HUKUM ACARA PIDANA (Diacu dari berbagai sumber) - PowerPoint PPT Presentation

About This Presentation
Title:

HUKUM ACARA PIDANA (Diacu dari berbagai sumber)

Description:

Bahan Kuliah Hukum Acara perdata Created by dhoni.yusra_at_ ... Arial Calibri Times New Roman Wingdings 2 Wingdings Garamond Arial Unicode MS Verdana ... – PowerPoint PPT presentation

Number of Views:2265
Avg rating:3.0/5.0
Slides: 188
Provided by: RAT46
Category:

less

Transcript and Presenter's Notes

Title: HUKUM ACARA PIDANA (Diacu dari berbagai sumber)


1
HUKUM ACARA PIDANA (Diacu dari berbagai sumber)
  • Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.
  • Staf Pengajar Fakultas Hukum UI/
  • Ketua Dewan Pengurus/ Advokat pada PAHAM
    Indonesia

2
HUKUM ACARA
  • By Iskandar Zulkarnain, SH. MH.

3
Hukum Pidana gt Formil Materiil
  • hukum yang berisikan materi hukuman
  • hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana
    melaksanakan hukum materiel

4
Hukum Pidana Materiel
  • KUHP dan delikdelik yang tersebar di luar KUHP,
    seperti Tindak Pidana Subversi, Tindak Pidana
    Ekonomi, Tindak Pidana Narkotik, dan lain-lain

5
Sumber Hukum Pidana Formil
  • HIR dan KUHAP

6
R Soesilo
  • Hukum acara pidana adalah
  • Hukum yang mengatur tentang tata cara
    bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan
    Hukum Pidana Materil, sehingga memperoleh
    keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan
    itu harus dilakukan

7
J.C. T Simorangkir
  • Hukum acara pidana adalah
  • Hukum acara yang melaksanakan dan mempertahankan
    hukum pidana materil.

8
  • Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum
    Formil (hukum acara), adalah hukum yang mengatur
    tata cara melaksanakan Hukum Materil. Dan Hukum
    Acara Pidana (Hukum Pidana Formil adalah hukum
    yang mengatur tata cara melaksanakan /
    mempertahankan Hukum pidana materil

9
ASAS-ASAS KUHAP
  • Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut
    dalam konsideran KUHAP seperti yang dapat dibaca
    pada huruf a, yang berbunyi
  • "Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara
    hukum yang berdasarkan Pancasila dan
    Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi
    hak asasi manusia serta yang menjamin segala
    warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
    hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
    tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
    ada kecualinya

10
  • Dari konsideren tersebut dapat kita simak
  • Negara Republik Indonesia adalah "Negara Hukum",
    berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
  • negara menjamin setiap warga negara bersamaan
    kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
  • setiap warga negara "tanpa kecuali", wajib
    menjunjung hukum dan pemerintahan

11
  • Semua tindakan penegakan hukum harus
  • berdasarkan ketentuan hukum dan Undang-undang
  • menempatkan kepentingan hukum dan
    perundang-undangan di atas segala-galanya,
    sehingga terwujud suatu kehidupan masyarakat
    bangsa yang takluk di bawah "supremasi hukum"
    yang selaras dengan ketentuan-ketentuan
    perundang-undangan dan perasaan keadilan bangsa
    Indonesia.

12
  • Dengan asas legalitas, aparat penegak hukum tidak
    dibenarkan
  • bertindak di luar ketentuan hukum
  • bertindak sewenang-wenang, atau abuse of power.

13
  • Setiap orang, baik dia tersangka atau terdakwa
    mempunyai kedudukan
  • sama sederajat di hadapan hukum (equal before the
    law)
  • mempunyai kedudukan "perlindungan" yang sama oleh
    hukum, (equal protec on the law)
  • mendapat "perlakuan keadilan" yang sama di bawah
    hukum, (equal justice lo the law)

14
B. ASAS KESEIMBANGAN
  • Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang
    menegaskan bahwa dalam penegakan hukum harus
    bcrlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi
    antara
  • 1.perlindungan terhadap harkat dan martabat
    manusia dengan,
  • 2. perlindungan terhadap kepentingan dan
    ketertiban masyarakat.

15
  • Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi
    dan wewenang penegakan hukum, tidak boleh
    berorientasi kepada kekuasaan semata-mata
  • Aparat penegak hukum harus menghindari
    tindakan-tindakan penegakan hukum dan ketertiban
    yang dapat menimbulkan pelanggaran hak-hak asasi
    manusia dan cara perlakuan yang tidak manusiawi.

16
  • dengan asas keseimbangan yang terjalin antara
    perlindungan harkat martabat manusia dengan
    perlindungan kepentingan ketertiban masyarakat,
    KUHAP telah menonjolkan tema human dignity
    (martabat kemanusiaan), dalam pelaksanaan
    tindakan penegakan hukum di bumi Indonesia.

17
  • titik sentral penegakan hukum di Indonesia
    menurut KUHAP harus berorientasi pada pola asas
    keseimbangan.
  • Pada satu sisi aparat Penegak hukum wajib
    melindungi martabat dan hak-hak asasi kemanusiaan
    seorang tersangka/terdakwa, sedang pada sisi lain
    berkewajiban melindungi dan mempertahankan
    kepentingan ketertiban umum.

18
3 PRADUGA TAK BERSALAH
  • Asas "praduga tak bersalah" atau presumption of
    innocent dijumpai dalam penjelasan butir 3 huruf
    c. Dengan dicantumkan asas praduga tak bersalah
    dalam Penjelasan KUHAP, dapat disimpulkan,
    pembuat undang-undang telah menetapkannya
    sebabagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan
    penegakan hukum (law enforcement).

19
  • asas praduga tak bersalah, telah dirumuskan dalam
    Pasal 8 Undang undang Pokok Kekuasaan Kehakiman
    No. 14 Tahun 1970, yang berbunyi "Setiap orang
    yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut
    dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan,
    wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
    putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan
    memperoleh kekuatan hukum tetap".

20
  • Prinsip akusatur menempatkan kedudukan
    tersangka/terdakwa dalam setiap pemeriksaan
  • adalah subjek bukan sebagai objek pemeriksaan,
    karena itu tersangka atau terdakwa harus
    didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan
    inanusia yang menharkat martabat harga diri,
  • yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip
    akusator adalah "kesalahan (tindakan pidana),
    yang dilakukan tersangka/terdakwa. Ke arah itulah
    pemeriksaan ditujukan.

21
  • Untuk menopang asas praduga tak bersalah dan
    prinsip akusatur dalam penegakan hukum, KUHAP
    telah memberi perisai kepada tersangka/terdakwa
    berupa seperangkat hak-hak kemanusiaan yang wajib
    dihormati dan dilindungi pihak aparat penegak
    hukum. Dengan perisai hak-hak yang diakui hukum,
    secara teoretis sejak semula tahap pemeriksaan,
    tersangka/terdakwa sudah mempunyai "posisi yang
    setaraf ' dengan pejabat pemeriksa dalam
    kedudukan hukum, berhak menuntut perlakuan yang
    digariskan dalam KUHAP

22
4. PRINSIP PEMBATASAN PENAHANAN
  • Masalah penahanan, merupakan persoalan yang
    paling esensial dalamsejarah kehidupan manusia.
    Setiap yang namanya penahanan, dengan sendirinya
    menyangkut nilai dan makna, antara lain
  • perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang yang
    ditahan,
  • menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat
    martabat kemanusiaan,
  • menyangkut nama baik dan pencemaran atas
    kehormatan diri pribadi.
  • Setiap penahan dengan sendirinya menyangkut
    pembatsan dan pencbutan smeentara sebagian
    hak-hak aasi manusia

23
  • PERPANJANGAN PENAHANAN ISTIMEWA
  • Kekecualian dari jangka penahanan sebagaimana
    tersebut dalam Pasal 24, 25, 26, 27 dan 28 KUHAP,
    guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap
    tersangka/terdakwa dapat diperpanjang dengan
    alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan
    karena
  • a. Tersangka atau Terdakwa menderita gangguan
    fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan
    dengan surat keterangan dari dokter
  • b. Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan
    pidana penjara sembilan (9) tahun atau lebih
    (Pasal 29 (1) KUHAP). Perpanjangan tersebut
    paling lama untuk 30 hari, dan dalam hal
    penahanan itu masih diperlukan, maka dapat
    diperpanjang untuk 30 hari lagi. Perpanjangan
    penahanan tersebut atas dasar permintaan dan
    laporan sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

24
  • Pasal 29
  • (1)Dikecualikan dari jangka waktu penahanan
    sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25,
    Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan
    pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau
    terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang
    patut dan tidak dapat dihindarkan karena 5047
  • a.tersangka atau terdakwa menderita gangguan
    fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan
    dengan surat keterangan dokter, atau
  • b.perkara yang sedang diperiksa diancam dengan
    pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
  • (2)Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan
    untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal
    penahanan tersebut masih diperlukan, dapat
    diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh
    hari.

25
  • (3)Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar
    permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat
  • a.penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua
    pengadilan negeri
  • b.pemeriksaan di pengadilan negari diberikan oleh
    ketua pengadilan tinggi
  • c.pemeriksaan banding-diberikan oleh Mahkamah
    Agung
  • d.pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua
    Mahkamah Agung.
  • (4)Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan
    oleh pejabat tersebut pada ayat (3) dilakukan
    secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab.

26
  • (5)Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2)
    tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya
    tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum
    berakhir waktu penahanan tersebut, jika
    kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.
  • (6)Setelah waktu enam puluh hari, walaupun
    perkara tersebut belum selesai diperiksa atau
    belum diputus, tersangka atau terdakwa harus
    sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
  • (7)Terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada
    ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat mengajukan
    keberatan dalam tingkat
  • a.penyidikan dan penuntutan kepada ketua
    pengadilan tinggi
  • b.pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan
    banding kepada Ketua Mahkamah Agung

27
  • Pasal 22
  • (1)Jenis penahanan dapat berupa
  • a.penahanan rumah tahanan negara b.penahanan
    rumah c.penahanan kota.
  • (2)Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat
    tinggal atau rumah kediaman tersangka atau
    terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya
    untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
    menimbulkan kesulitan dalam penyidikan,
    penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
  • (3)Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat
    tinggal atau tempat kediaman tersangka atau
    terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau
    terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.
  • (4)Masa penangkapan dan atau penahanan
    dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
    dijatuhkan.
  • (5)Untuk penahanan kota pengurangan tersebut
    seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan
    sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari
    jumlah lamanya waktu penahanan.

28
HUKUM ACARA PIDANABy. GOUSTA FERIZA, SH, MH
  • DASAR HUKUM 1. Undang-undang RI No.8 Tahun
    1981, Tentang

  • Hukum Acara Pidana, LN.RI No.76.
    TLN. No.3309

  • 2. Undang-undang RI No.4 Tahun 2004,
    Tentang

  • Kekuasaan Kehakiman, LN.RI No.8/
    2004

  • 3. Undang-undang RI No.5 Tahun 1991,
    Tentang

  • Kejaksaan RI, LN.RI.No.59/ 1991

  • 4. Undang-undang RI No.2 Tahun 2002,
    Tentang

  • Kepolisian Negara Republik
    Indonesia, LN.RI No.2/

  • 2002

  • 5. Undang-undang RI No.18 Tahun
    2003, Tentang

  • Advokat, LN.RI No.49/ 2003, TLN
    No.4282

  • 6. Undang-undang RI No.5 Tahun 2004,
    Tentang

  • Perubahan atas UU No.14 Tahun
    1985 tentang

  • Mahkamah Agung, LN.RI No.9/ 2004

  • 7. Peraturan-peraturan pelaksana
    lainnya, seperti SEMA

  • dan PERMA.
  • - Dosen FH UIEU
  • - Advokat di Jakarta

29
TAHAPAN ACARA PIDANA

  • PENYELIDIKAN

  • Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
    menurut cara yang diatur dalam

  • Undang-undang ini untuk mencari serta
    mengumpulkan bukti yang dengan

  • bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
    yang terjadi dan guna

  • menemukan tersangkanya (Vide Pasal 1 ayat 2
    KUHAP).
  • PRA PENYIDIKAN LAPORAN

  • Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang
    karena Hak atau Kewajiban

  • berdasarkan Undang-undang kepada pejabat yang
    berwenang tentang telah

  • atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa
    pidana (Vide Pasal 1 ayat 24

  • KUHAP).

  • PENGADUAN

  • Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak
    yang berkepentingan kepada

  • pejabat yang berwenang untuk menindak menurut
    hukum seorang yang telah

  • melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya
    (Vide Pasal 1 ayat 25

  • KUHAP).

30
PEMANGGILAN
PEMERIKSAAN
1. Saksi-saksi
2. Tersangka PENYIDIKAN TINDAKAN
KEPOLISIAN
1. Penangkapan (Vide Pasal 16 s/d Pasal 19
KUHAP) 2.
Penahanan (Vide Pasal 20 s/d Pasal 31 KUHAP)
3. Penggeledahan
(Vide Pasal 32 s/d Pasal 37 KUHAP)
4. Penyitaan (Vide Pasal
38 s/d Pasal 46 KUHAP)
5. Pemeriksaan Surat (Vide Pasal 47
s/d Pasal 49 KUHAP)
PEMBERKASAN
- Tahap Awal SPDP Vide
Pasal 109 ayat (1) KUHAP

Lengkap Penyerahan
TSK BB
- Tahap Lanjutan
(Vide Pasal 110 KUHAP)
Tidak Lengkap P.18 P.19
31
  • Penerimaan Berkas
  • PRA PENUNTUTAN
  • (Vide Pasal 14 ayat (b) KUHAP Penelitian
    (Vide Pasal 138 KUHAP)
  • Jo Pasal 110 ayat (3), ayat (4)
  • KUHAP) Penerimaan TSK BB
  • PENUNTUTAN
  • Pembuatan Surat Dakwaan
  • (Vide Pasal 140 ayat (1) KUHAP)
  • PEMBERKASAN
  • Pelimpahan Perkara
  • (Vide Pasal 143 ayat (1) KUHAP)

32
  • Pemanggilan Terdakwa
  • (Vide Pasal 145 KUHAP)
  • PRA PERSIDANGAN Penelitian
    Berkas
  • (Vide Pasal 147)
  • Penunjukan Majelis Hakim
  • (Vide Pasal 152 ayat 1 KUHAP)
  • TAHAP PERSIDANGAN
  • Pembacaan Dakwaan
  • Eksepsi PH
  • Putusan Sela
  • ACARA PEMERIKSAAN
    BIASA Pemeriksaan Saksi
  • Keterangan Ahli
  • Pemeriksaan Terdakwa
  • Pembacaan Tuntutan

33
  • ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT
  • Perkara kejahatan atau Pelanggaran yang
    tidak termasuk ketentuan
  • Pasal 205 dan menurut Penuntut Umum
    Pembuktian serta
  • penerapan hukumnya mudah dan sifat nya
    sederhana
  • (Vide Pasal 203 ayat (1) KUHAP).
  • ACARA Dalam Acara Pemeriksaan
    Singkat
  • PEMERIKSAAN SIDANG - Pada umumnya berpedoman pada
    Acara Biasa
  • - Pelimpahan Acara Singkat tanpa Surat
    Dakwaan
  • - Pemberitahuan lisan Tindak Pidana yang
    didakwakan
  • - Pemberitahuan Dakwaan dicatat dalam Berita
    acara Sidang
  • - Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi
    dicatat dalam Berita
  • Acara Sidang
  • ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
  • Terbagi atas
  • 1. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
    (Vide Pasal 205 ayat
  • (1) KUHAP)
  • 2. Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalin.

34
HAK-HAK TERSANGKA/ TERDAKWA
DALAM PENYIDIKAN/ PENUNTUTAN
DALAM PERSIDANGAN
  • 1. Mendapat Pemeriksaan segera dari Penyidik
  • 2. Pelimpahan segera berkas perkara oleh Penyidik
    kepad PU
  • 3. Pelimpahan segera Berkas perkara ke Pengadilan
  • 4. Berhak atas Juru Bahasa
  • 5. Mendapatkan Bantuan Hukum
  • 6. Pemberitahuan segera atas Penangkapan/
    Penahanan
  • 7. Hak mendapatkan Turunan Berita acara

1. Pemeriksaan segera di pengadilan 2. Bebas
memberikan keterangan 3. Berhak atas Juru
Bahasa 4. Mendapatkan Bantuan Hukum 5.
Pemberitahuan segera atas penahanan 6. Diadili
dalam sidang terbuka untuk umum 7. Menunjukkan
saksi at de charge 8. Mengajukan Uapya Hukum
Banding, Kasasi, atau PK 9. Menuntut ganti
kerugian dan Rehabilitasi 10.Mendapatkan turunan
Surat Pelimpahan Berkas Perkara dan Surat
Dakwaan
35
TENTANG SURAT DAKWAAN
  • SYARAT SAHNYA SURAT
  • DAKWAAN
  • SYARAT FORMAL
  • Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan yang
    diberi tanggal dan ditanda tangani dengan
    menyebutkan nama lengkap, tempat lahir, umur atau
    tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
    tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka
  • 2. SYARAT MATERIIL
  • Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan
    harus di uraikan secara cermat, jelas dan
    lengkap, mengenai tindak pidana yang didakwakan
    dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana
    itu dilakukan.

BENTUK DAKWAAN
  • DASAR HUKUM
  • Pasal 140 ayat (1) KUHAP
  • Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa
    dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan
    dalam waktu secepatkan membuat Surat Dakwaan.
  • Pasal 143 ayat (1) KUHAP
  • Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan
    Negeri dengan permintaan agar segera mengadili
    perkara tersebut disertai dengan Surat Dakwaan.

36
  • DAKWAAN TUNGGAL
  • Dakwaan yang bersifat sederhana yang memuat
    hanya satu tindak
  • pidana.
  • DAKWAAN ALTERNATIF
  • Dakwaan yang disusun secara alternatif yang
    didalmnya hanya
  • memuat dua dakwaan yang dapat dipilih salah
    satunya untuk
  • dibuktikan kebenaran perbuatan pidananya.
    Ciri khas dakwaan
  • alternatif diantara dua dakwaan yang disusun
    didalamnya
  • menggunakan kata ATAU.
  • BENTUK SURAT DAKWAAN
  • DAKWAAN SUBSIDERITAS (BERLAPIS)
  • Dakwaan yang disusun secara berlapis, yaitu
    dimulai dari
  • Dakwaan Terberat sampai yang Ringan, dengan
    susunan Primair,
  • Subsider, Lebih Subside, Lebih-lebih Subsider
  • DAKWAAN KUMULATIF
  • Dakwaan yang disusun atas beberapa Tindak
    Pidana dimana
  • seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih
    dari satu tindak

37
TENTANG EKSEPSI (KEBERATAN)
  • DASAR HUKUM
  • Pasal 156 ayat (1) KUHAP
  • Dalam hal terdakwa atau PH mengajukan kebertatan
    bahwa Pengadilan tidak berwenang atau Dakwaan
    tidak dapat diterima atau Surat Dakwaan harus
    dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada
    PU untuk menyatakan pendapatnya, hakim
    mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
    selanjutnya mengambil keputusan
  • JENIS/ MACAM KEBERATAN
  • Berdasarkan ketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP
    dan menurut Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
    Administrasi Pengadilan Buku I ada 3 (tiga)
    macam keberatan yang dapat diajukan oleh Terdakwa
    atau Phnya, yaitu
  • 1. Keberatan Tidak Berwenang mengadili
  • 2. Keberatan Dakwaan tidak dapat diterima, dan
  • 3. Keberatan Dakwaan harus di batalkan.

38
  • KEBERATAN TIDAK BERWENANG MENGADILI (Exceptie
    On
  • bevoegheid van de rehter)
  • 1. Kompetensi Absolut (Absolute Competentie)
  • 2. Kompetensi Relatitive (Relative
    Competentie)
  • - Keberatan terhadap Kompetensi Relative
    hanya dapat diajukan dalam Judex
  • Factie dan tidak dapat diajukan pada
    tingkat Kasasi (Vide Putusan MARI
  • No.1275 K/Pid/1985, tanggal 30 Juli
    1987)
  • - KUHAP tidak menganut Azas Locus Delicty
    Mutlak (Vide Pasl 84 ayat (2)
  • KUHAP)
  • JENIS/ MACAM KEBERATAN DAKWAAN TIDAK DAPAT
    DITERIMA
  • KEBERATAN - Putusan dapat dikabulkannya Eksepsi
    atau Keberatan Dakwaan tidak dapat
  • diterima dalam kondisi
  • 1. Karena dituntutnya seseorang pada hal tidak
    ada pengaduan dari korban
  • dalam Tindak Pidana Aduan (krach
    delicter)
  • 2. Adanya Daluwarsa Hak Menuntut sebagaimana
    ketentuan Pasal 78 KUHP
  • 3. Adanya unsur Ne Bis In Idem, sebagaimana
    ketentuan Pasal 76 KUHP
  • 4. Adanya Exceptio litis Pendentie (Keberatan
    terhadap apa yang didakwakan
  • kepada Terdakwa sedang diperiksa oleh
    Pengadilan lain)

39
BEBERAPA YURISPRUDENSI YANG BERKAITAN DENGAN
ACARA PIDANA
  • Putusan MA-RI No 163K/Kr/1997 tanggal 11 Juni
    1979
  • Karena unsur-unsur tindak pidana yang juga
    dinyatakan dalam surat tuduhan, tidaklah terbukti
    terdakwa seharusnya dibebeaskan dari segala
    tuduhan dan tidak dilepaskan dari tuntutan
    hukum.
  • 2. Putusan MA-RI No 186K/Kr/1979 tanggal 13
    Agustus 1979
  • Dalam hal terdakwa telah meninggalkan (pada
    taraf pemeriksaan banding), PT cukup mengeluarkan
    penetapan yang menyatakan tuntutan hukum gugur
    atau tuntutan Jaksa tidak dapat diterima karena
    terdakwa meninggal dunia.
  • Putusan MA-RI No 129K/Kr/1979 tanggal 09 April
    1980
  • Karena pemeriksaan persidangan di Pengadilan
    Negeri telah lanjut, kemudian terbentur pada
    praejudiciel geschil tentang hak milik atas
    tanah termasuk, maka tidak dapat digunakan
    lembaga Afwijzende Besiking menurut pasal 250
    (3) RIB yang seharusnya diberikan sebelum perkara
    diperiksa

40
  • Putusan MA-RI No 192K/Kr/1979 tanggal 27
    Desember 1979
  • PT salah menerapkan hukum dengan menyatakan
    perbuatan tertuduh bukan merupakan tindak pidana
    melainkan suatu hubungan keperdataan, memutuskan
    membebaskan tertuduh dari segala tuduhan,
    seharusnya tertuduh dileppaskan dari segala
    tuntutan hukum.
  • Dengan tidak memperhatikan alat-alat bukti dan
    kekuatan pembuktian yang telah diperoleh dalam
    persidangan PN, PT telah salah menerapkan hukum
    pembuktian.
  • Putusan MA-RI No 492K/Kr/1981 tanggal 8 Januari
    1983
  • Pt telah tepat dengan mempertimbangkan, bahwa
    tuduhan yang samar-samar kabar dinyatakan batal
    demi hukum.
  • Putusan MA-RI No 119K/Kr/1982 tanggal 17 Mare
    1983
  • Terhadap putusan pembebasan tidak dapat
    dimintakan banding oleh jaksa, kecuali dapat
    dibuktikan bahwa pembebasan tersebut sebenarnya
    adalah pembebasan tidak murni hal mana harus
    diuraikan oleh Jaksa dalam Memori Banding.
  • Putusan MA-RI No 592K/Pid/1984 tanggal 30 Maret
    1985
  • Terdakwa dibebaskan dari dakwaan karena unsur
    melawan hukum tidak terbukti.
  • Putusan MA-RI No 808K/Pid/1984 tanggal 26 Juni
    1985
  • Dakwaan tidak cermat, jelas dan lengkap
    sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.

41
  • 9. Putusan MA-RI No 33K/Mil/1985 tanggal 15
    Februari 1986
  • Karena surat dakwaan tidak dirumuskan secara
    cermat dan lengkap, dakwaan dinyatakan batal demi
    hukum.
  • Putusan MA-RI No 606K/Pid/1984 tanggal 30 Maret
    1985
  • Isi dakwaan bersifat alternatif meskipun yang
    tertulis adalah Kesatu dan Kedua, karena
    kejahatan yang didakwakan adalah sama.
  • Putusan MA-RI No 464K/Pid/1984 tanggal 13
    September 1985
  • Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum
    bahwa uang pengganti yang dapat diwajibkan kepada
    terdakwa dalam tindak pidana korupsi untuk
    dibayar tidak boleh melebihi harta benda yang
    diperoleh dari ahsil korupsi tersebut.

42
Bahan Kuliah
  • Hukum Acara perdata

Created by dhoni.yusra_at_indonusa.ac.id
43
PendahuluanPengertian Hukum Acara Perdata
  • Hukum Acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan
    dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha
    mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi
    perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum
    materiil yang berarti memberikan kepada hukum
    dalam hukum acara suatu hunbungan yang mengabdi
    kepada hukum materiil.
  • Hukum Acara Perdata adalah Hukum Perdata Formil,
    yaitu kaidah hukum yang menentukan dan mengatur
    cara bagaimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban
    perdata sebagimana yang diatur dalam hukum
    perdata materil (Retnowulan Sutantio dan Iskandar
    Oeriepkartaprawira, hal 1)
  • Hukum Acara Perdata adalah rangkaian
    peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
    orang harus bertindak terhadap pihak orang lain
    di muka pengadilan itu harus bertindak untuk
    melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan
    hukum perdata (wirjono Prodjodikoro)

44
Pengertian Hukum Acara Perdata (sambungan)
  • Kaidah hukum yang mengatur cara dan prosedur
    hukum dalam mengajukan, memeriksa, memutuskan,
    dan melaksanakan putusan tentang tuntutan hak dan
    kewajiban tertentu sehingga menjamin tegaknya
    hukum perdata materiil melalui lembaga peradilan

45
Sifat / Karakteristik Hukum Acara Perdata
  • Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa
    haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat,
    sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan
    karena dirasa telah melanggar hak penggugat
    disebut sebagai tergugat.
  • Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang
    tidak menguasai barang sengketa atau tidak
    berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi
    lengkapnya suatu gugatan, mereka harus
    diikutsertakan

46
Sifat Hukum Acara Perdata
  • Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/
    beberapa orang yang merasa haknya dilanggar
    (penggugat/ para penggugat)
  • Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak
    tergantung ada/ tidak adanya inisiatif
  • Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum
    acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan

47
Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut Sudikno
Mertokusumo)
  • Tahap Pendahuluan tahap persiapan menuju tahap
    penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah
    kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat
    gugatan,mendaftarkan gugatan, membayar biaya
    perkara dll.
  • Tahap Penentuan Tahap pemeriksaan peristiwa,
    pembuktian dan penjatuhan putusan.
  • Tahap Pelaksanaan Tahap dilakukannya tindakan
    pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah
    dijatuhkan oleh hakim.

48
Sifat Hukum Acara Perdata
  • Pencabutan gugatan oleh penggugat/ para penggugat
    tidak dapat dilakukan sesuka hati, Pencabutan
    gugatan dapat dilakukan apabila tergugat
    menyetujui pencabutan gugatan, namun kadangkala
    persetujuan itu tidak dipenuhi, bahkan malah
    menggugat balik (rekonpensi)

49
Hukum Acara Perdata Positif
  • Hukum acara perdata nasional hingga saat ini
    belum diatur dalam undang-undang, sampai saat ini
    ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan
    adalah het Herziene Indonesich Reglement (HIR)
    yang dulu diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura,
    sedangkan diluar itu berlaku RechtsReglement
    Buitengewestem (RBg)
  • Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR
    dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio

50
Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif)
Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 6 UU No. 1
Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan
sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan
Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil
  • HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX,
    7 Bagian)
  • RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
  • RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering)
    disebut juga Hukum Acara Perdata untuk Gol.
    Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak
    berlaku sejak Raad van Justitie dan
    Residentiegerecht dihapus.
  • RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in
    Het Beleid der Justitie in Indonesie)
  • Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata
    dan KUHDagang)
  • Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20
    Tahun 1947, tentang acara banding, UU No. 14
    Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4
    Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.dll
  • Yurisprudensi
  • Perjanjian Internasional
  • Doktrin

51
Asas-asas Hukum Acara Perdata
  • Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex
    officio) diatur dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg,
    artinya bila tidak tuntutan dari pihak, maka
    tidak ada hakim (Wo Kein klager ist, ist kein
    rechter nemo judex sine actor)
  • Ada konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus
    mengadili semua perkara, karena hakim dianggap
    tahu semua (ius curia novit)

52
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
  • Hakim Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van
    Rechter), artinya hakim hanya bertitik tolak pada
    peristiwa yang diajukan oleh para pihak saja
    (secundum allegat iudicare)
  • Perdailan Terbuka untuk umum (Openbaarheid van
    rechtspraak), konsekuensi yang terjadi apabila
    asas ini tidak dilaksanakan adalah putusan dapat
    menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan
    hukum.
  • Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van
    beide partijen)

53
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
  • Pemeriksaan dalam dua tingkat (Onderzoek in twee
    instanties), hanya PN dan PT judex factie
    dilaksanakan
  • Pengawasan Putusan Pengadilan melalui Kasasi
    (Toezicht op de rechtspraak door van cassatie)
  • Mahkamah Agung adalah Puncak Peradilan di
    Indonesia (Pasal 10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970
    jo Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004)

54
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
  • Putusan Hakim harus disertai alasan (Pasal 23 UU
    No. 14 tahun 1970 jo Pasal 25 UU No. 4 Tahun
    2004, Pasal 184 Ayat 1 , dan 319 HIR)
  • Berperkara dikenakan biaya (Niet-kosteloze
    rechtspraak) Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970 jo
    Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)

55
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
  • Tidak ada keharusan mewakilkan dalam Beracara
  • Majelis hakim di Persidangan (Pasal 15 UU No. 14
    Tahun 1970 jo Pasal 17 UU NO. 4 Tahun 2004)
  • Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
    (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4 UU No.
    4 Tahun 2004)

56
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
  • Proses Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya
    Ringan Pasal 4 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004
  • Hak menguji Materiil UU hanya ada pada MK dan
    dibawah UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU No. 4 Tahun
    2004)
  • Asas Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004

57
Perihal Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan relatif
  • Kewenangan Mutlak/ absolute compententie
    menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan
    peradilan, berdasarkan macamnya pengadilan yang
    memberikan kekuasaan untuk mengadili
  • Kewenangan Relatif/ relative compententie
    mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
    pengadilan yang serupa
  • Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah
    Actor sequitur forum rei

58
Lingkup Peradilan
  • Macam-Macam Pengadilan
  • Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut
    diatas lazimnya disebut Pengadilan Umum di
    Indonesia terdapat pula
  • Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk
    mengadili perkara yang terdakwanya berstatus
    anggota ABRI.
  • Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili
    perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya
    baragama Islam dan menurut hukum yang dikuasai
    Hukum Islam.
  • Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang
    Pengadilan Administrasi adalah perkara yang
    tergugatnya pemerintah dan penggugatnya
    perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan
    kesalahan dalam menjalankan administrasi.

59
Lingkup Peradilan (sambungan)
  • Susunan Badan-Badan Pengadilan Umum
  • Di Indonesia kita kenal susunan Pengadilan dalam
  • Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat
    pertama yang berwenang mengadili semua perkara
    baik perdata maupun pidana.
  • Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding
    yang juga merupakan Pengadilan tingkat kedua.
    dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara
    pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di
    Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tinggi).
  • Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat
    akhir dan bukan Pengadilan tingkat ketiga.
    Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang
    dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan
    dengan putusan banding dari Pengadilan Tinggi.
    Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah
    penerapan hukumnya saja.

60
Lingkup Peradilan (sambungan)
  • Kewenangan Pengadilan
  • Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi
    menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman, yaitu
    Kekuasaan Kehakiman atribusi (atributie van
    rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman distribusi
    (distributie van rechtsmacht), bahwa
  • Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga
    kewenangan mutlak atau kompetensi absolute.
    Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah
    kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa
    jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak
    dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain,
    misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang
    memeriksa jenis perkara tertentu yang diajukan
    dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama
    biasanya kompentensi absolute ini tergantung pada
    isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat
    Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947).
  • Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga
    kewenangan nisbi atau kompetensi relative .
    Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah
    bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal
    (domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau
    tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan kepada
    Pengadilan Negeri tempat tergugat tinggal.
    apabila tergugat tidak diketahui tempat
    tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata
    tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada
    Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat
    sebenarnya.
  • Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan
    Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya (
    Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg)

61
Lingkup Peradilan (sambungan)
  • Tempat Kedudukan Pengadilan
  • Tempat kedudukan Pengadilan Negeri pada
    prinsipnya berada di tiap Kabupaten, namun di
    luar Pulau Jawa masih terdapat banyak Pengadilan
    Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lebih dari
    satu Kabupaten.
  • Kedudukan Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan
    Negeri dan disamping tiap Pengadilan Tinggi ada
    Kejaksaan Tinggi. Khusus di Ibukota Jakarta ada 5
    instansi Pengadilan Negeri yakni di Jakarta
    Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta
    Timur, Jakarta Utara demikan pula dengan
    Kejaksaannya Negerinya.

62
Lingkup Peradilan (sambungan)
  • Susunan Pejabat Pada Suatu Pengadilan
  • Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim.
    diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan dan
    wakil ketua.
  • Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili
    perkara di persidangan.
  • disamping itu ada panitera yang bertugas memimpin
    bagian administrasi atau tata usaha dibantu oleh
    wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan
    karyawan-karyawan lainnya.
  • tugas dari pada panitera ialah menyelenggarakan
    administrasi perkara serta mengikuti semua sidang
    serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan
    mencatat secara teliti semua hal yang dibicarakan
    (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO).
    ia harus membuat Berita Acara (proses verbal)
    sidang pemeriksaan dan menandatanganinya
    bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186 HIR,
    Pasal 197 Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti
    semua sidang-sidang pemeriksaan perkara, maka di
    dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh
    panitera pengganti.
  • Di samping hakim dan panitera masih ada petugas
    yang dinamakan jurusita (deurwaarder) dan
    jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun
    1986). adapun tugas dari pada jurusita dalai
    melaksanakan perintah dari ketua sidang dan
    menyampaikan pengumuman-pengumuman,
    teguran-teguran, pemberitahuan putusan
    pengadilan, panggilan-panggilan resmi para
    Tergugat dan Penggugat dalam perkara perdata dan
    para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan
    atas perintah hakim.

63
Cara Mengajukan GugatanPengertian Permohonan
dan Gugatan
  • Perbedaan Gugatan dengan Permohonan ada pada ada
    atau tidak adanya konflik.
  • Tuntutan dalam hal ini adalah tindakan yang
    bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang
    diberikan lembaga peradilan untuk mencegah
    pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim
    sendiri (eigenrichting)
  • Dalam gugatan syarat utama adalah adanya orang/
    sekelompok orang yang merasa haknya dilanggar,
    dan orang yang dirasa melanggar hak tersebut
    tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang
    diminta itu
  • Dalam Perkara permohonan tidak ada sengketa,
    permohonan yang umunya diajukan adalah
    pengangkatan anak, wali, pengampu

64
Pengajuan Gugatan,Tempat Tinggal, dan domisili
  • Pengajuan gugatan diajukan di tempat tinggal
    tergugat (Pasal 118 Ayat 1 HIR)
  • Tempat tinggal adalah tempat dimana seorang
    menempatkan pusat kediamannya (Pasal 17 KUHPerd)
    atau dengan kata lain dimana seorang berdiam dan
    tercatat sebagai penduduk
  • Domisili/ kediaman adalah tempat seseorang berdiam

65
Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum
Rei (berdasarkan Pasal 118 HIR)
  • Gugat dapat diajukan di PN ditempat kediaman
    tergugat apabila tempat tinggal tergugat tidak
    diketahui
  • Apabila tergugat lebih dari 2, maka penggugat
    dapat mengajukan gugatan dapat diajukan disalah
    satu tempat tinggal tergugat.
  • Apabila tergugat ada 2, dan salah satunya adalah
    penjamin dari yang berhutang, maka penggugat
    mengajukan gugatan ke PN di wilayah tempat
    tinggal tergugat yang berhutang

66
Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum
Rei (berdasarkan Pasal 118 HIR)
  • Apabila tempat tinggal atau kediaman tergugat
    tidak dikenal, maka guguatan dapat diajukan di
    tempat tinggal penggugat atau salah satu
    penggugat.
  • Apabila gugatan mengenai objek benda tetap, maka
    gugatan diajukan di PN di wilayah benda itu ada/
    terletak.
  • Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dalam
    suatu akta, maka gugatan diajukan di tempat yang
    telah dipilih dalam akta.

67
Pengecualian lain terhadap Asas Actor Sequitur
Forum Rei
  • Apabila tergugat tidak cakap, amak gugatan
    diajukan di PN dimana orang tua, wali, pengampu
    tinggal.
  • Apabila PNS, maka pengadilan yang berwenang
    adalah PN di tempat ia bekerja
  • Apabila buruh, maka PN yang berwenang adalah PN
    tempat tinggal majikan
  • Apabila ini berkenaan dengan masalah kepailitan,
    maka PN yang berwenang adalah yang memutus
    pailit.
  • Bila ini tentang penjaminan, maka yang berwenang
    untuk mengadili adalah PN yang pertama dimana
    pemeriksaan pertama dilakukan.
  • Bila masalahnya adalah pembatalan perkawinan,
    maka PN yang berwenang adalah tempat pertama kali
    perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal
    kedua suami isteri atau salah satu tempat istri/
    suami.
  • Gugatan perceraian dapat diajukan ke PN di
    kediaman penggugat

68
Gugat Lisan dan Tertulis
  • Berdasarkan Pasal 118 HIR, gugat diajukan dengan
    surat permintaan dan ditandatangani oleh
    penggugat atau kuasanya.
  • Gugat lisan dapat juga dilakukan, dan berdasarkan
    Pasal 120 HIR, Ketua PN akan membuat atau
    menyuruh untuk membuat gugatan tersebut.
  • Berdasarkan yurisprudensi, surat gugat yang
    bercap jempol harus dilegalisasi
  • Surat gugatan harus ditandatangani oleh penggugat
    atau kuasanya.

69
Gugat Lisan dan Tertulis
  • Gugatan sebaiknya ditik, tidak perlu memakai
    Materai (Meski dalam praktek diperlukan, karena
    bila tidak dilakukan, surat gugatan akan
    dikembalikan )
  • Dalam gugatan harus memuat gambaran yang jelas
    mengenai duduk perkara, dengan kata lain dasar
    gugatan harus dijelaskan dengan jelas. Bagian ini
    disebut sebagai fundamentum petendti atau Posita
  • Dalam posita ada dua gugatan, yaitu alasan
    berdasarkan keadaan dan alasan berdasarkan hukum
  • Dalam gugatan harus dilengkapi dengan petitum,
    yaitu hal-hal yang diinginkan/ diminta oleh
    penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan atau
    diperintahkan oleh hakim

70
Substansi Surat Gugatan
  • Identitas Para Pihak
  • Adanya Posita atau Fundamentum Petendi
    (Didasarkan pada alasan hukum seperti piramida
    terbalik, Rentetan peristiwa hukum yang terjadi
    dan atau dialami sampai terjadinya suatu fakta
    hukum, Fakta hukum yang terjadi dan dialami
    Penggugat, dan Fakta hukum terjadinya benturan
    kepentingan)
  • Adanya Petitum atau Tuntutan , yaitu Permohonan
    berupa
  • Mengabulkan seluruh isi gugatan dan lain
    sebagainya.
  • Putusan dilaksanakan terlebih dahulu
    (uitvooerbaar bij vorrad)
  • Didasarkan pada Posita

71
Syarat Formal Surat Gugatan yang lazim dalam
praktek
  • Tempat dan waktu surat gugatan yang dibuat oleh
    penggugat atau kuasa hukumnya
  • Harus menyebut identitas para pihak secara
    lengkap dan jelas
  • Surat Gugatan memakai materai (UU No 13/1985
    (psl.2).PP No 7/1995 PP No 24/2000)
  • Surat Gugatan harus ditandatangani
  • Ex Aequa Et Bono

72
Bentuk dan Format Surat Gugatan
  • Bentuk dan format pengetikan surat gugatan tidak
    ada yang baku, namun selaku kuasa hukum harus
    dapat menyiapkan surat gugatan dengan
    memperhatikan bentuk, format, etika dan
    nilai-nilai keindahan atau kebersihan (tanpa
    coretan)
  • Surat Gugatan yang baik adalah Surat Gugatan yang
    dapat menimbulkan opini dan perasaan hakim bahwa
    penggugat adalah orang yang benar-benar
    mendambakan keadilan atau keinginan menegakkan
    keadilan

73
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
  • Hal-hal penting yang harus diingat
  • Tiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan
    gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan
    lewat pengadilan
  • Gugatan dapat diajukan secara lisan (Pasal 118
    Ayat 1 HIR, Pasal 142 Ayat 1 Rbg) atau tertulis
    (Pasal 120 HIR Pasal 144 Ayat 1 Rbg) dan bila
    perlu dapat minta bantuan kepada Ketua Pengadilan
    Negeri
  • Gugatan itu harus diajukan oleh yang
    berkepentingan
  • Tuntutan hak di dalam gugatan merupakan tuntutan
    hak yang ada kepentingan hukumnya, yang dapat
    dikabulkan apabila kebenarannya dapat dibuktikan
    dalam sidang pemeriksaan
  • Identitas Para Pihak

74
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)
  • Fundamentum Petendi, terdiri dari dua bagian
  • Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau
    peristiwanya (fetelijkegronden)
  • Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya
    (rechtsgronden)
  • Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan
    duduknya perkara tentang adanya hak atau hubungan
    hukum yang menjadi dasar yuridis daripada
    tuntutan.
  • Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti
    harus menyebutkan peraturan -peraturan hukum yang
    dijadikan dasar tuntutan, melainkan cukup hak
    atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam
    persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan,
    yang memberi gambaran tentang kejadian materiil
    yang merupakan dasar tuntutan itu.
  • Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya
    perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar
    tuntutan ada beberapa pendapat
  • Menurut substantieringstheori, tidak cukup
    disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan
    saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian itu
    kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa
    hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi
    sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut
    misalnya Penggugat yang menuntut hak miliknya
    selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik ia juga
    harus menyebutkan asal-usul pemilikan tersebut.
  • Menurut indvidualiseringstheorie, sudah cukup
    dengan disebutkannya kejadian-kejadiannya yang
    dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat
    menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi
    dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya
    hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan, karena
    hal tersebut tidak perlu dikemukakan dalam sidang
    yang akan datang pada acara pembuktian

75
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)
  • Petitum atau Tuntutan, apa yang diminta atau
    diharapkan Penggugat agar diputuskan oleh hakim.
    jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau
    dictum putusan. oleh karenanya petitum harus
    dirumuskan secara jelas dan tegas (ps 8 Rv).
  • Tuntutan yang jelas atau tidak sempurna dapat
    berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut.
    demikian pula gugatan yang berisi
    pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan satu sama
    lain atau disebut obscuur libel (gugatan yang
    tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah
    oleh pihak Tergugat sehingga menyebabkan
    ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya
    gugatan tersebut. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3
    (tiga) ialah
  • Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung
    berhubungan dengan pokok perkara
  • Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang
    langsung berhubungan dengan pokok perkara
  • Tuntutan subsideir atau pengganti

76
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)
  • Biasanya sebagai tuntutan tambahan berwujud
  • Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar
    biaya perkara.
  • Tuntutan uitvoebaar bij voorraad yaitu tuntutan
    agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu
    meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. di
    dalam praktik permohonan uitvoebaar bij voorraad
    sering dikabulkan. namun demikian Mahkamah Agung
    menginstruksikan agar hakim jangan secara mudah
    memberi putusan uitvoerbaar bij voorraad
    (Intruksi MA tanggal 13 Februari 1958).
  • Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar
    bunga (moratair) apabila tuntutan yang dimintakan
    oleh Penggugat berupa sejumlah uang tertentu.
  • Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar
    uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu tidak
    berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak
    memenuhi isi putusan.
  • Dalam hal gugat cerai sering disebut juga dengan
    tuntutan nafkah bagi istri (Pasal 59 Ayat 2, 62,
    65 HOCI, Pasal 213, 229 BW) atau pembagian harta
    (Pasal 66 HOCI, Pasal 232 BW).
  • Mengenai tuntutan subsideir selalu diajukan
    sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain.
    biasanya tuntutan subsidiary itu berbunyi agar
    hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau
    mohon putusan yang seadil-adilnya (aequo et
    bono).

77
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)
  • Kesimpulan agar gugatan tidak ditolak atau
    dinyatakan tidak diterima ialah
  • Gugatan supaya diajukan kepada Pengadilan yang
    berwenang.
  • Identitas seperti nama, pekerjaan, alamat dan
    sebagainya dari Penggugat dan Tergugat harus
    jelas.
  • Pihak Penggugat maupun Tergugat harus ada
    hubungan hukum dengan pokok permasalahan.
  • Pihak Penggugat maupun Tergugat mempunyai
    kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum
    (handelingsbekwaamheid).
  • Dalil-dalil atau posita gugatan harus mempunyai
    dasar peristiwa dan dasar hukum (fundamentum
    petendi) yang cukup kuat.
  • Peristiwa atau permasalahan dalam gugatan belum
    lampau waktu.
  • Peristiwa belum pernah diajukan dan diputuskan
    oleh pengadilan

78
NO. _______________ Jakarta,
___________ Kepada Yth, Bapak Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Jl. Gajah Mada No.
17 JAKARTA PUSAT Perihal Gugatan Dengan
Hormat, Yang bertandatangan di bawah ini, Dhoni
Yusra, S.H., pengacara/ penasihat hukum pada
Yusra Yudi Law Firm YY, berkedudukan hukum
di Jl_____________________, Jakarta, dalam hal
ini bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa
HAJI GANI ABDUL SALAM, Usia 45 Tahun, pekerjaan
wiraswasta, alamat Jl. ______________,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal
______________selanjutnya disebut
PENGGUGAT. Dengan ini hendak mengajukan gugatan
perdata terhadap SUTIYONO, Usia 42 Tahun,
Pekerjaan Wiraswasta, ALamat _______________,
selajutnya disebut sebagai TERGUGAT. Adapun duduk
perkaranya adalah sebagai berikut (Posita/
Fundamentum Petendi) 1. Bahwa _____ 2. Bahwa
_____ 3. Bahwa _____ 4. 5. Bahwa akibat perbuatan
melawan hukum a). Kerugian Material b).
Kerugian Moril / material, berupa 6.
Dwaangsom 7. Sita jaminan terhadap A. B.
C. 8. Permohonan serta merta Maka Berdasarkan
hal-hal tersebut diatas, Penggugat mohon sudilah
kiranya Pengadilan berkenan memutuskan sebagai
berikut (PETITUM) Mengabulkan gugatan Penggugat
seluruhnya Menyatakan sah berharga sita jaminan
tersebut Menyatakan demi hukum para tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan penggugat - - - Dan seterusnya Ex
Aequo Et Bono Mohon putusan seadil-adilnya H
ormat Kami, Kuasa Penggugat Dhoni
Yusra, SH Yudi Syaifullah, SH
79
Pihak-Pihak yang berperkara, perwakilan orang,
badan hukum, dan negara
  • Setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan,
    namun ada pengecualiannya yaitu orang sakit
    ingatan, belum dewasa.
  • Bila badan hukum, maka orang yang mewakili adalah
    wenang mewakili badan hukum, itu dapat dilihat di
    ADRT
  • Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa khusus

80
JAWABAN TERGUGAT
  • Eksepsi, Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu
    tangkisan bahwa syarat-syarat prosessuil gugatan
    tidak benar atau eksepsi berdasarkan ketentuan
    materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi
    paremptoir), sehingga gugatan harus dinyatakan
    tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
    verklaard). Dasar-dasar daripada eksepsi antara
    lain sebagai berikut
  • Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak
    berwenang
  • Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan
    hukum)
  • Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak
    mempunyai hubungan hukum)
  • Tergugat tidak lengkap
  • Penggugat telah memberi penundaan pembayaran
    (eksepsi)

81
JAWABAN TERGUGAT (sambungan)
  • Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara
    ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil atau
    fundamentum petendi yang diajukan penggugat.
  • Misalnya A (Penggugat) menuntut B (Tergugat)
    agar meninggalkan tanah yang dikerjakan B dengan
    dalih
  • Tanah tersebut adalah milik A sebagai ahli waris
    bapaknya C pemilik tanah asal yang sudah
    meninggal dunia.
  • Adanya petok D dan letter C yang masih atas nama
    C.
  • A tidak pernah melihat atau mengetahui adanya
    transaksi antara B dan C atas tanah tersebut.
  • Dalam contoh tersebut, B dapat membantah dalih A
    dengan alasan
  • A diragukan sebagai ahli waris karena tidak fatwa
    waris.
  • Petok D dan letter C bukan bukti kepemilikan.
  • B mempunyai akte jual beli.
  • Berdasarkan bantahan atau tangkisan tersebut B
    dapat meminta kepada hakim agar gugatan ditolak

82
JAWABAN TERGUGAT (sambungan)
  • Permohonan atau Petitum
  • Sifat permohonan sudah barang tentu harus
    menguntungkan tergugat sendiri, misalnya
  • Primair
  • Agar gugatan ditolak secara keseluruhan
  • Agar hakim menerima sluruh jawaban tergugat
  • Subsidair
  • Apabila hakim berpendapat lain, maka tergugat
    mohon agar hakim memberikan putusan
    seadil-adilnya
  • Jawaban tergugat pada prinsipnya menolak gugatan
    penggugat dengan jalan menangkis dan membantah
    apa yang didalihkan oleh penggugat. Untuk itu
    tergugat harus jeli, menguasai permasalahan serta
    hukum-hukum yang terkait. semua jawaban juga
    cukup beralasan artinya berdasarkan peristiwa
    yang didukung oleh hukum.

83
Pemeriksaan dalam persidangan
  • Wajibnya hakim untuk mengupayakan perdamaian
    dalam persidangan sesuai dengan Pasal 130 Ayat 1
    HIR
  • Perdamaian dalam persidangan, memiliki kekuatan
    hukum yang pasti

84
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian, tidak
    berhasil.
  • Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan secara
    lisan.
  • Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat
    dalam replik
  • Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam
    duplik
  • Setelah itu apabila dikehendaki, maka para pihak
    dapat membuat kesimpulan sebelum memohon putusan
    dengan penawaran bukti

85
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam
  • Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara
    atau disebut sebagi tangkisan/ eksepsi
  • Jawaban mengenai pokok perkara
  • Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan dengan
    tidak berkuasanya hakim dalam mengadili apakah
    itu kekuasan absolut atau relatif
  • Eksepsi ini berkenaan dengan hukum acara/
    prosesuil

86
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam
  • Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan
    penggugat belum dapat dikabulkan, misalnya karena
    penundaan pembayaran
  • Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi
    dikabulkannya gugatan, misalnya gugatan yang
    diajukan daluarsa
  • Pengajuan eksepsi, umumnya dilakukan pada awal
    persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan
    jawaban
  • Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan
    sia-sia

87
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat, dan
    pada pokok persoalan dengan mengemukakan
    alasan-alasan yang berdasar
  • Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah hak
    dari tergugat
  • Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan
    jawaban atas gugatan

88
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara
    kecuali seperti yang diatur dalam pasal 132 a
    HIR, yaitu
  • Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat,
    sedangkan gugat balasan mengenai dirinya sendiri
    dan sebaliknya
  • Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan,
    tidak berhak, oleh karenanya berhubung dengan
    pokok perselisihan, memeriksa gugat balasan
  • Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan
    putusan
  • Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak
    dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat
    banding tidak ole memajukan gugat balasan

89
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Manfaat gugat balasan
  • Menghemat ongkos perkara
  • Mempermudah pemeriksaan
  • Mempercepat penyelesaian sengketa
  • Menghindarkan putusan yang saling bertentangan
  • Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi
    gugatan selama tidak merugikan
  • Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan
    azas-azas hukum perdata, selama tidak merubah/
    menyimpang dari kejadian materil
  • Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan
    kepada pihak tergugat

90
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas
    keadaan hukum yang sama dimohon suatu pelaksanaan
    hak yang baru sehingga dengan demikian memohon
    putusan hakim tentang suatu hubungan hukum antara
    kedua-belah pihak yang lain dari yang semula,
    contoh
  • Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji,
    kemudian dirubah menjadi tergugat harus memenuhi
    janji
  • Semula dasar gugatan perceraian adalah
    perzinahan, kemudian dirubah menjadi keretakan
    rumah tangga yang tidak dapat diperbaiki

91
Pemeriksaan dalam persidanganJawaban,
gugat-ginugat, dan eksepsi
  • Penambahan gugatan diperboleh selama tidak
    merugikan pihak tergugat, seperti semula tidak
    semua ahli waris diikutsertakan, kemudian
    ditambah menjadi turut tergugat atau permohonan
    sita jaminan tetapi lupa memohon menyatakan sah
    dan berharganya sita jaminan tersebut.
  • Perubahan atau penambahan gugatan yang diajukan
    setelah jawaban, harus mendapat persetujuan dari
    pihak tergugat
  • Pengurangan gugatan selalu akan diterima dan
    senantiasa diperkenankan

92
Pembuktian
  • Adalah tugas hakim untuk menyelidiki adanya suatu
    hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan,
    sehingga hubungan hukum itu harus dapat
    dibuktikan jika salah satu pihak (khususnya
    penggugat) menginginkan kemenangan.
  • Tidak semua dalil dapat dibuktikan atau perlu
    dibuktikan, misal
Write a Comment
User Comments (0)
About PowerShow.com