM
  • PASAL 10 UU 13 2006
  • (1) Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat
    dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata
    atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau
    telah diberikannya.
  • (2) Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus
    yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan
    pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah
    dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya
    dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam
    meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
  • (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    tidak berlaku terhadap Saksi, Korban dan pelapor
    yang memberikan keterangan tidak dengan itikad
    baik.

14
  • BANTUAN PEMBERIAN KOMPENSASI DAN RESTITUSI
  •  
  • Korban melalui LPSK dapat mengajukan ke
    pengadilan berupa
  • Hak pemberian kompensasi dari Negara dalam kasus
    pelanggaran hak asasi manusia yang berat
  • Hak atas restitusi atau ganti kerugian yang
    menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana.
  • Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi
    diberikan oleh pengadilan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
    kompensasi dan restitusi diatur melalui Peraturan
    Pemerintah.
  •  
  • REPARASI KORBAN
  • Pengajuan Kompensasi
  • Pengajuan Restitusi
  • Rehabilitasi (Medis Psikologis)
  • Jaminan tidak terulangnya kriminal
  • PENDAMPINGAN DALAM PROSES PERADILAN KASUS YANG
    DIHADAPINYA
  • ADVOKASI
  •  

15
  • BEBERAPA CONTOH BENTUK PELAYANAN BANTUAN KEPADA
    KORBAN YANG TELAH DILAKSANAKAN OLEH LPSK
  •  
  • Pengajuan Restitusi Kompensasi
  • Pengajuan restitusi An. Endang di Magetan, Jawa
    Timur
  • Layanan Medis
  • Korban An. Fujiyo (gigi rontok dianiaya karena
    melaporkan kasus korupsi yang dilakukan oleh
    Anggota DPR RI), An. Suharno (korban penusukan di
    bagian leher, dada, dan perut karena melaporkan
    kasus korupsi Kepala Desa di Madiun), An. Saipul
    Yeni Suhendri, Fahmi, Agus, Legiono, dan Munawir
    (kasus penganiayaan dan penembakan yang dilakukan
    aparat di Jambi)
  • Bantuan layananan medis kepada 400 Korban
    Pelanggaran HAM Berat tahun 1965-1966
  • Layanan Psikologis
  • Korban An. Dara di Bekasi (korban perkosaan oleh
    kakek dan tetangganya) dan An. Ahme Wiyate
    (perkosaan oleh preman-preman di Depok)
  • Bantuan layanan psikhologis kepada 400 Korban
    Pelanggaran HAM Berat tahun 1965-1966

16
  • Layanan Jaminan Kriminalnya Tidak Terulang
  • Korban An. Arumi Bachsin dalam kasus KDRT
  • Layanan Perlindungan Fisik dan Pendampingan dalam
    Proses Peradilan
  • Korban An. Charles Mali, dkk di peradilan militer
    Atambua, NTT dalam kasus penganiayaan oleh oknum
    militer dan An. Pitinus Kogoya di Puncakjaya,
    Papua dalam kasus pelanggaran HAM Berat oleh
    oknum TNI.
  • Layanan Advokasi
  • Memberikan advokasi kepada pihak Polri agar
    mengingatkan para wartawan tidak mengeksploitasi
    berita dari para korban bom di Hotel Marioth
    dalam waktu tertentu.
  • Melakukan advokasi kepada pihak Polri agar
    memberikan pengamanan dan pengawalan kepada dr.
    Ambar yang menjadi korban percobaan pembunuhan
    karena mengungkapkan kasus perkara korupsi di
    suatu Perguruan Tinggi di Bandung.

17
  •  V. REKOMENDASI
  • Perlindungan dan Bantuan kepada Saksi dan Korban
    menjadi tuntutan untuk Pemenuhannya sebagai
    perwujudan keadilan Korban yang mengalami
    penderitaan dari kejahatan yang menimpanya.
  • Pengaturan mengenai hak-hak korban dan tatacara
    untuk memperolehnya perlu lebih diperjelas baik
    dalam Revisi KUHAP maupun dalam Revisi UU 13 2006
  • Pengetahuan dan komitmen oleh Pemangku
    Kepentingan perlu diperluas dan ditingkatkan
    terhadap perlindungan dan bantuan kepada Korban
  • LPSK sebagai lembaga Negara yang diberikan
    mandat untuk memberikan layanan bantuan kepada
    korban berupaya meningkatkan kapasitas
    kelembagaan dan SDM untuk memberikan bantuan
    kepada Korban
  • Dukungan dan kerjasama dari Semua Pihak sangat
    diperlukan untuk mewujudkan hak-hak korban.

18
(No Transcript)
19
Abdul Haris Semendawai, S.H., LLM. (Ketua LPSK
RI)
Lahir di Ulak Baru OKU - Sumatera Selatan, 28
September 1964, menyelesaikan studi S1 di FH
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
(1991) dan Master Hukum di Northwestern
University School of Law (2004) Chicago, USA.
Tamat kuliah di UII, Semendawai bergabung dengan
Lembaga Kajian Hak-Hak Masyarakat (LEKHAT)
Yogyakarta (1991-1993) sebagai Direktur
Eksekutif menjadi pengacara satu Law Office di
Yogyakarta (1994-1998) juga aktif sebagai sekjen
the Yogyakarta Young Lawyers Club. Desember 2008
pindah ke Jakarta menjadi pengacara di Lembaga
Studi dan Advocacy Masyarakat (ELSAM 1998-2008)
mulai 1999 2006 menjadi Koordinator Divisi
Pelayanan Hukum ELSAM juga menjadi Koordinator
Tim Advocacy Pembela Aktifis Lingkungan (TAPAL)
Jakarta (2000-2003) sebagai Koordinator Badan
Pengawas Perkumpulan Sawit Watch Bogor
(20042008). Pernah aktif di koalisi masyarakat
sipil untuk advokasi RUU Perlindungan Saksi dan
Korban. Pada tahun 2006-2008 menjadi Koordinator
Koalisi Nasional Revisi KUHP. Terlibat sebagai
anggota Tim Pemerintah dalam penyusunan sejumlah
Peraturan PerUU-an. Pada 2007 diangkat menjadi
Deputi Direktur ELSAM sampai akhirnya terpilih
menjadi Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban(LPSK) periode 2008-2013.
Write a Comment
User Comments (0)
About PowerShow.com